Surat Terbuka untuk Suami Kebanggaan Keluarga yang Ditulis Sepenuh Hati

Tetap sebarkan energi optimisme demi Indonesia lebih terang dan biarkan cacian di luar sana. yang jelas, aku bangga!

Untukmu, Suami Tangguh Kebanggaan Keluarga.

Advertisement

 

Aku ingin sebentar saja menuangkan apa yang ada dalam hatiku belakangan ini,  lewat tulisan sederhana.

Kuharap kamu berkenan untuk membacanya.

Advertisement

Suami,

Ada satu kata yang paling ingin kuucapkan saat ini,

Advertisement

Terima kasih.

Terimakasih sudah pulang dengan selamat, kemarin.

Jujur saja, insiden Blackout di hari Minggu yang memadamkan Ibukota dan sebagian besar wilayah jawa barat, masih menyisakan kekhawatiran di hatiku. Hari itu, matahari masih begitu terik saat pemadaman listrik terjadi tiba-tiba, dan kita sama-sama tidak tahu ada apa sebenarnya.

Raut mukamu mendadak tegang tatkala mendapat on call siang itu, lalu buru-buru untuk berangkat ke unit. Aku mengantarmu sampai depan pagar, memberikan semangat terbaik yang kubisa, lalu menenangkanmu bahwa gangguan ini akan teratasi dengan mudah.

Meskipun perasaanku berkecamuk mengkhawatirkanmu, aku tetap memasang senyum paling manis yang kupunya. Menjelang sore masih tidak ada kabar darimu. Pemadaman tentu saja merambah ranah jaringan telekomunikasi, menyebabkan sinyal susah sekali didapat.

Sementara orang-orang di luar sana masih sibuk menerka-nerka penyebab listrik padam, sementara mereka masih sibuk bertanya-tanya kapan listrik akan menyala, aku masih sibuk mengkhawatirkanmu, untuk kesekian kalinya.

Bukan tanpa sebab, tapi karena aku tau pekerjaanmu untuk memulihkan sistem kelistrikan dan menormalkan pembangkit listrik jawa bali itu penuh akan resiko berbahaya. Hari sudah larut saat berpuluh SMS dan Whatsapp darimu masuk secara bersamaan. Tak kusangka ternyata kamu juga mengkhawatirkan keadaanku, disela-sela pekerjaanmu.

Terima kasih karena sudah mengkhawatirkan keluarga kecilmu di rumah, bahkan saat kondisimu jauh lebih mengkhawatirkan.

Kamu juga memberi kabar bahwa kemungkinan malam itu tidak pulang, karena pekerjaan di unit masih harus dilakukan sampai sistem listrik kembali normal.  Apalagi tempatmu bekerja merupakan salah satu pembangkit yang harus menopang pasokan listrik yang sedang down malam itu. Esok paginya saat kudapati mukamu yang lusuh tersenyum di balik pintu, aku benar-benar lega.

Terima kasih untuk pulang dengan selamat, ditambah bonus senyuman yang begitu hangat.

Aku meraba seragam kotormu yang ternyata basah. Saat kutanya, kamu bilang bekas keringat semalam. Katamu, pekerjaan yang cukup banyak dan berat membuat banyak peluh membasahi seragam itu. Sementara angin berhasil mengeringkannya, pekerjaanmu yang lain membuatnya kembali basah.

Ah, dadaku berdesir. tak ada yang bisa kulakukan saat itu selain memelukmu penuh haru. Terima kasih, sekali lagi.

Untuk bekerja dengan ikhlas tidak hanya demi keluarga, tapi juga demi Indonesia agar kembali terang. Untuk totalitasmu yang tanpa batas, walau tak sempat istirahat.

Saat listrik sudah kembali hidup, saat media sosial bisa kembali diakses, aku malah mendapati kenyataan pahit tersiar dalam berita. Begitu banyak pihak-pihak yang menyudutkan profesimu karna kejadian listrik padam kemarin. Tenaga pembangkit turut dimaki karena listrik mati. Beragam berita yang simpang siur malah menggiring opini miring di masyarakat. Banyak orang berprasangka jahat,  banyak yang tidak tahu menjadi sok tahu.

Aku tidak mengharap profesimu dipuji saat listrik hidup, tapi aku tidak menyana profesimu akan di caci saat listrik mati.

Bahkan sampai hari ini, masih terbaca jelas hujatan kasar dari sebagian orang di media sosial.

Masih kujumpai disana-sini cacian tanpa dasar yang tak bermoral. Seolah tenaga kelistrikan di Indonesia tidak becus karena menyebabkan pemadaman 12 jam. Seolah uang yang mereka bayarkan tiap bulannya sudah cukup besar untuk menjamin listrik tetap hidup tanpa sedikitpun ada gangguan.

Bahkan pihak PLN sendiri pun tak ingin ada gangguan. Bahkan pihak PLN pun sudah mengoptimalkan kinerjanya agar listrik di Indonesia tetap normal. Tapi adanya musibah, siapa yang tahu?

Bukankah lebih baik untuk saling mendoakan?

Agar gangguan cepat teratasi, agar tenaga kelistrikan selamat sehingga listrik bisa normal kembali. Aku tidak terlalu paham masalah teknis kelistrikan, aku juga tidak paham dengan rumor yang menimbulkan konspirasi perihal sebab listrik padam.

Yang kutahu, suamiku ada di lapangan turut serta mengupayakan pengoptimalan jaringan listrik seharian. Yang kutahu, suamiku turut serta bekerja keras agar listrik segera pulih semalam. Katamu, biarlah. Abaikan saja. Tidak perlu marah menyikapinya, hanya buang-buang tenaga.

Jalani dengan ikhlas, Allah sang Maha pasti melihat segalanya.

Terima kasih, karena energi positifmu berhasil meredam amarahku yang membuncah.

Berkah, berkah, berkah.

Semoga kerja kerasmu berbuah berkah.

Semoga lelahmu menjadi lillah.

Semoga keikhlasanmu mendapatkan ganti yang lebih baik kelak di akhirat sana.

Suami,

Yang bisa kulakukan adalah memberi semangat dan dukungan, semoga segalanya berjalan lancar. Pun aku akan senantiasa mendoakan, agar Allah selalu melindungimu dalam bekerja dan agar langkahmu selalu diridhoi oleh-Nya.

Terima kasih, sudah menjadi suami tangguh kebanggan keluarga.

 

 

                                                                        Dari aku, istrimu yang bangga.

 

Ditulis oleh salah satu istri pegawai Pembangkitan Jawa Bali, dengan sepenuh hati.

 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Jangan terlalu muluk - muluk menilaiku. Anggap saja sedang menikmati secangkir cappucino panas selagi hujan. iya, hanya sesederhana itu , tapi menenangkan bukan ?

CLOSE