Tempatkan Pikiran Kita dengan Tepat Agar Terhindar dari Kebahagiaan Semu

Pertama apa itu menyenangkan? Apa itu ada hubungannya dengan uang? Pandangan orang? Atau terbebas dari masalah?

Advertisement

Uang

"Kenapa? Bukannya uang itu dapat menciptakan kebahagiaan?" Mmh, yah bisa!! Tapi dari uangpun ada hal yang mengiringinya. Seperti kegelisahan, ketakutan, dan meresa lebih tinggi.

Kegelisahan dan ketakutan

Advertisement

Dari uang kita akan was-was bahwa perusahaan kita akan bangkrut. Tak ada investor yang akan membantu. Hutang menumpuk, lalu menjadi miskin. Semakin kita mendapatkan uang, semakin pikiran kita terbebandi olehnya. (Disini saya tidak bermaksud menakuti atau menghalangi dari tujuan mendapatkan uang yang banyak, lihatlah keseluruhan pointnya). Dari pikiran yang menumpuk kita akan gelisah serta takut melakukan kesalahan dan kehilangan uang kita.

Merasa lebih tinggi (Tunggu dulu jangan naik pitam. Tentu tidak semuanya tapi sebagian atau mungkin kebanyakan).

Advertisement

Dari uang kita dapat menjadi berpikiran derajat kita lebih tinggi . Mmh, kelihatannya seperti pemikiran yang dangkal, tapi coba pikirkan. Anggaplah Anda adalah seorang pedagang makanan keliling dari kampung ke kampung. Dan sekarang Anda melihat beberapa orang seperti Anda, menjual baik mainan untuk anak SD, pedagang bakso keliling, dan penjual jasa sol sepatu keliling. Apa yang akan kita pikirkan? Kita akan berpikir mereka adalah orang-orang yang sama seperti Anda, menjual barang, jasa atau makan keliling. Nasib mereka kurang lebih sama seperti Anda, dari segi penghasilan, keringat yang mengucur, dan menahan malu dari orang-orang. Dan tak terbayang seberapa malunya ketika kita dilihat oleh teman-teman seangkatan, yang mana teman kita sudah sukses dengan perkerjaannya, kita malah berjualan keliling.

Ok, sudah cukup sampai di sini. Sekarang kita bayangkan kita adalah seorang CEO dari perusahaan besar. Ketika kita melihat orang-orang yang berjualan keliling, kita secara sadar maupun/ataupun tidak sadar, kita akan melihat lv/kasta mereka berada di bawah kita. Dari sini dibagi beberapa keputusan yang diambil. Pertama kita akan melihat mereka dan tidak peduli (apatis), dan kedua kita akan melihat mereka dengan rasa kasihan dan membantu mereka. Dari kedua macam putusan ini, ada kesamaannya. Apa itu? Yaitu putusan kesatu dan kedua melihat mereka memiliki lv dibawah. (Lah kok, yang melihat dengan rasa kasihan disamakan?)

Ok, saya tahu apa yang kau maksud. Itu karena dari putusan untuk melihatnya dengan rasa kasihan, secara tidak langsung sudah menilai mereka ada di bawah kita. Tentu yang melihatnya dan memilih putusan untuk tidak peduli jauh lebih buruk. Bukan berarti melihat orang dengan kasihan adalah suatu kesalahan.

Dari segi keuangan kita memiliki lvnya masing-masing, namun dari segi manusia tidak ada yang namanya lv/kasta. Maksud yang saya ingin sampaikan adalah orang akan melihat orang dengan lv keuangan yang berbeda, pandangan ini tidak salah, yang salah adalah ketika kita melihat orang yang lv keuangan yang lebih rendah dari kita. Kita justru melihat mereka dengan hina, berpikir mereka kurang usaha, malas-malasan dan sebagainya, tanpa melihat sudut pandang yang lain. Inilah yang salah kita melihat mereka dengan lv manusia yang lebih rendah dari kita, kita lantas menghardik mereka dengan pandangan negatif, tanpa membantu mereka seperti yang putusan kedua lakukan. Putusan kedua bertindak benar, melihat mereka dengan lv keuangan dibawahnya. Tanpa melihat lv manusia dibawahnya.

