Budaya Kritik dan Hujat di Media Sosial: Refleksi dari Kebebasan Berpendapat?

Kebebasan berpendapat, selayaknya kemerdekaan merupakan hak setiap insan. Era sekarang ini, kebebasan berpendapat telah dijamin oleh pemerintah seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (3) yang menyatakan bahwa,

Advertisement

"Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat"

Untuk mengemukakan pendapat, perlu kesadaran penuh dari tiap tiap individu bahwa kebebasan berpendapat perlu dilakukan dengan bertanggung jawab, tidak mengandung unsur SARA, dan tidak menyinggung pihak manapun. Apalagi, dengan kecanggihan teknologi yang ada sekarang ini media untuk berpendapat semakin mudah dan cakupannya pun semakin luas.

Namun, dengan segala kemudahan dan fasilitas yang ada, lantas mampukah masyarakat mengaplikasikan kebebasan berpendapat secara bertanggung jawab? Banyak individu yang belum bisa membedakan antara kritik dan hujat, sehingga cenderung menyinggung pihak lain dan berujung pada pembelaan diri bahwa hal yang diutarakan hanyalah pendapat yang notabenenya bebas untuk disuarakan.

Advertisement

Tak jarang, "sekedar pendapat" berujung pada hate speech yang menyinggung orang lain. Menyuarakan pendapat, menyampaikan kritik boleh boleh saja dilakukan. Asal dilakukan dengan cara yang baik dan tidak menyinggung pihak manapun.
Jangan sampai "kritik" yang merupakan "pendapat pribadi" berubah menjadi hujatan terhadap pihak lain.

Seperti contohnya, isu yang sedang hangat diperbincangkan oleh warganet akhir akhir ini adalah mengenai pemilu presiden dan wakil presiden yang akan dilakukan pada 2019 mendatang. Walaupun masih beberapa bulan lagi menuju pemilu, namun euforia pemilu sudah terasa sejak beberapa bulan lalu. Munculnya tagar #2019gantipresiden dan #2019tetapJokowi dan sebutan cebong juga kampret menandakan bahwa pemilu sudah di depan mata.

Advertisement

Pemimpin negara yang ideal dan cakap tentu bersifat sangat subjektif bagi masing masing individu. Hal tersebut merupakan hal yang lumrah dan wajar, mengkritisi program kerja dan pandangan capres dan cawapres juga diperbolehkan mengingat bahwa pemilu ini merupakan salah satu pesta rakyat terbesar pada tahun 2019 dan masyarakat diharapkan untuk berpartisipasi.

Namun tentu saja, "berpartisipasi" disini dilakukan secara baik dan benar. Jika ingin menunjukkan dukungan kepada calon presiden dan wakil presiden jangan sampai menjatuhkan pihak lain, dan apabila ingin menyampaikan kritik, jangan sampai kritik tersebut berujung pada hujatan maupun hate speech yang menyinggung.

Masih menyinggung masalah pemerintah. Kebebasan masyarakat dalam berpendapat sering kali dilakukan dengan tidak bertanggung jawab. Kritik terus dilontarkan, namun yang menjadi pertanyaan apakah kritik tersebut merupakan kritik yang membangun dan relevan untuk diaplikasikan? Ataukah kritik tersebut hanya merupakan prolog untuk menyampaikan hujatan kebencian?

Menyampaikan kritik dan mengutarakan pendapat demi Indonesia yang lebih baik adalah hal yang perlu dilakukan, namun jangan lupa untuk menggali fakta fakta yang berkaitan dengan pendapat tersebut, jangan sampai kritik dan pendapat kita justru tidak relevan dan tidak dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari.

Seperti yang terjadi tempo lalu, saat seorang warga net mengkritik bahwa pembangunan jalan tol diperbukitan akan menghabiskan lebih sedikit dana andai dibangun lurus alih alih berkelok kelok seperti yang dilakukan. Hal ini tentu tidak relevan karena pembangunan jalan yang berkelok-kelok didasarkan pada kontur tanah dan berbagai macam alasan lainnya.

Tidak hanya pemerintah yang menjadi sasaran dari kritik dan hujatan. Public figure, bahkan masyarakat awam juga tidak dapat menghindari kritik dan hujatan yang dilontarkan oleh warganet. Mulai dari mempermasalahkan pemikiran dan pendapat, hingga masalah-masalah yang bersifat pribadi.

Pemikiran dan pendapat yang bersifat subjektif tentu masih dapat diperdebatkan, saling bertukar argumentasi, menyampaikan kritik dan saran. Lain halnya dengan masalah-masalah bersifat pribadi seperti agama, keyakinan, isu rumah tangga orang lain, dan lain sebagainya.

Mirisnya, warganet sering kali "usil" dan menyinggung masalah masalah yang tergolong pribadi dalam media sosial. Mulai dari topik agama dan cara pelaksanaan ritual keagamaan yang dilakukan orang lain, hingga parenting atau cara membesarkan anak juga tak luput dari perhatian warganet. Saat menyampaikan kritik, saran dan pendapat, harus kita lakukan dengan bertanggung jawab dan sadar akan batasan batasan yang ada.

Jangan sampai kita melanggar batasan tersebut dan alih alih menyampaikan kritik dan pendapat, kita justru menyebarkan kebencian dan hujatan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE