Ternyata Self-Esteem Dapat Jadi Salah Satu Penyebab Prokrastinasi, Kok Bisa?

Bagaimana bisa self-esteem menjadi salah satu penyebabnya ya?

Pernahkah kalian merasa seperti tidak ingin mengerjakan sesuatu padahal kalian memiliki banyak deadline pekerjaan dan tugas? Kalian merasa bahwa belum waktunya untuk menyentuh pekerjaan tersebut, dan merasa bahwa ini bukan waktu yang tepat untuk mengerjakannya. Kemudian kalian pun melakukan banyak hal remeh temeh hanya untuk menunda mengerjakan pekerjaan tersebut, seperti membuat teh, memasak mi, membuat playlist lagu, menonton youtube, dan banyak hal lainnya yang menghabiskan waktu.

Advertisement

Atau, adakah dari kalian yang merasa bahwa otak kalian lebih bisa berfungsi dengan optimal dibawah tekanan? Nah, inilah yang disebut prokrastinasi. Apa itu prokrastinasi? Mengapa kita melakukannya? Apa itu self-esteem dan bagaimana hal tersebut bisa berhubungan dengan prokrastinasi? Dan bagaimana mengatasinya?

Menurut Solomon dan Rothblum (1984), prokrastinasi merupakan kecenderungan seseorang untuk menunda-nunda pekerjaan dengan melakukan kegiatan tidak berguna yang sama sekali tidak berhubungan dengan pekerjaannya, sehingga menyebabkan pekerjaan tersebut tidak selesai tepat waktu. Penundaan pekerjaan ini dilakukan secara sukarela atau sengaja oleh individu tersebut, dengan keadaan dimana individu tersebut mengetahui bahwa tindakannya akan menimbulkan beberapa konsekuensi (Steel, 2010).

Mereka yang melakukan prokrastinasi sering kali menunda-nunda pekerjaan karena menganggap hal itu masih belum menjadi prioritasnya. Sehingga apa yang seharusnya bisa dikerjakan hari ini menjadi tertunda dan waktunya terbuang sia-sia.

Advertisement

Banyak orang menganggap bahwa prokrastinasi bukanlah sesuatu yang serius dan perlu untuk ditindaklanjuti, bahkan beberapa dari mereka tidak sadar bahwa ia sedang berprokrastinasi. Padahal, jika hal ini dilakukan secara berkelanjutan maka akan menimbulkan beberapa konsekuensi yang dapat merugikan diri sendiri. Seperti pekerjaan menjadi tidak selesai tepat waktu, adanya kecemasan saat mengerjakan dengan tenggat waktu yang mepet yang berujung pada hasil yang tidak maksimal. Sayang, bukan? Sesuatu yang seharusnya bisa diselesaikan dengan maksimal menjadi tidak optimal dikarenakan sedikitnya waktu dan kecemasan dari diri sendiri, potensi yang ada pada diri pun menjadi terpendam dan tidak dapat dieksplorasi secara maksimal.

Burka dan Yuen (1983) menyatakan bahwa prokrastinasi merupakan salah satu output dari ketakutan terpendam akan terjadinya konflik sehingga menyebabkan mereka cenderung menghindari kegiatan yang membuat mereka berhadapan dengan perasaan menyakitkan dan masalah yang tidak terselesaikan. Prokrastinasi merepresentasikan ketidakmampuan individu untuk menentukan prioritas mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus menjadi tanggung jawabnya. (Milgram 1988). Dari kedua penjelasan tersebut, maka perlu diketahui bahwa banyak sekali faktor pemicu seorang individu melakukan prokrastinasi, salah satunya berkaitan dengan self-esteem. Agar tidak menimbulkan judgemental terhadap mereka yang melakukan prokrastinasi, maka perlu untuk memahami faktor yang menyebabkan perilaku prokrastinasi.

Advertisement

Bagaimana self-esteem bisa berhubungan dengan prokrastinasi? Sebelumnya, mari kita telaah mengenai apa itu self-esteem. Self-esteem merupakan evaluasi keseluruhan dari seorang inidividu mengenai dirinya sendiri (Gecas 1982; Rosenberg 1990). Self-esteem terdiri dari dua dimensi yaitu kompetensi dan kelayakan. Dimana kompetensi merujuk kepada bagaimana individu melihat dirinya sebagai orang yang berkemampuan dam memiliki efikasi diri. Sedangkan kelayakan merujuk pada keadaan dimana individu merasa bahwa dirinya berharga (Cast dan Burke, 2002). Self-esteem memegang peran penting dalam membentuk perilaku seseorang karena ia memengaruhi bagaimana cara seseorang berpikir, bagaimana ia mengelola emosinya, bagaimana cara ia mengambil keputusan, dan bagaimana ia menentukan tujuan hidupnya.

Sebuah riset yang dilakukan oleh Djamahar pada 48 mahasiswa tingkat akhir jurusan biologi Universitas Negeri Jakarta yang tidak lulus tepat waktu karena menunda skripsi menunjukkan bahwa 32 orang memiliki self-esteem yang menengah dan 16 orang memiliki self-esteem yang tinggi. Kemudian ditinjau dari keadaan emosi yang buruk, lima orang merasa bahwa keadaan emosinya sangat buruk, sembilan orang merasa bahwa keadaan emosi buruknya dalam taraf cukup, dan 34 orang merasa bahwa keadaan emosi buruknya dalam taraf normal.

Dari riset tersebut dapat terlihat korelasi antara self-esteem dengan prokrastinasi, dimana lebih dari separuh responden memiliki self-esteem yang tidak tinggi sehingga mereka cenderung menunda pengerjaan skripsinya. Dan 14 dari mereka memiliki keadaan emosi yang buruk dikarenakan rendahnya self-esteem itu sendiri.

Individu yang memiliki self-esteem yang tinggi akan merasa bahwa ia mampu untuk menghadapi tantangan yang ada di hidupnya dan cenderung lebih mampu untuk mengontrol emosinya. Mereka juga cenderung lebih mampu dalam mengatasi tekanan-tekanan yang datang dan memiliki kemampuan coping stres yang cukup baik. Sebaliknya, mereka yang memiliki self-esteem yang rendah akan merasa bahwa dirinya tidak mampu dalam menghadapi tantangan yang akan terjadi kedepannya dan takut akan kegagalan yang menyebabkan mereka menghindari pekerjaan tersebut dikarenakan ia tidak yakin akan dirinya sendiri. Pikiran-pikiran mengenai apakah ia bisa menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan sempurna, atau apakah pekerjaan yang ia selesaikan akan sesuai dengan ekspektasi orang lain akan sering bermunculan bagi mereka yang memiliki self-esteem rendah.

Self-esteem sangat berhubungan dengan berbagai macam emosi yang muncul dalam diri seseorang, bahkan bisa berhubungan dengan penyakit mental seperti gangguan kecemasan dan depresi. Dengan rendahnya self-esteem yang akhirnya memengaruhi keadaan emosi seseorang menjadi lebih buruk seperti adanya kecemasan bahwa dirinya tidak memiliki kapabilitas, ketidakmampuan dalam menghadapi stres, menyalahkan diri ssendiri dan orang lain, hal ini dapat membuat mereka cenderung melakukan prokrastinasi. Seseorang yang tidak bisa mengontrol emosinya akan cenderung menjadi prokrastinator. Akar emosional dari prokrastinasi mencakup perasaan batin, ketakutan, memori, mimpi, keraguan, dan tekanan. Banyak dari mereka yang berada di keadaan emosi yang buruk akan menghindari perasaan tidak nyaman, salah satunya dengan melakukan prokrastinasi.

Paparan diatas mengenai self-esteem merupakan salah satu dari faktor-faktor yang menyebabkan prokrastinasi. Masih banyak akar-akar lainnya yang perlu ditinjau ulang dalam memahami prokrastinasi lebih lanjut, seperti ketidakmampuan dalam manajemen waktu, keadaan keluarga, hingga keadaan dengan lingkungan sekitar. Prokrastinasi dapat terjadi pada siapapun, pada jenjang dan pada kalangan apapun. Maka dari itu, perlu bagi kita untuk memahami dan mencoba untuk meregulasi emosi dalam diri, serta meningkatkan self-esteem agar terhindar dari prokrastinasi.

Bagaimana caranya? Pertama dengan merubah cara pandang terhadap realita dan mencoba melihat sisi positif dari semua kejadian, kemudian asosiasikan diri dengan vibes yang positif dan hindari hal-hal yang dapat memberikan vibes negatif. Kedua yaitu dengan menerima semua kekurangan yang ada, jangan menjadikannya sebagai sesuatu yang harus dihindari. Terakhir, jadilah percaya diri.

Beberapa tips yang dapat dilakukan untuk melawan prokrastinasi yaitu dengan membuat rencana secara terstruktur, tingkatkan motivasi, singkirkan distraksi, jangan meremehkan suatu pekerjaan, pikirkan kemungkinan terburuk dari semua hal, dan biasakan disiplin. Memang tidak mudah dan tidak dapat terjadi dalam sekali coba, namun jika tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Brawijaya

CLOSE