Uang bukanlah pembuat kebahagiaan, pandangan ini muncul karena kita melihat banyak hal yang dibeli oleh uang. Dan memunculkan logika seperti ini:

Memenuhi keinginan = Kebahagian

Kita terdoktrin pada pandangan seperti ini. Padahal kebahagiaan adalah:

Menerima apa yang ada = Kebahagiaan

Bukan berarti pasrah adalah menerima apa yang ada, jelas itu logika yang salah. Menerima apa yang ada, adalah ketika kita bersyukur terhadap apa yang kita miliki.

Pandangan Orang

"Mmh iya, masalah uang aku setuju. Tapi bagaimana dengan pandangan orang bukankah itu penting? Kita tidak akan bahagia jika pandangan orang buruk terhadap kita, dan sebaliknya kita akan bahagia jika pandangan orang baik terhadap kita." Ok kita hidup di dunia yang dihuni miliaran orang yang berbeda pendapat, yang mempunyai pemikirannya masing-masing terhadap suatu hal. Tentu ada pro dan kontra. Ada yang setuju dan tidak. Kita tidak bisa mengharapkan miliaran orang tersebut berpikiran sama dengan kita, atau setuju dengan kita.

Jika mengharapkan pendapat orang, kita justru akan merasa gelisah. Kepana? Kita akan khawatir pandangan orang yang kontra, hal buruk yang selama ini kita pikirkan akan berbalik kepada kita, Kita akan merasa tak dapat hidup dengan tenang. Dari sini saja dapat disimpulkan pandangan orang bukanlah kebahagiaankan?

Kita akan membahas hal ini lebih lanjut. Dari pandangan orang akan menghasilkan yang namanya kesenangan, kesediahan, keberanian, ketakutan. Mendapatkan stimulus dan menciptakan respon. Stimulus yang didapat bisa saja baik ataupun buruk, dan menciptakan respon yang baik maupun buruk.

Ada cerita seperti ini. Seorang artis seni rupa, yang men-share lukisannya ke suatu social media. Pada hari pertama dia mendapat pujian karena lukisannya indah, lantas si artis merasa senang. Keesokan harinya ada beberapa orang yang mengatakan tema lukisannya monoton, temanya sama dengan lukisan-lukisan yang dibagikan beberapa waktu lalu. Warnanya terlalu plain, tidak fullcolor, bertolak belakang dengan tema, dan membandingkannya dengan artis-artis lainnya, yang lukisannya jauh lebih bagus darinya. Dari pendapat ini si artis merasa sedih, dan ketakutan akan ada pendapat lain yang kontra. Dia tidak membuka sosial medianya beberapa hari, dan dalam beberapa hari tersebut dia tidak produktif, tak membuat karya-karya yang biasa dia buat rutin.

Cerita kedua. Ada pengguna social media, seorang anak SMA. Dia membuat status, menuangkan pendapatnya, pengalamannya, dan pengakuannya ke teman-temannya. Lalu ada yang setuju dengannya, ada yang tidak setuju dengannya, bahkan mencelanya dengan kalimat kasar. Anak SMA tersebut tidak bergeming dengan pendapat-pendapat yang ada, dia hanya berniat membuat status yang berdasarkan pengalamannya, tidak peduli dengan pro dan kontra. Dia malah membuat komen untuk lanjutan dari statusnya tanpa merasa khawatir atau gelisah oleh pendapat orang.

Dari kedua pengalam tersebut kira-kira apa bedanya? Yah, si artis terlalu peduli dengan pendapat orang. Dia senang ketika ada yang memujinya, dan sedih ketika ada yang menghinanya. Lalu si anak SMA tak peduli dengan pendapat orang. Dia tidak merasa senang ketiika ada yang memujinya, dan tidak sedih ketika ada yang menghinanya. Dari kedua cerita ini, yang menjadi kesalahan adalah respon dari stimulus tersebut. Si artis membuat pola seperti ini:

Jika dipuji (stimulus) maka akan "Senang" (respon), Jika dihina (stimulus) maka akan "sedih" (respon).

