Sudahkan Anda Berjiwa Pancasila?

Seperti yang kita ketahui, akhir-akhir ini isu radikalisme santer terdengar dan banyak dibicarakan.

Pada tanggal 1 Juni 2018, rakyat Indonesia memperingati hari Lahir Pancasila yang merupakan ideologi sekaligus dasar negara Indonesia. Tidak hanya sebagai dasar negara, Pancasila juga menjadi identitas bangsa yang menjadi sumber masyarakatnya dalam bertindak dan berperilaku. Menurut A.G. Pringgodigdo, Pancasila telah ada sejak adanya bangsa Indonesia karena Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tidak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Lantas, sudahkan anda berjiwa Pancasila?

Advertisement

Seperti yang kita ketahui, akhir-akhir ini isu radikalisme santer terdengar dan banyak dibicarakan. Namun, tak hanya radikalisme, krisis moral lainnya seperti, pelanggaran asusila, korupsi, kurangnya rasa toleran dan masih banyak lagi. Hal tersebut merupakan bukti bahwa implementasi Pancasila pada jiwa tiap masyarakat Indonesia masih kurang.

Pancasila sendiri tentu mmiliki makna yang sangat mendalam baik secara historis maupun makna dari sila-silanya. Dari sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, menjiwai dan mengandung makna dari sila-sila berikutnya. Untuk lebih jelasnya, berikut ulasan dari tiap sila dalam Pancasila.

Kesatu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Makna dari kata ‘Ketuhanan’ ini sendiri adalah kesesuaian dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari Tuhan, dan realisasinya adalah berupa nilai-nilai agama (yang datang dari Tuhan) (Kaelan. 2009: 143). Tiap-tiap individu tentu harusnya percaya bahwa adanya Tuhan sebagai Pencipta. Di Indonesia sendiri, masyarakatnya tak hanya menganut satu agama tertentu melainkan banyak agama dan keyakinan yang ada. Namun, hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak mentolerir keyakinan lainnya. Diharapkan masyarakat Indonesia tetap berketuhanan sesuai dengan agama dan keyakinannya dengan tetap bisa menghargai agama dan keyakinan orang lain sehingga tercipta kedamaian dalam bernegara.

Advertisement

Kedua, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Menurut Tap MPR No II/MPR/1978, penjabaran sila kemanusiaan adalah mengakui persamaan derajat manusia serta hak dan kewajibannya di antara sesama, saling mencintai, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap orang lain, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan, serta memandang diri sebagai bagian umat manusia yang konsekuensinya adalah mengembangkan kerja sama dengan bangsa-bangsa lain dengan cara saling menghormati.

Poin utama dari pernyataan tersebut adalah saling menghormati. Di Indonesia, HAM (Hak Asasi Manusia) sangat dijunjung tinggi, terbukti dengan adanya pasal dalam UUD 1945 yang mengatur tentang HAM dan adanya badan yang bertujuan untuk meningkatkan perlindungan HAM di Indonesia. Namun, kenyataannya masih banyak pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia baik itu terhadap diri sendiri maupun pelanggaran terhadap HAM orang lain.

Advertisement

Ketiga, Persatuan Indonesia. Dalam UUD 1945 BAB I pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan. Sedangkan untuk semboyannya adalah Bhineka Tunggal Ika. Semboyan tersebut diambil dalam kitab Negarakartagama dan berbunyi lengkap Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua yang artinya ‘meskipun agama-agama itu kelihatan berbeda bentuk namun pada hakikatnya satu jua’ (Fauzi, 1983: 17).

Walaupun Indonesia merupakan negara yang berbentuk kepulauan dan terdapat beragam suku didalamnya, hal tersebut tentu tidak menjadi alasan masyarakat Indonesia untuk terpecah belah sebagaimana harapan para pendiri bangsa yaitu Persatuan Indonesia. Bahkan, bersatunya Nusantara ini sudah diwacanakan sejak jaman Majapahit oleh Patih Gajah Mada. Namun, masih banyaknya tawuran yang terjadi antar kelompok merupakan bukti bahwa sumpah yang dulu diperjuangkan oleh kaum muda pada jamannya yaitu Sumpah Pemuda seakan mulai luntur.

Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Sila keempat ini mempunyai tiga unsur yakni, permusyawaratan/perwakilan, kedaulatan rakyat, dan kerakyatan (Latief, 2011: 414). Dalam UUD 1945 BAB I Pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa kedaulatan di tangan rakyat. Demokrasi permusyawaratan yang diterapkan di Indonesia bukan hanya sebagai judul, dengan demokrasi ini rakyat dapat turut andil dalam berargumentasi atau menentukan pilihan mana yang terbaik.

Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Menurut Magis Suseno (2000: 50-51), keadilan dapat dibedakan menjadi dua, yakni keadilan individu dan keadilan sosial. Keadilan individu tergantung pada kehendak baik atau buruknya masing-masing individu. Sedangkan, keadilan sosial pelaksanaannya berkaitan dengan struktur ekonomi, sosial, dan kekuasaan yang melingkupinya. Keadilan sejatinya harus dilakukan oleh tiap-tiap individu seakligus sebagai makhluk sosial karena keadilan sendiri juga menyangkut orang lain.

Misal korupsi yang sudah banyak terjadi di Indonesia jelas tidak menerapkan prinsip dari sila kelima ini. Selain itu, oknum-oknum tersebut juga melanggar sumpah jabatan yang sudah mereka ucapkan sekaligus melanggar sumpah yang sudah diucapkannya dihadapan Tuhan. Walaupun adanya sanksi-sanksi yang sudah diberikan, tetap masih ada oknum yang tidak bertanggung jawab memakan uang rakyat hanya demi kepentingan pribadinya padahal masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang mampu.

Perilaku-perilaku tidak bertanggung jawab yang beberapa diulas di atas merupakan bukti bahwa masih kurangnya pemahaman masyarakat Indonesia sendiri terhadap Pancasila. Paham akan Pancasila bukan berarti hanya mengerti bahwa setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari Lahir Pancasila, paham Pancasila berarti memahami sepenuhnya makna yang terkandung dalam Pancasila serta bisa menerapkannya.

Dengan begitu, diharapkan masyarakat Indonesia bisa memahami sepenuhnya makna dari Pancasila sekaligus bisa menerapkannya agar Indonesia bisa terbebas dari oknum tak bertanggung jawab yang bisa memecah belah Indonesia. Hal tersebut bisa saja diwujudkan dengan meningkatkan penanaman pendidikan Pancasila dengan memberi edukasi mengenai Pancasila yang sudah dimasukkan kedalam kurikulum dan didukung dengan pemberian edukasi melalui media massa seperti koran dan televisi agar para masyarakat yang sudah lulus jenjang pendidikan tetap mendapat edukasi mengenai Pancasila dan tidak serta merta melupakan makna dari Pancasila yang sudah diberikan karena para orang tua juga perlu menerapkan prinsip Pancasila untuk menjadi contoh bagi generasi muda.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE