Ketika Atheis Bertindak Seolah Bertuhan sedangkan yang Beragama Seolah Tak Bertuhan

Tragedi Ahok saat ini sudah benar-benar menjalar ke berbagai penjuru negeri. Segala sudut nusantara ditelanjangai hingga ke mata kaki. Dari pulau yang padat hingga pulau tak berisi, berita ini menyebar bagaikan racun nyamuk yang dengan gesit melahap para bedebah nyamuk nakal yang tak tahu diri menelan mentah darah-darah manusia yang sedang lengang terninabobo dengan aktivitas duniawinya. Si nyamuk yang ganas, hingga tak pernah membedakan mana darah manusia yang bersih dan yang kotor. Semua asal ditelan dan dihisap tanpa berpikir panjang. Itulah kerakusan seekor nyamuk. Salah satu sifat manusia juga.

Indonesia kini sedang dalam keadaan bergejolak. Ia diibaratkan sebuah gunung merapi, yang sedang aktif mengelola lahar di dapur magma sambil meletup-meletupkan semburat abu vulkanik yang mengancam nyawa yang bernapas. Indonesia sedang dilanda konflik lahir dan bathin saat ini. Konflik duniawi yang luar biasa merambat bagaikan semut yang terjebak di dalam sarang laba-laba, ia merambat kedalam segala aspek kehidupan manusia mulai dari aspek budaya yang kini samakin deras terjangan ombak globalisasinya,sehingga menyebabkan budaya kita seolah-olah sudah terkikis karena erosi.

Bidang sosial yang dimana kini manusianya sudah menonjolkan watak-watak manusia purba zaman dahulu yang dimana manusia satu dengan yang lainnya sudah tak kenal satu sama lain. Mereka sibuk dengan aktivitas hariannya masing-masing, dan tak jarang diantara mereka saling menikam satu sama lain, bahkan tanpa mengenal ikatan darah sekalipun. Dan dalam bidang politik, yang saat ini sedang panas membara bagaikan bara api bumerang yang sangat panas, yang mana bidang politik indonesia saat ini sudah seperti hukum rimba, siapa yang lemah maka bersiaplah menjadi santapan sang singa yang jauh lebih hebat dan perkasa dari yang lainnya.

Politik, ya politik. Ketika kata persaudaraan sudah tak berlaku lagi. Darah yang samapun bahkan harus saling menerkam satu sama lain untuk mendapatkan singgasana mewah yang diinginkan. Yang sebenarnya hanya rayuan duniawi semata. Masyarakat kita sudah semakin dewasa, namun kedewasaan tersebut terus diiringi dengan sikap manusia yang edan. Mereka mengaku bertuhan, memakai atribut agama mereka masing-masing, namun sayang, itu semua hanya sebatas atribut semata, sedangkan isi hati mereka masing-masing tak berjalan linear dengan kenyataanya.

Dunia semakin maju katanya, begitu juga kemajuan kelicikannya. Topeng mereka semakin modern, dan semakin sulit untuk dideteksi oleh mesin apapun. Itulah manusia zaman sekarang, agama hanya dianggap patamorgana semata. Hanya sekedar memiliki, menjalankan apa yang diperintahkan, namun tak sepenuh hati mengimplementasikan apa yang diajarkan oleh ajaran agama mereka masing-masing. Mereka memiliki tuhan, namun tuhan mereka kelabui, mereka sudah merasa pintar, hingga tuhannpun mereka rasa bisa ditipu dengan akal muslihat mereka.

Politik kita begitu kejam. Poltiik bahkan telah merubah sikap manusia yang bertuhan bersikap seolah-olah tak bertuhan. Mereka bertindak seolah-olah tak ada tuhan yang maha kuasa yang megawasinya. Mereka pikir tuhan itu tidur. Padalah mereka salah. Tuhan bahkan mampu menghitung berapa jumlah nafas yang telah kita hirup dalam waktu sehari semalam.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita menjalankan peran kita masing-masing sebagai hamba tuhan yang maha kuasa. Kita memainkan peran kita masing-masing diatas panggung luas yang sudah disiapkan oleh sang pencipta. Kita semua telah diberikan kitab suci masing-masing yang kita yakini akan menjadi jalan kita menuju cahaya yang diridhainya. Agama sudah ibarat kulit yang sudah melekat erat dalam tubuh kita. Sejak lahir kita bahkan sudah mengenakannya. Meskipun ada sebagian diantara kita yang terlahir dengan pakaian yang berbeda kemudian ketika sudah mulai mengenal jalan timur dan barat, mengganti kulit dengan yang sesuai dengan keyakinan kita masing-masing.

Yang jelas, agama sudah mendarah daging dalam jiwa dan raga kita masing-masing. Agama yang kita yakini masing-masing telah mengajarkan segala macam hal, mulai dari hal yang terkecil yang tak kasat mata, hingga hal yang paling besar yang tak mampu kita lihat karena terlalu besar untuk ukuran mata manusia. Sehingga secara logika, ketika manusia telah memeluk erat agamanya masing-masing, maka ia dipastikan tidak akan pernah menyimpang dari rel yang sudah ada.

