7 Jenis Pengeluaran yang Mesti Kamu Rencanakan, Agar Uang Bulanan Gak Habis di Tengah Jalan

“Kayaknya baru aja kemarin deh dikirimin duit… Kok sekarang udah habis setengahnya ya?”

“Lah, kamu gunain buat apa aja emang?”

“Nggak tahu nih. Padahal bulan ini aku nggak boros sama sekali lho…”

Karena luput menganggarkan kiriman bulanan, uangmu terancam tak bersisa sebelum waktunya. Alhasil, kamu kelimpungan di akhir bulan atau terpaksa minta kiriman lagi ke orangtua. Sekali-sekali mungkin bisa ditoleransi, tapi kalau terus-terusan, tentu akan merepotkan dirimu sendiri dan orang yang menanggung biaya hidupmu, bukan? Apalagi kalau mereka masih punya tanggungan lainnya selain dirimu.

Karena itu, bertanggung jawab pada uangmu adalah hal yang mutlak perlu. Bukan berarti harus berhemat sampai menyiksa diri. “Bertanggung jawab” artinya menerima bahwa uangmu masih tidak seberapa, dan harus dianggarkan supaya tidak habis sebelum waktunya (lalu merepotkan orangtua).

Alih-alih menghabiskannya tanpa rencana, pastikan kamu sudah memetakan penggunaan uangmu sebaik-baiknya. Dari jumlah yang sekian itu, harus ada yang dibagi-bagi untuk pos-pos berikut ini. Pos-pos apa saja sih?

1. Tentukan anggaran untuk kebutuhan makan. Dari sarapan di warteg sampai nongkrong di kafe, semuanya harus sudah ter-cover di sini

Makan 175.000 seminggu

Makan 175.000 seminggu via bandung.panduanwisata.id

Yang mutlak harus kamu anggarkan adalah kebutuhan untuk makan. Alasannya jelas: mudah sekali untuk boros soal makanan, dan tanpa anggaran makan, kamu tidak akan bisa memperkirakan boleh menghabiskan berapa banyak uang saat makan di luar.

Supaya mudah mengontrolnya, kamu bisa membuat anggaran mingguan. Misalnya: jika uang hidupmu per bulan adalah Rp1.500.000, anggarkanlah 700.000 untuk makan — alias 175.000 per minggunya. Dalam satu minggu kamu boleh pergi ke kafe  atau makan di tempat yang hits, asal biaya total yang kamu habiskan dalam seminggu tidak melebihi Rp175.000. Pintar-pintarlah memaksimalkan mie instan, warteg, dan sarapan murah seperti semangkuk oat instan plus sedikit susu.

2. Untuk kebutuhan sebagai mahasiswa, tentukan kapan kamu bisa pakai uang sendiri dan kapan harus minta orangtua

Biaya fotokopi

Biaya fotokopi via www.no1-office.com

Contohnya, kamu berkomitmen untuk menyisihkan maksimal Rp75.000 tiap bulannya untuk membayar sendiri biaya fotokopi dan iuran bulanan anggota UKM. Kalau ada kebutuhan tambahan yang akan memakan dana lebih dari Rp75.000 (misalnya saja kebutuhan percobaan di lab, olah data, atau pengerjaan skripsi), kamu bisa menutupnya dengan tabungan, atau kalau terpaksa, meminta uang secara terpisah pada orangtua.

Butuh uang untuk buku teks kuliah? Coba cek apakah kamu benar-benar harus membeli buku tersebut atau kamu bisa mendapatkannya gratis dengan meminjam di perpustakaan.

3. Personal care items seperti sabun, shampo, sampai makeup harus ada anggarannya sendiri

Karena kamu harus merawat diri, pastinya anggaran untuk membeli sabun, shampo, dan alat-alat personal care yang lain harus ada. Besar-tidaknya tergantung kebutuhan individualmu. Sebagai standar, Rp50.000 sudah cukup untuk keperluan sabun, shampo, pasta gigi, dan sabun muka selama sebulan. (Memang ada kalanya kamu harus keluar lebih dari itu, misalnya saja kalau kamu beli sabun, shampo, DAN facial foam baru secara bersamaan. Tapi, mereka normalnya bisa dipakai lebih dari sebulan, sehingga Rp50.000 masih bisa dianggap rasional).

Kalau kamu harus membeli makeup, sadarlah bahwa kamu masih mahasiswa dan tidak punya semua uang di dunia. Jika ada makeup-mu yang habis bulan itu, kamu bisa menganggarkan Rp75.000. Ini sudah royal sekali karena dengan 75.000 kamu bisa membeli bedak/eyeliner/lipstik. Jika ada makeup yang kamu mau tapi harganya di atas itu, tabung dulu uangmu, baru membelinya. Daripada bokek di akhir bulan? Masa’ cantik-cantik gak punya uang buat makan…

4. Demikian pula dengan kebutuhan transportasi dan komunikasi

kebutuhan transportasi juga harus dianggarkan

kebutuhan transportasi juga harus dianggarkan via jogjamotorent.wordpress.com

50.000 (paket pulsa internet HP) + 60.000 (bensin motor satu bulan) + 25.000 (pulsa internet) = Rp135.000

Karena sehari-hari kamu tak mungkin hanya di kost saja, pastinya anggaran dana untuk bensin harus ada. Rp60.000 per bulan atau Rp15.000 per minggu akan cukup, bahkan lebih, untuk memenuhi kebutuhan transportasimu. Sementara itu, Rp50.000 untuk pulsa HP dan 25.000 untuk membeli kartu perdana internet adalah perencanaan yang rasional — tuh, bertanggung jawab pada uangmu bukan berarti harus menyiksa diri, ‘kan?

