Akhirnya Mama Udon Fanny Kondoh melahirkan.
Selamat datang ke dunia, Baby Kazuki!
Kabar bahagia datang dari Fanny Kondoh—atau yang kita kenal sebagai Mama Udon—yang akhirnya melahirkan buah hati pertamanya, anak dari Hajime Kondoh alias Papa Udon. Bayi laki-laki yang diberi nama Kazuki ini lahir sehat lewat persalinan gentle birth di Klinik Tembuni, Jakarta Selatan.
Momen ini nggak cuma bikin haru, tapi juga penuh makna. Karena perjuangan Fanny nggak sebentar—dari program bayi tabung ketiga yang akhirnya berhasil, hingga menjalani kehamilan tanpa kehadiran sang suami yang lebih dulu berpulang. Beberapa hari sebelum melahirkan, Fanny sempat datang ke makam Papa Udon. Ia tabur bunga sambil memohon restu, seolah mengajak sang suami hadir di hari spesial mereka.
Dan sebelum akhirnya Baby Kazuki lahir, ada begitu banyak momen yang nggak kalah menyentuh…
ADVERTISEMENTS
5 Momen Penuh Cinta hingga Kehilangan Sebelum Fanny Kondoh Melahirkan Baby “Udon” Kazuki
ADVERTISEMENTS
1. Pertemuan Pertama: Dari Kasir dan Bos, Jadi Jodoh Tak Terduga
Kabar bahagia Fanny Kondoh melahirkan tentunya berawal dari pertemuan kedua orangtua Baby Udon. Semuanya bermula ketika, Sherly Fanny—yang kini akrab disapa Mama Udon—baru berusia 22 tahun dan bekerja sebagai kasir di gerai Marugame Udon Surabaya. Suatu hari, ia diminta bekerja di pembukaan gerai baru Semarang sebagai karyawan perbantuan.
Di sanalah pertama kalinya Fanny bertemu dengan Hajime Kondoh, yang saat itu masih menjabat sebagai General Manager Marugame Udon Indonesia. Sosok pria asal Jepang itu langsung mencuri perhatian. Tapi bukan karena gayanya yang bossy atau otoriter—justru sebaliknya. Papa Udon dikenal hangat, rendah hati, dan nggak segan ikut membantu saat gerai sedang ramai, misalnya membereskan mangkuk atau menyambut pelanggan.
Buat Fanny, kesan pertamanya begitu membekas. Bahkan, saat berjabat tangan untuk pertama kalinya, ada perasaan kuat yang menyelusup di hati. “Aku yakin dia bakal jadi suamiku,” begitu kira-kira ungkapan Fanny dalam sebuah podcast.
ADVERTISEMENTS
2. Hubungan yang Tumbuh Perlahan, Perkenalan Keluarga, Diikat Cincin, dan Mualaf
Setelah pertemuan awal yang membekas di Semarang, komunikasi antara Fanny dan Hajime Udon tidak serta-merta jadi hubungan romantis. Semuanya berjalan perlahan. Mereka tetap menjalani rutinitas kerja masing-masing, tapi dari situ mulai tumbuh rasa nyaman.
Seiring waktu, Hajime Udon mulai membuka diri dan menunjukkan perhatian lebih. Hubungan mereka pun berkembang secara alami. Dari komunikasi kecil yang makin dalam. Saat Fanny mulai merasa yakin, Hajime pun membalas dengan ketulusan yang sama.
Pada akhirnya, Hajime menemui keluarga Fanny di Surabaya. Di momen itulah ia memperkenalkan diri secara resmi kepada keluarga Fanny dan menyampaikan niatnya. Ia memberikan cincin sebagai bentuk komitmen dan keseriusannya.
Hajime Udon memutuskan menjadi mualaf awalnya formalitas, tapi akhirnya dengan kesadaran dan kerendahan hati, ia memeluk Islam. Proses mualaf dilakukan di Pacific Place, Jakarta, dibimbing oleh almarhum Ammer Azzikra demi benar-benar menjalankan ibadah rumah tangga yang sejalan dengan nilai yang diyakini bersama.
ADVERTISEMENTS
3. Perjuangan Panjang Punya Anak: Dari Harapan Alami sampai IVF
Layaknya pasangan lainnya setelah pernikahan, kehadiran anak adalah hal yang sangat dinantikan. Mereka awalnya mencoba secara alami, berdoa, menjaga pola makan, bahkan menjalani pengobatan tradisional, dan berujung nihil. Kemudian mereka akhirnya memutuskan untuk mengikuti program bayi tabung (IVF). Tapi nyatanya usaha ini pun belum membuahkan hasil. Dua kali gagal karena embrio yang tidak berkembang. Fanny harus menghadapi tekanan fisik, dan Hajime jadi penopang emosionalnya. Tapi mereka tetap berpegangan erat dalam harapan yang tak pernah padam.
ADVERTISEMENTS
4. Ujian Berat: Hajime Terdiagnosa Kanker, Tapi Tetap Menebar Kebaikan
Setelah berusaha memiliki anak dengan berbagai cara dan belum berhasil juga, Hajime justru didiagnosis mengidap kanker prostat. Kabar tersebut menghantam, tapi keduanya tidak tenggelam dalam kesedihan.
Alih-alih larut dalam kecemasan, mereka memilih melawan dengan cara yang bermakna: bersedekah. Kebetulan saat itu momen covid 2020, Fanny tidak ada niatan apapun selain ikhtiar kesembuhan suami, memilih membagikan makanan di jalanan, dah tidak disangka konten tersebut justru viral di media sosial. Tidak banyak yang tahu bahwa sedekah itu adalah bagian dari ikhtiar Fanny—sebagai istri—yang ingin melihat suaminya sembuh.
Yang lebih menggetarkan, di tengah pengobatan dan harapan, mereka berdua bersama-sama memilih dan membeli lahan makam. Itu bukan tanda menyerah, tapi bentuk kesiapan, penerimaan, dan cinta yang tidak menggantungkan makna hanya pada harapan sembuh.
ADVERTISEMENTS
5. Suami Berpulang, Program Bayi Tabung Berhasil
Keajaiban memang kadang datang beriring setelah air mata panjang. Tak lama setelah pembelian makam dan Hajime Kondoh benar-benar berpulang. Fanny yang merasa benar-benar kehilangan belahan jiwanya, seolah diberi hadiah terindah bahwa percobaan ketiga program bayi tabung mereka akhirnya membuahkan hasil.
Bayi yang begitu lama mereka nantikan—buah hati dari ikhtiar, doa, dan cinta tak terputus—akhirnya hadir di dalam rahimnya. Selama kehamilan, ia memanggilnya “baby udon”, sebagai bentuk kenangan dan penghormatan terhadap ayahnya.
Dan pada tanggal 3 Juli 2025, melalui proses gentle birth di Klinik Tembuni, Fanny Kondoh melahirkan Baby Kazuki. Seorang bayi yang hadir membawa banyak rasa. Tangis dan senyum, kesedihan tanpa kehadiran ayah tapi juga harapan akan warisan cinta dari seorang ayah yang mungkin tak bisa melihat langsung kelahirannya.