Sedangkan anak SMA seperti ini:

Jika dipuji (stimulus) maka "Tak apa-apa" (respon), Jika dihina (stimulus) maka "tak apa apa" (respon).

Pola pikir seperti si artislah yang membuat tidak bahagia. Karena dipuji bukan berarti kita harus senang, hal tersebut membuat kita akan merasa melayang senang, lalu membuat candu dipuji. Ketika terjadi candu maka akan menimbulkan ketergantungan, lalu jika tidak ada pujian walau tidak ada hinaan dia akan merasa sedih. Karena ada hinaan bukan berarti kita harus sedih. Belum tentu pendapat yang dilontarkannya adalah benar, jika benarpun kita jangan lantas bersedih, kita perbaiki kesalahan dan menjadi orang yang lebih baik, orang hebat ada karena melakukan banyak kesalahan. Yang jadi pilihan apakah kita akan meyerah atau memperbaiki kesalahan.

Dan pola pikir seperti anak SMA merupakan pola pikir yang bagus. Dia tidak akan melayang karena pujiaan, dan terpuruk karena hinaan. Orang hebat, ketika dia mendapatkan pujian dan hinaan perasaan yang didapatnya adalah sama yaitu "Tak apa apa" (respon). Pada saat orang sudah mendapatkan pola pikir dan hati seperti ini, orang tersebut akan menjadi lebih baik secara konsisten (dengan melihat pendapat orang secara objektif, tanpa diselimuti perasaan yang sensitif), tanpa ada penurunan yang signifikan (dari orang-orang yang memberi stimulus, baik positif atau/dan negatif).

Kebahagiaan bukan karena pandangan orang. Tetapi ketika kita bisa merespon pendapat dari orang-orang dengan tenang tanpa memasukannya kedalam hati. Dan tetapi mengabil makna dari pendapat yang ada.

Mungkin akan sulit untuk menciptakan pola pikir dan hati "Tak apa apa" untuk pujian maupun hinaan. Namun ketika sudah mendapatkan pola pikir dan hati seperti ini, kita akan mempunyai ability tegar dalam menerima pandangan dari dunia ini, dan mendapatkan kebahagiaan secara konsisten.

Terbebas dari Masalah

"Lalu bagaimana dengan tak memiliki masalah? Dengan tak memiliki masalah tentu akan membuat bahagiakan? Tentu akan begitukan?" Kelihatannya akan seperti itu tapi, tidak bahagia bukan hanya karena masalah. Yang menjadi akar kenapa kita tidak bahagia adalah "PIKIRAN KITA". Yah, pikiran kitalah penyebabnya. Kita berusaha mati-matian "Berpikir" untuk menjadi bahagia, tapi sebenarnya kebahagiaan sendiri ada di "Pikiran" kita. Cara untuk bahagia adalah dengan men-setting pikiran kita. Banyak sekali doktrin yang disodorkan ketika kita kecil, contohnya, banyak uang membuat bahagia. Mempunyai jabatan tinggi membuat bahagia. Mobil, rumah, kekuasaan, barang-barang bermerek. Sudah terlalu banyak kita terdoktrin hal yang kebenarannya masih abu-abu.

Kita membenarkannya karena banyak orang juga membenarkan. Juga karena kita waktu kecil tidak bisa berpikir kritis. Waktu masa anak-anak, kita hanya berpegang pada prinsip karena banyak orang membenarkannya tentulah benar. Karena orang tua yang memberitahu tentulah benar, karena itu sudah dipandang umum tentulah benar. Terbawa sampai dewasa, dan menjadi pondasi pikiran kita.

