Sebagai Orangtua, Mild Intelligence Disability Bukan Hal yang Patut Disepelekan

Sebuah perjuangan dalam keterbatasan

Sekolah merupakan tempat dimana proses memberikan dan menerima pengetahuan secara formal yang didapatkan dari kurikulum, proses pengajaran hingga evaluasi (ujian/tes). Tetapi apakah sekolah ini telah memberikan pendidikan yang sama dikala perbedaan siswa di kelas?

Advertisement

Seperti yang kita ketahui bahwa di Sekolah memiliki siswa dengan beragam ras, suku, agama bahkan siswa-siswa yang dianggap berbeda dengan para siswa pada umumnya, yang sering kita identifikasikan sebagai Anak Berkebutuhan Khusus. Anak dengan kebutuhan khusus cenderung diperlakukan berbeda dari anak-anak pada umumnya.

Bukan berarti perlakuan positif saja, tetapi juga negatif seperti diskriminasi terhadap mereka. Tidak dapat kita pungkiri, jika seseorang dengan disabilitas dipandang sebelah mata karena dianggap ketidakmampuan mereka jika dibandingkan dengan anak yang dianggap 'normal' lainnya, entah dari segi fisik, intelektual, mental.

Kecenderungan masyarakat melihat ketidakmampuan mereka, membawa kita pada keraguan-keraguan hingga meremehkan seseorang dengan disabilitas.

Advertisement

“Adik sebenernya waktu kecil didiagnosis 'delayed speech' alias terlambat bicara. Kalau perlakuan guru nya terkadang adik kalau materi sekolah suka dibedakan. Adikku juga pernah dihukum bersihin kamar mandi gegara nggak ngerjain tugas. Sementara temennya juga terkadang ngusilin adikku. Ya kadang nyembunyiin punyanya adikku gitu. Adikku sekarang sudah normal. Tapi terkadang dia bicaranya suka tidak jelas”

Keterangan Safira, salah satu mahasisawa di Yogyakarta. Sabtu (12/1)

Advertisement

Banyak kategorisasi untuk anak berkebutuhan khusus sesuai dengan UU thn 2016 pasal 4 ayat 1, yang mana, penyandang disabilitas fisik, intelektual, mental dan/atau sensorik. Anak dengan kebutuhan khusus akan ditempatkan di Sekolah Luar Biasa, karena sekolah reguler pada umumnya tidak dapat menangani dan memfasilitasi anak berkebutuhan khusus.

Salah satunya adalah Mild Intellectual Disability atau Mild Mental Retardation, merupakan kondisi ringan dari cacat mental atau keterbelakangan mental. MID sendiri ditandai dengan dua faktor yakni fungsi kecerdasan (Intelligence Functioning) dan kemampuan adaptasi (adaptive skills).

Fungsi kecerdasan sendiri diukur dengan IQ (Intelligence Quotient) sedangkan kemampuan adaptasi meliputi kemampuan diri untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti berkomunikasi atau mampu untuk memenuhi kebutuhan.

Anak yang teridentifikasi mempunyai MID cenderung susah dalam menangkap penjelasan yang diterangkan oleh guru, sehingga dibutuhkan waktu yang cenderung lebih lama dari siswa yang tidak mempunyai MID. Seperti yang dipaparkan oleh Bouck dan Joshi terhadap definisi Mild Intellegence Disability dari Pollowy, Patton, Smith & Buck.

“…characterized by significantly subaverage intellectual functioning, existing concurrently with related limitation in two or more of the following applicable adaptive skill area: communication, self-care, home living, social skills, community use, self direction, health and safety, functional academics, leisure and work (Pollowy, Patton, Smith & Buck, 1997, p. 298)” (Bouck & Joshi: 2012, hal 139)

Dalam kesehariannya anak dengan MID akan susah untuk beradaptasi terhadap lingkungan sosial maupun sekolah. Sehingga dibutuhkan usaha dari sekolah, guru dan orang sekitarnya agar mereka dapat mengembangkan kemampuan adaptif terhadap keseharian mereka. Di Indonesia sendiri istilah MID ini jarang sekali terdengar bahkan ada yang tidak mengetahui kondisi seseorang dengan MID.

Pada umumnya, anak-anak yang dianggap bodoh atau malas untuk belajar cenderung untuk dipaksa agar dapat 'sejajar' dengan anak yang lainnya, entah dalam hal kecepatan memahami pelajaran, hasil ujian yang bagus.

Kebanyakan orang tua dalam mendidik anaknya, memaksa anak mereka agar cepat memahami pelajaran yang ada, entah itu membimbing mereka atau dengan menggunakan cara kekerasan fisik maupun verbal. Kata-kata seperti 'bodoh' atau cubitan bahkan pukulan kerap kali menjadi cara yang dianggap ampuh untuk memaksa anak mampu memahami pelajaran.

Sayangnya, ketidaktahuan orang tua terhadap kondisi anak dengan MID, tentu saja akan berdampak buruk terhadap proses belajar anak tersebut. Sekolah tentu saja menjadi wadah bagi anak dengan MID agar mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak lainnya, walaupun akan ada perbedaan dalam proses mengajar dan kurikulum.

Maka dari itu, pendidikan seperti apa sih yang harus didapatkan oleh anak dengan Mild Intellectual Disability? Lalu dengan adanya sekolah yang disediakan untuk penyandang disabilitas, apa yang didapatkan oleh anak dengan MID setelah lulus dari sekolah?

Tentu saja ketika lulus mereka akan berbaur lagi dengan masyarakat dan mencari pekerjaan, tetapi apakah mereka sudah siap untuk berbaur dengan masyarakat dan mendapatkan pekerjaan? Sesuai dengan tulisan Bouck dan Joushi, mereka menyoroti tentang functional curriculum yang ditujukan kepada anak dengan MID.

Functional Curriculum sendiri merupakan kurikulum yang didesain untuk mengajar mengenai kemampuan untuk bekerja atau beraktifitas dalam kelompok masyarakat. Sehingga diharapkan ketika mereka lulus dari sekolah, maka mereka dapat berbaur dan bekerja selayaknya kebanyakan orang.

Kurikulum ini menjadi solusi dari anggapan bahwa kurikulum akademik yang umum gagal dalam mengembangkan kemampuan yang mereka butuhkan setelah lulus. Dari penelitian yang dilakukan Bouck dan Joshi, terdapat 23% special education curriculum, 19% functional curriculum dan 15,3 % general education yang diterapkan di sekolah.

Terdapat 71,5% anak yang mendapatkan functional curriculum berhasil mendapatkan pekerjaan tetap (paid employment) sedangkan 62,3% anak yang tidak mendapatkan functional curriculum. Saya rasa sekolah tidak hanya sebagai wadah untuk menanamkan ilmu tetapi juga sabagai sarana untuk mengembangkan diri agar dapat beradaptasi dengan lingkungan masyarakat, entah dalam hal pelerjaan atau hubungan sosial.

Sehingga semua siswa, entah itu anak yang dianggap 'normal’ dan anak dengan kebutuhan khusus dapat melanjutkan dan mampu menghidupi kebutuhan mereka kelak. Terutama dalam hal ini yakni anak dengan Mild Intellectual Disability.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE