Titik Temu: Isi Hati Generasi Z dan yang Sesungguhnya Dipikirkan oleh Para Orang Tua

Sejak pandemi ini, keadaan yang mendesak para generasi z untuk menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah banyak memunculkan perselisihan yang sebelumnya diabaikan atau tidak terlihat. Kerenggangan hubungan antar orang tua dan anak-anaknya jadi mau tidak mau harus dihadapi. 

Advertisement

Salah satu faktor yang paling mempengaruhi kerenggangan ini adalah kurangnya keterbukaan antara anak dan orang tua. Keterbukaan merupakan salah satu faktor yang penting dalam memupuk hubungan anak dan orang tua. Meskipun begitu, pada tidak semua generasi z yang merasa nyaman bercerita ataupun menyampaikan keinginan dan kebutuhannya kepada orang tua mereka. 

Dalam artikel ini, akan dibahas berbagai opini serta isi hati generasi z dan juga para orang tua sesuai dengan sudut pandang mereka masing-masing mengenai keterbukaan dan komunikasi dalam hubungan anak-orang tua. Untuk melengkapi artikel ini, telah diadakan survei dalam bentuk google form yang mendapatkan 102 responden generasi z dengan umur 16-23 tahun, dan 26 responden orang tua yang memiliki anak berusia 13-27 tahun. 

Seperti yang dapat dilihat dari diagram di atas, keterbukaan anak terhadap orang tua tergantung pada topik pembicaraan yang dibicarakan. Semakin personal topik pembicaraan, semakin banyak generasi z yang tidak nyaman untuk bercerita kepada orang tuanya, seperti tentang topik pertemanan dan percintaan. Ketidaknyamanan ini disebabkan oleh berbagai hal, merasa kurang didengarkan, respon orang tua yang justru malah menjatuhkan, perbedaan cara pandang, takut membebani orang tua, kebiasaan di keluarga yang saling tertutup, hingga kecanggungan semata. 

Advertisement

Mengutip salah satu jawaban responden survei ini, disebutkan bahwa ia merasa kurang nyaman bercerita kepada orang tuanya karena ia sudah memprediksi bahwa respon orang tuanya tidak akan sesuai denga napa yang ia harapkan, dan bisa jadi malah berujun underestimation atau penyepelean dari orang tuanya, seperti dengan respon Halahh. Ketidaknyamanan ini tidak hanya mencakup ketidaknyamanan yang dirasakan oleh anak ketika menceritakan sesuatu, namun juga ketidaknyamanan yang dirasakan ketika mereka ingin meminta sesuatu yang mereka inginkan ataupun butuhkan kepada orang tuanya.

Meskipun begitu, tetap ada juga generasi z yang merasa nyaman untuk bercerita kepada para orang tuanya, karena mereka melihat orang tua mereka sebagai sosok sahabat, ataupun pembimbing kehidupan yang tepat bagi mereka. Salah satu responden menyebutkan bahwa ia merasa nyaman bercerita kepada orang tua karena orang tuanya pun terbuka terhadap dirinya dan mendengarkan ceritanya hingga tuntas. 

Advertisement

Selain itu, dalam survei ini, terdapat juga perspektif yang sangat menarik dan perlu disimpan baik-baik sebagai bahan renungan para z, yaitu pendapat salah satu responden yang menyebutkan bahwa ketika ia membutuhkan sesuatu namun tidak menyampaikan kebutuhannya tersebut kepada orang tuanya, justru ia malah menyakiti orang tuanya.  

Lalu apa yang sebenarnya dipikirkan oleh para orang tua?  Para orang tua pun tidak semata-mata menegur anaknya hanya karena otoritas semata. Ketika diminta untuk memberikan penjelasan agar anak-anaknya dapat mengerti alasan mereka dalam melakukan sesuatu, salah satu responden menjelaskan, Sebagian besar karena kami sebagai orang tua sudah punya pengalaman baik dan buruk dalam melakukan sesuatu, jadi ketika kami memberi jawaban atau alasan bukan karena otoritas semata. 

Meskipun begitu, tak dapat dipungkiri bahwa orang tua tetap sering kali menyamakan kehidupan anaknya dengan kehidupannya ketika masih muda, sedangkan orang tua dan anak jelas merupakan dua pribadi yang berbeda. Oleh karena itu, salah satu responden orang tua juga menjelaskan dalam survei ini bahwa meskipun mereka memberikan penjelasan dan nasehat berdasarkan contextual wisdom mereka, anak-anaknya pun memang harus memutuskan segala sesuatu berdasarkan contextual wisdom mereka sendiri. 

Salah satu responden juga menyarankan bahwa orang tua sebaiknya bersikap sebagai sahabat anak-anaknya, bukan sebagai guru. Setelah itu, terdapat juga satu jawaban dalam survei ini yang cukup merangkum isi hati orang tua, yaitu jawaban salah satu responden yang berkata bahwa mereka pun berharap untuk didengar terlebih dahulu sebelum dibalas perkataannya oleh anak-anak mereka. Orang tua pun ingin didengarkan oleh anak-anaknya.

Sebagai konklusi dari titik temu yang dilakukan melalui google form ini, sebenarnya baik dari pihak anak ataupun orang tua butuh untuk didengar sebelum dibantah atau dibalas perkataannya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang tua dan setiap anak memiliki kepribadian yang berbeda, sehingga respon mereka terhadap satu sama lain pun akan berbeda pula. 

Baik anak maupun orang tua tidak akan luput dari kekurangan masing-masing dan tentunya menginginkan dan mengharapkan yang terbaik bagi anak maupun orang tuanya, meskipun mungkin harapan tersebut tidak terucap atau tidak terlihat dari tindakan yang dilakukan. Oleh karena itu, semoga artikel titik temu ini diharapkan dapat menjadi salah satu mediator yang dapat membantu para pembaca untuk sedikit lebih memahami sudut pandang orang tua ataupun anak masing-masing.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE