Spasi untuk Cinta: Bukan Selalu Tentang Pergi

Rasanya seperti tidak mampu menyentuhmu. Warnamu samar, pandanganku buyar.

Aku masih merasa jauh darimu, begitu jauh. Rasanya seperti tidak mampu menyentuhmu. Warnamu samar, pandanganku buyar. Sejauh ini, aku telah yakin bahwa kamu adalah partner yang tepat untuk membentuk diriku lebih baik lagi setiap harinya. 

Aku yakin kamu adalah orang yang mampu membawa hidupku menjadi lebih hidup, esok dan seterusnya. Aku percaya tidak akan terbatasi hal-hal positif yang bisa aku lakukan denganmu dalam keseharian. Aku tidak ragu bahwa kamu mampu mengarahkan perjalanan kita untuk sampai ketempat yang memberi damai, penuh kesejukkan.


Namun akankah keyakinan itu juga keyakinanmu? Aku tidak yakin.


Menemanimu, mendengar keluh kesah dan resahmu, aku bersedia. Memilah mana yang kamu suka dan tidak suka, aku akan berupaya. Menjadikanmu tempat berdiskusi dan menyelaraskan hasil, aku akan menerima. Namun apakah kamu mempercayaiku untuk menemani, mengupayakan dan menerimaimu? Aku tidak yakin.

Sementara belum juga 100% aku mempercayai diriku. Aku tidak yakin mampu mengusir keraguanmu. Karena mungkin juga “ragu atau yakin” itu, memang timbul dan hilang, tergantung kepada yang merasakan, sedangkan aku tidak mengerti resepnya. Masih kita tidak bisa menjawabnya. 

Apabila tidak bersama : tentu kita merasa kehilangan.  

Apabila bersama : belum pasti kita terlengkapi, yang paling membingungkan, 

Bagaimana jika memilih untuk tidak bersama berarti telah ingkar dari garis baik yang tertulis? 

Bagaimana jika memilih bersama hanyalah bentuk dari  keterlanjuran?

Namun demikian mulai awal menyayangimu aku telah siap untuk kehilangan. Ini bukan bentuk dari pesimis, tapi sebuah keikhlasan. Juga telah siap untuk bersama. Ini bukan bentuk dari ambisi, tapi sebuah upaya mencintai. Mungkinkah kita perlu spasi untuk meyakini diri sendiri?


Spasi bukan selalu pergi. 

Spasi adalah ruang sendiri untuk kemudian kembali membawa jawaban yang pasti.


Khusuk mencari jawaban. Dimana tempatnya? Di tempat tertinggi, Pemilik segala jalan. Bagaimana cara mencapainya? Adalah dengan mendekati-Nya. Bagaimana cara Dia memberi kita petunjuk? Bukan selalu melalui mimpi, sebab nyatanya mimpi juga bisa hadir karena rayuan makhluk lain. Lalu? Kemantapan hati jawabannya. Dan kamu bisa merasakannya nanti.

Kewajiban selanjutnya untuk menyampaikan dan menerima jawaban. Keterbukaan dan pengertian. Kesiapan dan senyuman. Diantara benar atau bukan, namun itulah ketetapan. Kita mungkin bersama atau berpisah, bagian terpenting telah berupaya. Dan selalu ada hikmah dari setiap peristiwa.

Bila berat untukmu, maka berat juga untuk kita melangkah. Bila tidak siap untukmu, maka harus siap untuk kita berpisah. Bukankah cinta perlu dijaga kesuciannya? Bukannya kita telah lelah melewati banyak waktu percuma? Tegaslah, maka warnamu akan nyata. Pandanganku akan terarah.


Terpaut kita digenang air tenang

Bicara tidak bicara, hatiku sampai, terang

Bungkam tidak bungkam, fikirmu diambang, gamang

Merujung atau luruh terapung, garis tertulis, gamblang 🌙


Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Saat matahari terbit, Aku bersembunyi.. Aku baru diperjalanan ketika senja mengantar matahari pulang keperaduan.. Diperbatasan menjelang petang, aku pelan-pelan datang.. Kemudian petang datang dan gelap membentang.. Disitulah baru aku berpendar.. Tak jarang aku datang bersama bintang dan meteor untuk sempurnakan sinar.. Akulah bulan- yang sedikit berubah menjadi wulan.. Membantumu memandang keindahan ditengah kegelapan.. Mengistirahatkan kilau yang bisa membuatmu silau.. Akulah bulan- yang memberikan kenyamanan dalam sepi... Waktu dimana kamu harus menepi.. Untuk sekedar bermimpi.. *Wulan*