Ketika kita berbicara mengani agama, maka eksistensi tuhan tidak akan pernah lepas darinya. Karena jalan pikirnya adalah bahwa agama itu berasal dari yang maha kuasa. Ia diberikan oleh sang maha kuasa sebagai identitas diri manusia dan sebagai pedoman hidup masing-masing selama ia hidup di dunia ini. Tuhan telah memberikan larangan dan perintah yang telah dituangkannya dalam kitab suci yang kini sedang kita pegang. Tuhan sudah dengan sangat gamblang memberikan perintah dan larangannya, sehingga tak ada satupun perintah dan larangannya yang multitafsir, kecuali manusia itu sendirilah yang terlalu meliarkan pikirannya sehingga muncul berbagai macam tafsiran mengenai perintah dan larangan tuhan. Pikiran manusia itu memang liar.

Agama. Ternyata tak semua manusia menyakininya. Ada kawasan manusia terentu yang mengenalnya namun tak ingin memiliki atau memeluknya. Bagi mereka agama hanya melemahkan manusia. Tuhan itu tidak ada. Sesungguhnya hanya hati yang menyebabkan manusia bisa tetap eksis. Manusia tetap bisa menjadi manusia, meskipun tanpa ada agama. Bagi mereka, manusia itu terlahir bebas, dan agama hanyalah perenggut dari kebebasan itu sendiri. Bagi orang yang beragama, mereka disebut orang yang tak beradab. Mereka adalah orang yang tak bertuhan. Mereka adalah orang yang tak akan selamat hidup di dunia. Namun apakah benar kenyataanya? Benarkah orang yang tak bertuhan tersebut sebagai dalang kerusakan di dunia ini? Benarkan mereka dalang dari keributan, kelicikan, kehancuran, dan kekejaman di dunia ini?

Tunggu…. Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan. Justru merekalah orang pertama yang membantu orang yang menganggap dirinya beragama untuk bangkit dari keterpurukan. Justru merekalah orang yang pertama kali menegur orang yang beragama untuk kembali ke rel yang benar. Merekalah orang pertama yang mengajarkan yang beragama mengani konsep keikhlasan. Mereka justru bersikap seolah-olah memiliki tuhan. Sedangkan yang menganggap dirinya bertuhan dimana? Daftar manusia terkorup di dunia ini justru di ramaikan oleh mereka yang menganggap dirinya bertuhan. Mereka merasa telah menjalankan segala perintah tuhannya, namun secara berbarengan pula menjalankan segala larangannya. Manusia yang beragama seolah-olah bersikap naif dan munafik. Mereka akhirnya hanya menjadi manusia pencemar agama dan tuhannya sendiri.

Namun mereka tak pernah merasa bersalah, justru mereka tetap mampu tersenyum, dan lebih paranhnya lagi mulai membenarkan segala macam tindakan yang pernah mereka lakukan. Mereka berindak seolah-olah tak ada tuhan yang mengawasi kehidupan mereka. Mereka seolah-olah lupa memiliki tuhan. Selamat datang di dunia amnesia. Dimana manusia yang beragama sudah tak tahu mengenai konsep agama yang mereka anut. Namun yang paling parahnya lagi adalah, mereka masih berani dan sempat untuk memberikan khotbah mengenai kejelakan manusia yang tak bertuhan. Meskipun dosa tetap mereka jalankan, mereka tetap tak malu mengkalim diri mereka untuk tetap akan masuk surga, sedangkan yang tak bertuhan akan masuk neraka. Sifat mereka terkadang tak seperti manusia. Mereka terlalu sibuk mencari retak di kaca kehidupan orang lain, sedangkan dalam kaca kehidupannya sendiri masih banyak retak yang tak ia lihat sehingga belum ia tutupi. Mereka memang aneh…. Inilah dunia masa kini.

Kawan, sudahkah kita melihat diri kita sendiri terlebih dahulu di cermin kehidupan kita masing-masing? Tidak lupakah kita bahwa kita sendiri masing-masing memiliki ratusan celah dosa yang masih berlubang belum mampu kita tambali? Mungkin sudah saatnya kita sebagai orang yang beragama, orang yang memegang kitab suci yang sangat sakral mulai berbenah diri.

Kita merasa memiliki agama, namun apakah aksi dan tindakan kita selam hidup ini sudah sesuai dengan perintah agama kita masing-masing? Kita terlalu lama dan banyak menghabiskan waktu kita sendiri untuk menghujat dan menceramahi orang-orang yang tak beragama. Padahal, mereka terkadang memiliki attitude dan sikap yang jauh lebih baik dibandingkan dengan kita yang merasa memiliki tuhan. Tidakkah kita malu dengan mereka? Mereka merasa tak memiliki tuhan, namun mereka bertindak seolah-olah ada tuhan yang senantiasa mengawasi pergerakan langkah mereka walau sejengkal dan sedetik. Sedangkan kita sendiri yang merasa memiliki tuhan, terkadang bertindak seolah-olah tuhan itu tak ada, dan buta untuk melihat segala macam gerak-gerik dusta yang telah kita perbuat.

Seharusnya kita malu kepada mereka…..

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Financial Analyst and Novelist

6 Comments

  1. Restu Alpiansah berkata:

    Thanks to Hipwee….

  2. Setuju sekali..manusia sekarang udah merasa dia yg punya surga.