Suatu waktu ketika baru bangun tidur, aku menuju dapur mengambil secangkir air putih. Di sana ternyata sudah ada mamaku. Sibuk memasak dan menyiapkan sarapan untuk keluarga. Selesai meminum air putih, aku menoleh ke samping. Mamaku menghampiri dan berdiri tepat di sebelahku.
Mamaku berkata, “Nak, ternyata kamu sekarang jauh lebih tinggi dari Mama ya. Tidak terasa kamu sudah tumbuh semakin besar.” Mamaku merapatkan bahunya ke bahuku untuk membuktikan kalau badanku memang jauh lebih tinggi. Biasalah, cara cepat yang digunakan banyak orang membandingkan ukuran tinggi badan antara satu orang dengan yang lainnya.
“Sepertinya kamu sudah lebih tinggi sekitar 10 cm dari Mama,” lanjutnya. Sejak saat itu, aku makin menyadari kalau tubuhku memang sudah berubah dan semakin tinggi. Aku bukan yang dulu lagi, sekarang telah beranjak remaja.
Memang akhir-akhir ini aku sudah jarang memperhatikan pertumbuhan tinggi badan. Semenjak pandemi COVID-19, aku banyak menghabiskan waktu di rumah. Selain belajar, bermain bersama adik, aku pergi berolahraga di taman yang tidak jauh dari rumah.
Tentu berbeda ketika masih bertemu dengan teman-teman satu sekolah secara langsung. Aku masih sering memperhatikan tinggi badanku. Alasannya karena semua teman-teman satu sekolahku badannya jauh lebih tinggi. Alhasil, tidak jarang aku merasa minder dengan tubuhku yang lebih pendek, terutama ketika berjalan bersama mereka.
Semenjak kelas 9 SMP, ketika pembelajaran daring masih berlangsung, tanpa aku sadari badan semakin tinggi saja. Terutama ketika ibuku menyampaikannya. Tentu aku sangat bahagia dengan keadaan ini.
Untuk urusan tinggi badan, papaku memang pernah menasehati agar tidak terlalu khawatir dengan tinggi badan dan tidak perlu minder. Papaku bilang, “Suatu waktu badanmu pasti tinggi. Ketika beranjak remaja, perubahanmu pasti terjadi. Sama halnya seperti Papa, dulu termasuk siswa terpendek di kelas. Tetapi menjelang akhir SMP, badan Papa berubah. Bahkan ketika masa SMA, badan Papa termasuk yang paling tinggi di sekolah.”
Nah, selain badanku yang semakin tinggi, ternyata ada hal lain yang berbeda dengan diriku yakni suaraku. Dulu suaraku masih kekanak-kanakan. Tetapi kata beberapa orang sudah mulai nge-bass.
Untuk urusan suara, yang paling sering menyadarkanku adalah saudara-saudara dari mamaku. Ketika mereka video call dengan mamaku, tidak jarang aku diajak mama 'nimbrung' untuk bercerita. Mereka pernah terkaget-kaget dengan perubahan suaraku. Mereka mendengar hal yang berbeda dengan suaraku ketika kami pulang kampung saat itu, tepatnya sebelum pandemi COVID-19 merebak.
Selain hal di atas, aku mencoba mencermati perubahan-perubahan lainnya selain fisik dan suaraku. Ternyata, aspek emosi juga ada perubahan. Aku merasa belakangan ini lebih mudah protes dan berontak kalau ada sesuatu yang tidak sesuai keinginanku.
Nah, kalau bicara tentang perubahan-perubahan yang aku sebutkan di atas, aku jadi ingat kembali masa sekolah dasar atau tepatnya ketika kelas enam. Saat itu guru mulai menjelaskan pada kami tentang perubahan diri seseorang, terutama peralihan dari masa anak-anak menjadi remaja.
Guru mengajarkan kami tentang perubahan ciri-ciri fisik yang timbul saat peralihan dari anak-anak menjadi remaja. Untuk laki-laki sepertiku, selain badan yang semakin tinggi dan suara yang berbeda, otot-otot yang semakin membesar dan bagian dada melebar, wajah mulai berjerawat, kumis mulai tumbuh, bulu-bulu tumbuh pada area tertentu, juga perubahan pada organ reproduksi.
Sedangkan ciri-ciri perilaku yang timbul masa peralihan tersebut, seseorang akan memperhatikan penampilan, mulai ada ketertarikan dengan lawan jenis, senang bergaul dengan teman sebaya atau nge-gang, mulai suka protes dan berontak, dan cara berpikirnya berkembang sehingga tidak seperti anak-anak lagi dan mulai memikirkan masa depan.
Untuk itu, guru kami mulai mengajarkan kami juga bagaimana menyikapi masa tersebut. Perlu memperhatikan banyak hal secara detail. Diantaranya menjaga kesehatan reproduksi dengan memperhatikan kebersihannya, harus berpikir positif dan terus berkarya, memperhatikan pergaulan agar tidak mudah terpengaruh, serta menghormati dan sopan terhadap lawan jenis.
Untuk menjaga pikiran agar tetap positif tentu dengan membaca dan menonton hal-hal yang baik serta menghindari bacaan dan tontonan yang tidak pantas. Kemudian mendengar dan membicarakan hal-hal yang berguna serta menjauhkan diri dari berbagai gosip, dan masih banyak lagi.
Saat itu memang aku masih bingung dengan materi yang diajarkan guru tentang perubahan dari masa anak-anak menjadi remaja. Tetapi ketika mulai mengalami hal tersebut, baik perubahan fisik, perilaku, dan organ reproduksi, maka aku semakin mengerti hal yang dimaksudkan. Dengan demikian, aku pun tidak kaget dengan perubahan-perubahan yang kualami saat ini.
Menurut aku pribadi, pendidikan tentang hal ini harus diberikan sedini mungkin kepada anak-anak yang akan mengalami peralihan menuju remaja. Sehingga setiap orang dapat mengerti setiap perubahan yang terjadi dalam dirinya, menghargai dan menyikapi setiap perubahan, dan bertanggung jawab dengan perubahan tersebut.
Hal yang tidak boleh diabaikan adalah peran orang-orang yang di sekitar seperti orang tua, guru, dan orang yang lebih dewasa yang dapat membimbing anak-anak dengan benar. Penting untuk tidak menganggap tabu untuk membicarakan yang berhubungan dengan reproduksi tentu selagi hal itu dilakukan dalam konteks pendidikan sehingga anak-anak akan mendapatkan informasi yang tepat dan benar. Dengan demikian, anak-anak yang beralih menjadi remaja tidak akan mencari informasi dari sumber yang keliru.
Itu sebagian pengalamanku tentang perubahan dalam diri masa anak yang menuju remaja. Untuk itu, kala diriku berubah menjadi remaja, saat itu aku harus semakin bertanggung jawab dengan diriku.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”