Konten berupa video reaksi dari kreator asing terhadap hal berbau Indonesia menciptakan ironi tersendiri karena kebanyakan orang menilai kumpulan video reaksi ini merupakan bentuk kebanggaan nasional yang patut diapresiasi tinggi. Ini pun menjadi faktor betapa video konten reaksi dari kreator asing selalu laku keras di platform YouTube Indonesia. Padahal, sering mengkonsumsi video reaksi malah memberi potensi adanya eksploitasi audiens sebagai buruh digital gratis oleh Youtube lho.
Di akhir Oktober 2022, ada konten video reaksi membicarakan tentang takjubnya orang Korea atas luas Kota Bandung, video berdurasi kurang lebih 8 menit itu telah tayang 141 ribu kali dengan ragam komentar menyelimutinya, kebanyakan sih berisikan para warga lokal yang menyuarakan rasa bangga karena si kreator asing asal Korea telah memberikan reaksi pada kota kembang tercinta. Biasanya, komentar-komentar yang sarat akan kebanggaan dari audiens lokal ini kerap digolongkan sebagian orang sebagai overproud Indonesians.
Fenomena overproud Indonesians ini bukan lagi hal yang baru. Terdapat banyak video reaksi orang asing dibanjiri oleh komentar audiens lokal, terlebih ketika isi kontennya memang seputar hal-hal berbau Indonesia. Padahal, video reaksi terhadap hal-hal ‘sepele’ ini minim nilai guna, tidak ada unsur edukasi, maupun unsur kebaruan, intinya sekadar sejumlah orang asing yang menampilkan ekspresi-ekspresi berlebihan. Riuh audiens lokal di kolom komentar pun niscaya membuka pintu lebar bagi YouTube dalam meluaskan praktik kapitalisme mereka. Praktik kapitalisme ini dapat berbentuk monetisasi konten video reaksi yang tentunya menguntungkan si kreator dan YouTube itu sendiri.
Menurut Fuch dalam artikel ilmiah berjudul Class and exploitation on the Internet In Digital labor YouTube tidak dikategorikan sebagai media sosial yang partisipatif karena tidak meningkatkan partisipasi aktif audiens. Pada dasarnya, interaksi umumnya berlangsung satu arah, sehingga fitur-fiturnya dibuat seakan audiens berperan aktif dalam konten di Youtube, seperti video reaksi tentang Indonesia yang dibanjiri oleh respons audiens Indonesia, atau semacam video reaksi yang telah dicontohkan sebelumnya. Hal ini pun menjadi penanda bahwa YouTube sangat erat akan kapitalis prosumsi sebagai bentuk ekstrim dari eksploitasi dimana prosumer bekerja sepenuhnya dengan gratis.Â
Â
ADVERTISEMENTS
Hati-hati! Partisipasimu Bisa Jadi Hanya Sebuah Ilusi…
Audiens Indonesia yang melontarkan komentar positif maupun negatif di video reaksi yang dilakukan oleh kreator asing pun terjebak dalam pusaran ilusi akan adanya partisipasi mereka dalam berinteraksi di konten tersebut. Padahal, audiens hanya berperan sebagai komoditas konsumer yang dijual untuk para pengiklan saja oleh YouTube dan kreator.
Semakin banyak waktu yang audiens habiskan di YouTube dalam mengkonsumsi konten seperti video reaksi, semakin kuat pula algoritma dengan konten serupa akan menghiasi beranda audiens. Alhasil, konsumsinya akan semakin meningkat dan generik. Ini pun membuat audiens berpotensi menjadi buruh digital yang bekerja gratis untuk memperkaya si kreator dan YouTube.
Hal tersebut tentu pernah kita alami ketika secara tidak sadar kita menonton konten video reaksi dua kali berturut-turut, kemudian pada laman rekomendasi YouTube semua akan dipenuhi dengan konten video reaksi lain yang menuntun kita menjadi konsumer sejati agar dapat terus menerus dieksploitasi. Perhatian yang diberikan oleh audiens Indonesia sebagai buruh digital kepada video reaksi ini juga merupakan bagian dari attention economy.
Dari sekian banyak waktu yang dihabiskan audiens dalam memberikan komentar di video-video reaksi pun membuat audiens Indonesia telah menjadi buruh digital gratis oleh kreator dan YouTube. Sayangnya, eksploitasi semacam ini kerap terjadi tanpa disadari oleh audiens itu sendiri. Eksploitasi akan minim terjadi apabila audiens tidak menaruh perhatian penuh kepada konten seperti video reaksi.
Hal ini juga dapat diminimalisasi dengan pengurangan kadar inferiority complex pada diri audiens tanpa perlu melibatkan validasi dari orang asing. Selain itu, kita juga sebaiknya mengkonsumsi konten yang bermanfaat dan nilai gunanya memang terlihat pasti, seperti konten yang sarat akan edukasi dan informasi penting, monetisasi-nya pun akan terasa minim dari eksploitasi.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”