Masalah sendiri, merupakan bagian dari kehidupan. Kita memiliki banyak masalah karena kita hidup. Dalam masalah tersebut, dapat dibagi dua, ada masalah positif dan negatif. Contoh masalah positif, kita mendaftar pada universitas ternama lalu kita diterima, dibalik hal menggembirakan karena diterima di universitas ternama, ada juga masalah yang menghampiri. Pada hari pertama kuliah saya pakai baju apa, ya? Jika kita sering terlambat saya akan mendapat sanksi apa? Apa jurusan yang kita ambil sudah tepat? Pasti disana persaingannya ketatkan? Saya tidak suka dosen ini! Dari satu masalah menimbulkan masalah lainnya.

Lalu seperti banyak orang tahu, contoh masalah negatif. Kita terjerat masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme! Tertangkap membawa narkoba! Kekerasan! Pencemaran nama baik! Masalah tentu akan membawa ketidak bahagiaan. Tapi akar masalahnya bukan itu, yang menyebabkan kita tidak bahagia pikiran kita, bahkan jika masalah itu adalah masalah negatif, kita masih bisa bahagia dengan mengubah cara pikir kita. Dari penjara adalah hal yang menakutkan dan menyiksa. Menjadi, dipenjara adalah hal yang baik dan menjadi pelajaran untuk kita agar lebih baik kedapannya. Dengan pola pikir seperti ini maka kita bisa bahagia karenanya, atau setidaknya lebih baik dari pikiran sebelumnya (Karena dipenjara jelas bukan hal yang baik, maka jangan men-setting pikiran kita kesana dengan tujuan meremehkan yang namannya penjara. Tapi setingglah pikiran kita, jika sudah terlanjur ada dipenjara wkwk).

Setting-lah dengan benar pikiran kita

Jika kita ingin bahagia, maka ubahlah cara pandang kita. Dari bahagia itu uang, ke bahagia itu ada karena bersyukur. Dari bahagia itu ada dari pandangan orang, ke bahagia itu ada karena tidak sensitif terhadap komentar orang, dengan mengambil manfaat dari komentarnya.

Bayangkan jika kita tak memiliki masalah baik negatif maupun positif, akan ada hal yang mengiringinya seperti kebosanan karena hal monoton terus terjadi, disebabkan karena tidak terjadi masalah, di sini terjadi kebosanan karena, pola pikir kita mengatakan jika tidak ada masalah maka apa serunya hidup.

Walau hidup sengsara dan banyak masalah, kita masih bisa bahagia dengan mengubah pola pikir kita menjadi, Karena saya hidup sengsara maka diwaktu ketika saya sukses, saya akan jauh, jauh lebih bahagia dibandingkan orang yang tidak mengalami penderitaan seperti saya. Dan juga, karena saya mengalami hidup yang cukup menderita maka saya bisa menjalani proses untuk memperbaiki hidup dengan jelas dan menyenangkan.

Kita harus men-setting pikiran kita dengan benar dan tepat. Ada saatnya kita setting pikiran dengan inspirasi, motivasi, penuh semangat, dan selalu optimis, dengan tujuan menjalani dan membuat hidup yang lebih baik. Ada saatnya kita harus berpikiran kritis terhadap suatu hal, misalnya politik, sosial, dan budaya, dengan maksud terhindar dari sesuatu yang keliru baik dari idiologi, sifat, dan pemikiran.

Memang benar uang, pandangan orang, dan terlepas dari masalah bisa membuat kita bahagia. Tetapi sejatinya bukan itu yang membuat kita bahagia, yang membuat kita bahagia adalah pikiran kita yang men-setting dengan mendapatkan uang, pandangan positif dari orang-orang, dan terlepas dari masalah kita dapat bahagia (walaupun hanya sementara). Kenapa sementara? Karena bentuk pikiran ini tidak visioner. Asal dapat mencapai tujuan ini kita akan kehilangan impian kita yang selama ini kita susun. Jika ingin bahagia degan seluruhnya. Buatlah pola pikiran yang membuat kita bahagia pada saat proses, mencapai tujuan, dan setelah mencapainya.

Itulah kenapa hidup serasa tidak bahagia/menyenangkan. Karena kita tidak men-setting pikiran kita dengan benar, dan/atau tidak menempatkan pikiran kita dengan tepat.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE