Istilah “toxic positivity” sekarang banyak dibicarakan oleh masyarakat. Sebenarnya apa sih makna dari toxic positivity itu sendiri? Dan mengapa hal ini dapat berdampak buruk terhadap keadaan mental seseorang?
Kita dapat mendefinisikan toxic positivity sebagai upaya yang berlebihan dan tidak efektif untuk tetap merasa bahagia, memaksaan diri untuk berpikir optimis di semua situasi. Banyak orang yang beranggapan bahwa kita perlu menjadi ‘tetap ceria dan berpikiran positif’ agar merasa bahagia, itu tidak sepenuhnya benar. Dengan pemikiran seperti ini maka kita akan berupaya untuk memanipulasi dan menekan perasaan sedih juga berusaha untuk menolak dan menerima emosi-emosi lain yang sebenarnya sangat wajar untuk dirasakan manusia. Itulah mengapa hal ini disebut toxic positivity atau racun dari pikiran optimisme yang berlebihan.
Toxic positivity tidak hanya berasal dari diri sendiri, namun juga dapat berasal dari tuntutan lingkungan sekitar. Terkadang ketika seseorang meminta semangat dan saran saat sedang merasa sedih, banyak dari kita yang langsung mengatakan kalimat-kalimat penyemangat yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan dan terkesan memaksa agar orang tersebut menghilangkan emosi negatif yang sedang dirasakannya, seperti:
“Sudah, masa begitu saja sedih, jangan menangis lagi”
“Tidak usah dipikirkan! Tetaplah bahagia”
“Aku saja bisa, masa kamu begini saja tidak bisa”dan banyak lagi.
Kata-kata seperti di atas terkadang malah membuat seseorang merasa lebih tertekan daripada merasa lega. Lalu bagaimana sih cara kita untuk menanggapi seseorang yang sedang merasa sedih tanpa menjadi toxic?
Daripada mengatakan “Tidak usah dipikirkan! Tetaplah bahagia” alangkah baiknya jika kita merubahnya menjadi “Coba ceritakan bagaimana perasaanmu, saya akan mendengarkan dan memantu jika kamu butuh bantuan.”
Lalu kita juga dapat mengganti kalimat “Aku saja bisa, masa kamu begini saja tidak bisa” dengan “Setiap orang memiliki kemampuan dan kapasitas yang berbeda-beda, tidak apa-apa.”
Sangat baik apabila kita menanyakan hal yang dapat kita lakukan untuk membantu orang lain dalam keadaan sulitnya tanpa harus membandingkan permasalahan mereka dan menghakimi mereka karena merasa sedih. Berikut ini adalah beberapa ekspresi umum dari pengalaman toxic positivity untuk membantu Anda mengenali toxic positivity dalam kehidupan sehari-hari:
- Menyembunyikan dan menutupi perasaan yang sebenarnya.
- Berusaha melanjutkan hidup dengan menghilangkan emosi negatif.
- Merasa bersalah karena merasakan apa yang kita rasakan.
- Tidak memvalidasi perasaan emosional yang sedang kita rasakan.
- Mempermalukan atau menghukum orang lain karena mengekspresikan perasaan negatif sepert frustasi dan kesedihan.
Ada banyak alasan mengapa toxic positivity tidak baik untuk kita, di antaranya adalah :
- Rasa malu. Seperti yang sudah saya katakan di atas, banyak orang yang khawatir dan merasa malu apabila terlihat sedih dan mrasa kesulitan, maka dari itu kebanyakan orang memilih untuk berpura-pura semuanya berjalan dengan baik.
- Emosi yang dipendam. Terdapat banyak studi psikologi yang memberitahu kita bahwa dengan menyembunyikan perasaan dan berusaha menyangkal emosi negatif dapat membuat kita stress, merasa cemas, depresi, dan bahkan penyakit fisik. Penting bagi kita untuk mengakui atau memvalidasi perasaan kita dan mencoba untuk mengungkapkannya dan mengatasinya dengan cara-cara yang sehat. Baik bagi kita apabila sudah mengetahui dan dapat memahami diri sendiri.
- Kehilangan koneksi dengan diri sendiri dan orang lain. Dengan menyangkal kebenaran kita dapat kehilangan koneksi dengan diri sendiri, sehingga sulit bagi orang lain untuk terhubung dan berhubungan dengan kita. Maka dari itu sangat penting untuk jujur tentang perasaan kita kepada diri sendiri maupun orang lain.
Dengan menerima emosi, baik negatif atau positif yang kita rasakan dapat membuat kita lebih memahami diri sendiri dan berusaha untuk mencari jalan keluar terhadap masalah yang kita hadapi. Kita juga akan mengetahui bagaimana cara mengontrol emosi.
Menurut Jennifer Howard Ph.D, nasihat untuk selalu berpikir positif atau membaca buku motivasi yang menyuruh untuk selalu positif thinking justru akan membuat seseorang merasa takut, sedih, sakit, dan merasa sendiri. Terus mencoba untuk selalu berpikir positif sehingga tidak realistis justru akan menjadi racun dan terasa palsu. Yang kita butuhkan ketika merasa sedih adalah semangat yang berbentu empati bukan toxic positivity.
Daripada memaksakan diri untuk tetap positif lebih baik apabila kita dapat mempertahankan keseimbangan dan menerima emosi baik dan buruk. Dan mari sama-sama menghindari sikap optimistik yang berlebihan dan mulai menerima berbagai emosi yang kita rasakan sebagai manusia.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”