Dear Aku, Selamat Bertambah Usia! Selamat Juga Sudah Bisa Bahagia Meski Tanpa Dirinya

Selamat menua kembali aku

Selamat menua, aku!

Setiap momen pertambahan usiaku di setiap tahunnya selalu mengingatkanku kembali pada pertambahan umurku beberapa tahun lalu. Di mana aku melewatinya bersamamu. Iya, masih bersamamu.

Kado terindah Tuhan yang membuatku begitu mensyukuri dua puluh satu tahunku..

Tapi kini, kamu sudah tak bersamaku. Kamu telah memilih berjalan di jalanmu, dengan tidak menjadikan aku dan kamu sebagai kita. Entah tak begitu yakinnya dirimu akan diriku, atau terlalu belum pantas aku untuk bersama lelaki sesempurna kamu.

Kamu.

Lelaki yang hingga kini namanya tak pernah tergeser dari hatiku. Tempat untuk namanya ada di singgasana teratas lelaki yang pernah singgah di hidupku. Yang dengan siapapun aku bersanding aku tak pernah mampu sedikitpun menghapus bahkan hanya bayangan wajahnya dari benakku.

Lelaki itu…

Lelaki terbaikku…

Kenangan terluar biasa yang pernah diukir di hidupku.

Menjadikanku sungguh tak pernah punya daya untuk menghilangkan dia dari dunia nyata atau bahkan dari alam bawah sadarku. Betapa rasa yang ku simpan untuk lelaki itu masih utuh belum berkurang. Tak pernah terkikis waktu apalagi terhapus masa. Masih membuncah luar biasa rasanya ketika aku tiba-tiba mengingatnya saat sedang berkunjung ke negeri khayal imajiku.

Semuanya masih sama. Aku masih menjaga perasaan ini diam-diam untuknya sekalipun aku telah bersama laki-laki lain yang bukan dia.

Dan malam ini. Sudah 6 x 365 hari yang lalu, dia menoreh kenangan yang sungguh tak akan mampu dilupa oleh wanita manapun sekalipun sudah enam tahun berlalu. Kado terindah. Hadiah tersempurna yang pernah diberikan oleh lelaki yang pernah datang mengisi hari-hariku.

Beriring dengan terbenamnya matahari di ufuk barat Pantai Drini, bersamaan dengan debur ombak yang memecah karang-karang serta hembus angin yang menjadikan suasana begitu damai, dia memberikan sekotak hadiah yang dibungkus dengan begitu cantik.

“Selamat ulang tahun. Sorry ya, cuma bisa kasih ini”. Begitu ucapnya waktu itu.

Ya Tuhan…

Lelaki ini…

Bukan kadonya, bukan pula hadiahnya. Tapi momen dan suasana ketika dia memberikannya. Di tepi pantai bersamaan dengan datangnya senja.

Begitu nyeri rasa hati ketika kenangan ini kembali bertamu datang di ingatan. Bahagia sekaligus pedih teramat sangat ku rasakan di saat yang bersamaan. Momen bahagia juga kenyataan menyakitkan jika ternyata saat-saat itu tak akan bisa kembali terulang.

Dia tak mungkin menjadi lelakiku yang dulu. Dia yang tak akan mungkin kembali datang menitipkan hatinya padaku. Dia yang dulu pernah dan selalu ada tapi tak pernah termiliki.

Tapi tak apa. Tanpa lelaki itu aku masih bisa hidup, sampai sekarang.

Bukankah kita tidak seharusnya menggantungkan kebahagiaan pada apapun apalagi siapapun?

Dulu sebelum bersamanya aku mampu bahagia. sehingga bahkan jika sudah tak lagi dengannya aku masih harus mampu bahagia pula.

Sekalipun tanpanya, tentu saja aku masih bisa merayakan pertambahan usiaku dengan orang-orang tersayangku, dengan teman-teman terbaikku, dengan semua orang yang menyayangiku.

Segala waktu dan kesempatan yang masih dipercayakan Tuhan terhadapku membuatku bersyukur dan berterima kasih atas nikmat-Nya. Yang mungkin tanpa kehendakNya aku tak akan pernah berada di tengah-tengah keluarga terbaik yang mampu menerimaku apa adanya sejak tangis pertamaku di dunia hingga sekarang usiaku masuk dua puluh tujuh. Sungguh bukan waktu yang singkat bukan?

Sahabat-sahabat terbaik yang dikirim Tuhan dan dianugerahkan-Nya padaku yang membuatku benar-benar mampu menjadi “aku” seutuhnya. Tanpa harus menjadi sok sempurna di depan mereka.

Bersama mereka sudah kuhabiskan sekian ribu hari bersama. Bertukar canda, berbagi tawa, menetes air mata, meretas tawa terbahak bersama. Tak sanggup sudah kuhitung sekian kenangan indah yang kulewati bersama mereka .

Terima kasih banyak untuk sekian ribu hari luar biasa yang kalian sempatkan untuk berbagi waktu bersamaku, sahabat.

Terima kasih untuk senyum, tawa, tangis, air mata, segalanya.

Terima kasih Windi, Tyas, Elsye, Ina, Luluk.

Kalian tetap terluar biasa!

You’re all definitely most precious wonderful gift for me! :’)

Semoga sukses di jalan masing-masing setelah semua benar-benar telah berjalan di jalan takdirnya. Amin.

Last but not least, terima kasih untuk ibu, ayah, dan adik-adikku.

Keluarga terbaik. Rumah tempatku pulang. Bahkan seberapa jauh ku langkahkan kaki menuju antah berantahku.

Terima kasih.

Dan pada akhirnya, selamat ulang tahun, aku.

Selamat menua dan bertambah usia.

Semoga dijadikan manusia yang jauh lebih baik dari aku yang sebelumnya. Dilancarkan segala urusan dan dimudahkan jalan menuju mimpi dan cita-cita. Aamiin

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat keju. Penggila kafein. Penyuka hujan. Pecandu laut, dan kamu.

Editor

Not that millennial in digital era.