Speak Up? Siapa Takut! Yuk Berani Berbicara untuk Diri Sendiri dengan Bijaksana!

Apa Saja Kegiatannya? Kita Intip dan Terapkan Bersama Yuk!


“God, grant me the serenity to accept the things I cannot change,courage to change the things I can, and wisdom to know the difference.”


Advertisement

Penggalan kalimat berbahasa inggris di atas biasa disebut dengan “Serenity Prayer”. Doa tersebut selalu digaungkan oleh para pecandu yang sedang dalam tahap rehabilitasi. Hal ini dilakukan untuk membangun kembali kekuatan dan keberanian dalam diri mereka.

Tidak jauh dari pembahasan “serenity prayer” mengenai keberanian dan kebijaksanaan, disini pasti ada yang pernah merasa sulit untuk mengekspresikan diri atau speak up kepada orang lain. Terkadang rasa takut terhadap apa yang akan terjadi setelah kita mengungkapkan apa yang dirasakan sudah menghantui diri sebelum kita berhasil membicarakannya.

Jika kamu menghabiskan banyak waktu di sekitar orang yang membuat kamu merasa tertekan atau tidak nyaman, pada titik tertentu kamu mungkin akhirnya memutuskan bahwa lebih baik tetap diam tentang hal-hal yang sedang terjadi di hidup kamu. Dalam situasi tertentu kita masih bisa menyesuaikan, tapi sebagian besar kita juga tidak bisa menahannya. Apakah itu tanda kita harus mulai berani untuk mengungkapkan apa yang kita rasakan?

Advertisement


Mencoba mengetahui apakah akan lebih bijaksana untuk berbicara atau tetap diam?


Jika kamu adalah orang yang cenderung menahan perasaan untuk menghindari konflik atau agar terlihat baik-baik saja, dapat dipastikan bahwa kamu sebenernya perlu berbicara atau terbuka dengan orang-orang terdekat. Berikut tips-tips yang bisa dilakukan ketika kamu memilih untuk mengungkapkan apa yang sedang dirasakan.

Advertisement


1. Apakah ini waktu yang tepat?


Akankah ada cukup waktu untuk membahasnya dengan baik? Apakah kamu benar-benar akan mendapatkan perhatian penuh orang lain? Bagaimana kondisi mood orang yang akan mendengarkanmu? Kamu sendiri sedang dalam suasana hati seperti apa? Hal-hal tersebut perlu diperhatikan agar tidak ada salah paham yang terjadi ketika kamu berusaha untuk berbicara secara jujur.


2. Apakah orang ini akan benar-benar mendengarkanmu?


Kenali orang-orang di sekitar kamu dengan baik. Beberapa orang dalam hidup kamu mungkin akan bersedia mendengarkan, dan peduli tentang apa yang ingin kamu katakan. Tetapi jika tidak, kamu perlu mendapatkan suasana baru yang dikelilingi oleh orang-orang yang juga akan mendengarkanmu. Terkadang memang ada beberapa orang yang sulit menjadi pendengar yang baik di hidup kita. Orang-orang tersebut bisa jadi teman yang kurang sensitif, atau anggota keluarga yang kurang mendukung. Orang yang seperti di atas mungkin telah berulang kali menunjukkan bahwa mereka tidak akan menjadi pendengar yang baik bagi kamu dan tidak peduli. Bukan hal yang tepat untuk mengekspresikan diri kepada seseorang seperti ini, kecuali keadaan membuat kamu tidak punya pilihan lain. Simpan nafas dan energi emosional kamu dengan baik karena tenaga terlatih seperti konselor maupun psikolog, dapat membantu mengatasi situasi seperti ini.


3. Bagaimana agar kamu didengar ketika berbicara?


Ketika kamu adalah tipe orang yang mudah emosional sebaiknya kamu menunggu waktu yang lebih baik jika kamu sudah merasa tidak nyaman. Jika kamu mulai kesal selama percakapan yang berat, ambil waktu istirahat dan kembali lagi saat kamu sudah mulai tenang. Cobalah untuk mengembangkan keterampilan berbicara dengan tenang meskipun saat itu kamu benar-benar marah atau frustrasi tentang sesuatu. Akan lebih tepat untuk mengatakan kebenaran ketika kamu dalam kondisi tenang. Berbicaralah dengan nada suara yang dapat membantu kamu untuk didengar, dihormati, dan diterima dengan baik.

Ketahui Kebenaran yang Kamu Sampaikan

Sebelum berbicara atau mengungkapkan hal yang kamu rasakan, ketahui terlebih dahulu tentang apa yang perlu diungkapkan dan mengapa.


1. Perhatikan mood kamu ketika merasa kesal.


Tanyakan pada diri sendiri mengapa. Perjelas apa yang sedang mengganggu kamu saat itu dan mengapa perlu berbicara atau mengungkapkannya pada orang lain. Pikirkan bagaimana kamu bisa mengekspresikan hal tersebut secara efektif. Kemudian pilih waktu yang tepat.


2. Ketahui kapan kamu harus mengatakan tidak


Dalam situasi dimana kamu merasa tertekan untuk mengatakan ya, tetapi ingin mengatakan tidak, jelaskan apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Kamu tidak perlu memberi tahu alasannya kepada orang lain. Tetapi ketika kamu tahu mengapa harus mengatakan tidak, itu akan membantu kamu menemukan kekuatan dari dalam diri dan kalimat yang tepat.


3. Hargai emosi yang sedang kamu rasakan.


Jika kamu sering menekan emosi, perhatikan kebiasaan itu. Emosi apa yang kamu hindari atau sembunyikan? Berlatihlah mengetahui kebenaran emosi dan cara kamu menyembunyikannya dari orang lain. Adakah sesuatu yang kamu lewatkan karena ini? Bagaimana kamu menderita? Saat kamu sudah siap, dan situasinya mulai mendukung, mulailah memberi tahu orang-orang terdekat bagaimana perasaan kamu sebenarnya.


4. Mencari bantuan dan dukungan yang tepat


Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, seorang konselor atau psikolog yang baik bisa membantu dengan situasi seperti ini. Dengan mereka kamu dapat mengungkapkan apa yang sedang dirasakan dengan menyeluruh. Mereka dapat membantu kamu menguraikan bagaimana dan kapan menceritakan atau membicarakan hal tersebut dalam kehidupan nyata. Seorang teman atau mentor yang bijak juga dapat melakukan hal yang sama untuk membantumu.

Ketika kamu menghabiskan waktumu dengan berpura-pura dan bersembunyi, nantinya kamu akan merasa sangat canggung ketika mulai mencoba untuk mengungkapan atau berbicara tentang kebenaran. Dibutuhkan terlalu banyak energi untuk menyimpan banyak hal sendiri padahal sebenarnya kamu dapat berbagi dengan orang-orang terdekat. Dan akan sangat melegakan untuk menjadi diri sendiri, ketika kamu sudah menemukan keberanian dan kebijaksanaan untuk melakukannya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE