Ekstrovert itu Baik, Introvert itu Buruk, Benarkah?

Yuk, mengenal kepribadian!

Masing-masing manusia memiliki kepribadian yang unik. Bahkan seseorang yang kembar identik pun memiliki kepribadian yang tidak sama. Kepribadian (personality) pada umumnya diartikan sebagai suatu pola watak (traits) yang relatif permanen dan sebuah karakter (character) yang memberikan konsistensi sekaligus individualitas bagi perilaku seseorang (Feist, 2008).

Advertisement

Watak berkontribusi pada perilaku seseorang sepanjang waktu atau situasi tertentu dan karakter adalah suatu kualitas unik yang mencakup beberapa atribut seperti temperamen, fisik dan inteligensi individu.

Melalui pengalaman individu yang berbeda tentunya menyebabkan kepribadian yang melekat dalam diri individu itu berbeda, meskipun terdapat ciri-ciri watak dan karakter yang hampir sama antara individu satu dengan lainnya.

Tipe kepribadian yang sudah terkenal dikalangan masyarakat salah satunya adalah kepribadian introvert dan ekstrovert. Seorang psikiater dari Swiss yang mencetuskan teori type kepribadian introvert dan ekstrovert dikenal dengan nama Carl Gustav Jung (1920) dalam bukunya Pscychologische Typen.

Advertisement

Kemudian, teori introvert dan ekstrovert ini dikembangkan lebih detail oleh Hans Eysenck (1947). Kedua ahli tersebut sama-sama meneliti mengenai tipe kepribadian introvert dan ekstrovert namun, Jung melihat tipe kepribadian dari sikap yang dimiliki seseorang sedangkan Eysenck melihat tipe kepribadian dari sifat yang dimiliki individu.

Berdasarkan pandangan kedua ahli ini, tipe kepribadian introvert dan ekstrovert lebih dapat dikenal.

Advertisement

Dalam diri manusia sebenarnya terdapat dua tipe kepribadian yaitu introvert dan ekstrovert. Introvert menurut Jung (Feist, 2008) adalah pribadi yang memiliki cara pandang subjektif, lebih mendalami dunia batiniah. Dan ekstrovert adalah pribadi yang memiliki cara pandang objektif, lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.

Selain itu, Eysenck (1969) berpendapat bahwa introvert dicirikan oleh sifat yang dilukiskan seperti ketenangan, kepasifan, berhati-hati, tidak berjiwa sosial, berpikir mendalam, pesimistik, kedamaian, kelembutan, dan kontrol diri. Sedangkan ekstrovert dicirikan dengan sifat perasaan sosial, selera humor, optimism dan sifat-sifat yang mengindikasikan pada hubungan sosial.

Pandangan umum yang menjadi mitos dikalangan masyarakat membuat pemahaman yang salah mengenai dua tipe kepribadian ini. Banyak orang mengganggap bahwa tipe kepribadian introvert dan ekstrovert ini sebagai ‘pilihan’.

Artinya, seseorang hanya memiliki satu kepribadian seperti introvert saja atau ekstrovert saja. Padahal, pribadi seseorang diibaratkan seperti jungkat-jungkit yang memiliki dua sisi dimana ujung kanan menunjukkan sisi ekstovert dan ujung kiri sisi introvert.

Hal tersebut menunjukkan ketidakseimbangan yang apabila lebih berat pada sisi introvert maka ringan pada sisi ekstrovert, begitu sebaliknya. Sehingga, kepribadian introvert dan ekstrovert ada dalam diri setiap orang, hanya saja kecenderungan seseorang berkepribadian introvert atau ekstrovert berdasarkan pada ciri-ciri pribadi yang lebih nampak.

Sementara menurut Feist (2008) orang yang sehat secara psikologis mencapai keseimbangan pada dua sisi yaitu merasa nyaman dengan dunia internal dan eksternal mereka. Adapula pandangan lain yang salah terhadap tipe kepribadian introvert dan ekstrovert seseorang (Nugroho, 2018), seperti :

  1. Introvert adalah pemalu,
  2. Introvert tidak dapat menjadi public speaker,
  3. Ekstrovert lebih bahagia dibanding introvert,
  4. Ekstrovert bukan pendengar yang baik,
  5. Ekstrovert tidak senang sendiri,
  6. Ekstrovert berpikiran dangkal,
  7. Introvert dapat berubah menjadi ekstrovert.

Lalu, bagaimana seseorang bisa dikatakan cenderung memiliki kepribadian introvert atau ekstrovert? Yaitu dengan cara melihat ciri-ciri yang ada pada setiap kepribadian.

Adapun ciri-ciri kepribadian introvert memiliki sikap cenderung lebih suka memasuki dunia imajinasi dan fantasi, pusat kesadaran dirinya adalah kepada egonya sendiri, tertutup, banyak pertimbangan, cederung bersikap menyendiri, punya pandangan idealis, perfeksionis, bekerja dengan baik sendirian, cenderung tidak banyak berbicara.

Sedangkan, ciri-ciri kepribadian ekstrovert yaitu lebih cenderung terbuka, tertarik dengan apa yang disekitarnya, mudah beradaptasi, cenderung tidak banyak pertimbangan, lebih senang melakukan aktivitas bersama (Prakasa, 2018).

Dari ciri-ciri tersebut dapat diketahui bahwa tipe kepribadian introvert dan ekstrovert memiliki kekuatan dan kelebihan masing-masing sehingga tidak dapat dijadikan sebagai suatu ‘perbandingan’, terutama untuk menilai baik atau buruknya seseorang menurut kepribadiannya.

Penilaian baik atau buruk merupakan moralisasi yaitu penilaian berdasarkan sudut pandang adat istiadat atau kebudayaan yang terdapat di suatu lingkungan tertentu. Sedangkan, adat istiadat di setiap daerah berbeda-beda sehingga tidak dapat menjadi suatu patokan untuk menilai atau men-judge pribadi seseorang.

Seperti contoh, orang Indonesia yang memiliki budaya sosialis menilai orang yang berkepribadian introvert itu buruk karena tidak mau bersosialisasi dan lebih senang menyendiri, sedangkan orang yang berkepribadian ekstrovert itu baik karena sikapnya ramah, terbuka dengan orang lain dsb.

Kemudian, orang Eropa yang memiliki kebudayaan individualis menilai bahwa orang berkepribadian introvert itu baik karena dianggap lebih mandiri, sedangkan orang berkepribadian ekstrovert itu buruk karena tidak sopan banyak berbicara dengan orang yang lain dan tidak punya malu karena terlalu ekspresif.

Berdasarkan hal tersebut, perlunya masyarakat memahami bahwa kepribadian introvert dan ekstrovert tidak dapat menentukan penilaian baik atau buruknya seseorang.

Perlu diketahui juga bahwa introvert atau ekstrovert dapat diibaratkan sebagai cara pengisian daya/energi psikis manusia. Sebagai seorang yang cenderung berkepribadian introvert ketika dia sedang mengalami tekanan (stress), dia dapat menyeimbangkan atau memulihkan keadaannya (energinya) dengan cara menyendiri, mengintrospeksi diri, dll.

Sedangkan, untuk seseorang yang cenderung berkepribadian ekstrovert akan melakukan pengisian daya dengan bersosialisasi, terbuka untuk bercerita dengan orang lain dsb. Sehingga, ketika energinya sudah pulih akibat tekanan (stress) orang tersebut dapat melakukan aktivitasnya kembali. Demikian beberapa hal mengenai kepribadian yang ditemukan oleh Jung yang dapat dipahami.

Hendaknya kita masing-masing pribadi mengenal keadaan diri dan dapat lebih memahami pribadi orang lain sehingga tidak sembarang menilai baik atau buruknya seseorang berdasarkan tipe kepribadian yang dimiliki.

Referensi :

  1. Feist, Jess & Gregory J. Feist. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  2. Nugroho, Fadilah. 2018. Kesalahan Menilai Orang Introvert. Diakses melalui website: http://www.tribunnews.com/tribunners/2015/12/09/6-kesalahan-menilai-orang-introvert , pada 22 November 2018.
  3. Prakasa, Tito Y. Introvert & Ekstrovert. Diakses melalui website: https://www.academia.edu/13149609/Introvert_and_Ekstrovert?auto=download , pada 21 November 2018.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

i am student of Satya Wacana Christian University. i took Guidance and Counseling.

CLOSE