Untuk Perjuangannya, Terima Kasih Aktivis Perempuan

Belakangan ini dengan semangat mengusung kesetaraan gender, aktivis perempuan memompa daya juang. Semangat yang mereka hidupkan lahir dari keprihatinan akan kondisi yang terjadi di sekitar lingkungannya. Apalagi di tengah kentalnya budaya patriarki yang berimbas pada perlakuan yang tidak adil untuk perempuan.

Advertisement

Beruntung sekarang ada banyak aktivis perempuan yang sadar akan hal itu, kemudian mulai mengajak kaumnya untuk bergerak. Di media sosial saya kerap menyaksikan perjuangan mereka. Gagasan yang mereka tawarkan amat rasional, mengetuk hati dari setiap orang yang paham dengan niat di balik gerakan yang mereka bangun. Mereka tidak ragu-ragu untuk memompa narasi dengan tema tertentu, bahkan terkesan sensitif, lalu dilempar ke publik. Bagi saya narasi yang mereka bangun sebagai ruang penyadaran publik.  

Beberapa kali deretan aktivis ini melakukan kampanye-kampanye secara daring. Di sana mereka memainkan isu untuk mencerdaskan publik. Bagi yang paham dengan tujuan yang mereka usung tak perlu merah telinganya saaat mendengar atau membaca setiap kampanye yang mereka bangun, hanya orang-orang yang tidak ingin diganggu kenyamanan status dan perannya saja yang merasa terusik.

Dalam sebuah kesempatan, saya kerap menyaksikan kampanye melawan pelecehan seksual secara blak-blakan. Kita tentu tahu isu kekerasan seksual masih tabu untuk dibicarakan. Beberapa pihak malah memainkan narasi kalau saja perempuan pemantik terjadinya kekerasan seksual, bukan murni atas niat jahat dari pelaku. Malah mereka berpikir kalau laki-laki tak dapat disalahkan bila terjadi pelecehan seksual. Argumentasi seperti pakaian perempuan yang terbuka sebagai penyebab pelecehan seksual sering berseliweran di media sosial. Padahal kalau dipikir-pikir, sejatinya perempuan tidak dapat disalahkan begitu saja. Yang salah mungkin pikiran dan niat busuk dari pelaku itu  sendiri.

Advertisement

Pada kesempatan lain, saya turut menyaksikan gagasan yang dibangun aktivis untuk tidak boleh memakai inisial dalam pemberitaan akan pelaku kekerasan seksual. Media memang sering memakai inisial saat menulis nama pelaku. Menurut mereka, tak bermasalah bila nama pelaku ditulis terang-terangan. Tujuannya agar publik menggetahui identitas pelaku, sehingga saat pelaku keluar dari hotel perdeo, orang dapat mengenal namanya agar bisa lebih was-was. Bila berpikir pragmatis, sepintas gagasan tersebut cukup ekstrem, hanya bagi saya ada benarnya. Kadang  kita memilih jalan aman dengan menyamarkan identitas pelaku. Sejatinya cukup korban saja yang identitasnya disamarkan.

Di daerah kami sekarang, saban waktu selalu ada pemberitaan kekerasan seksual. Tampak masalah ini sudah krusial. Jangan heran bila aktivis perempuan terus berkoar-koar untuk mendorong agar RUU TPKS lekas disahkan oleh DPR. Lagian apa sih susahnya menyahkan RUU ini? Padahal perjuangan untuk mendorong RUU ini menuju UU sudah dilakukan selama sembilan tahun. Bayangkan betapa panjang perjuangan yang kerap didorong oleh aktivis  agar terciptanya ruang nyaman untuk perempuan.

Di catatan ini, saya menaruh hormat atas semua perjuangan mereka. Berkat mereka barangkali perlahan-lahan tercipta ruang nyaman  di sekitar tempat tinggal kita. Paling tidak kampanye yang mereka lakukan  menyelamatkan saudari kita di rumah. Hormat untuk seluruh aktivis perempuan. Terima kasih dan respek!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pecinta Kopi Colol dan Sopi Kobok. Tinggal di Manggarai Timur, Flores. Amat mencintai tenunan Mama-mama di Bumi Flobamora.

CLOSE