5. Jatah untuk hiburan harus sudah kamu tetapkan dari awal, karena rawan besar pasak daripada tiang

beli dua novel per bulan

beli dua novel per bulan via twitter.com

Rp100.000 bisa untuk: beli tiket konser musik ATAU beli 2 novel ATAU nonton 2-3 film di bioskop

Kalau uang jajanmu Rp1.500.000, anggarkanlah 100.000 untuk dana hiburanmu. Kelihatannya memang sedikit, tapi kamu bisa menggunakan uang ini untuk banyak kegiatan. Misalnya nonton 2-3 film di bioskop, membeli 1-2 novel fiksi, atau membeli tiket konser musik lokal. Lagipula, kamu tak perlu memikirkan biaya nongkrong lagi, karena sudah di-cover oleh anggaran makan seperti yang dijelaskan sebelumnya di poin pertama.

6. Selanjutnya, sisakan uangmu untuk amal. Harus ada anggarannya supaya uangmu tak jatuh ke tangan yang tak seharusnya

Sebenarnya menganggarkan uangmu untuk charity atau sedekah itu penting. Tak hanya untuk membuatmu sadar bahwa kamu berkecukupan, dengan menganggarkan charity kamu bisa menentukan siapa yang seharusnya mendapatkan sebagian rezekimu itu. Kamu tak perlu lagi memberi sedekah pada pengemis di jalanan, yang sebenarnya belum tentu membutuhkan.

Anggarkanlah Rp25.000 untuk badan zakat, rumah ibadah, atau organisasi sosial pilihanmu. Pastikan mereka punya track record yang baik supaya uangmu (walau sedikit itu) benar-benar sampai pada mereka yang membutuhkan.

7. Anggaran terakhir adalah tabungan. Baik jangka pendek (alias dana darurat) maupun simpanan jangka panjang

Uang uang uang

Uang uang uang via ekoqren.blogspot.com

Selain keenam anggaran di atas, tentunya kamu juga harus menyisihkan uang jajanmu untuk ditabung. Bukan nasihat klise — kamu benar-benar harus sadar bahwa meskipun sekarang hidupmu masih ditanggung orangtua, punya tabungan sendiri itu penting untuk hidup ke depanmu nantinya.

Bedakan tabunganmu menjadi 2 jenis. Jenis pertama adalah tabungan dana darurat. Sisihkan Rp200.000 di awal bulan sebagai dana yang bisa kamu gunakan untuk memperbaiki gadget yang rusak, biaya obat jika kamu jatuh sakit, dan keperluan darurat yang lainnya. Sisihkan juga Rp140.000 untuk simpanan jangka panjang. Dan jika dana daruratmu sukses tetap utuh sampai akhir bulan, kamu bisa mengalihkannya ke simpanan jangka panjang.

Oh iya, supaya nilai simpanan jangka panjangmu tidak terkikis inflasi tiap tahunnya, pikirkanlah untuk menukar uang tabunganmu dengan emas. Emas bisa kamu beli secara online dari lembaga resmi seperti PT ANTAM, atau offline di pegadaian. Jika simpanan jangka panjangmu sudah mencapai Rp450.000-500.000, kamu sudah bisa membeli 1 gram emas. Belilah saat harganya sedang turun, dan kamu bisa menjualnya kembali ketika harganya naik. Dengan begini, nilai tabunganmu akan bisa bertahan dari inflasi. Upayamu membuat simpanan jangka panjang pun tak akan sia-sia.

Jadi kalau dirangkum, anggaran-anggaran bulananmu adalah sebagai berikut:

Uang makan : 700.000

Kemahasiswaan : 75.000

Personal care products : 50.000

Makeup (opsional) : 75.000

Transportasi + komunikasi : 135.000

Uang hiburan : 100.000

Charity : 25.000

Tabungan darurat : 200.000

Simpanan jangka panjang : 140.000

Total = Rp1.500.000

Karena kondisi dan kebutuhan setiap orang berbeda-beda, kamu boleh kok mengutak-atik anggaran ini sesuai kebutuhanmu. Semua pada akhirnya kembali padamu lagi — rancangan anggaran seperti di atas hanyalah patokan saja. Tapi anggaran di atas sudah cukup banget kok buat hidup “mapan” ala mahasiswa.

Punya saran lain yang berguna untuk mengelola uang ala mahasiswa? Sampaikan di kolom komentar, ya! 😀

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Ophelia of the postmodern age.