Ajari Anak Cewek Jaga Kehormatan Diri, Buku Teks untuk Anak-anak SD Malaysia Ini Diprotes Keras

Buku teks sekolah Malaysia ditarik kembali.

Sebuah halaman dalam buku teks yang diperuntukkan untuk anak-anak SD berumur 9 tahun di Malaysia, belakangan menimbulkan perdebatan dan kontroversi di Malaysia. Halaman yang berisi ilustrasi sederhana tentang bagaimana ‘Amira’ – tokoh fiktif yang jelas digambarkan sebagai anak cewek – harus menjaga kehormatan anggota seksualnya, diprotes habis-habisan. Salah satunya oleh organisasi perlindungan perempuan di sana Women’s Aid Organisation, seperti dilansir dari BBC .

Meski terlanjur disebarkan ke SD-SD negeri di sana, pemerintah Malaysia akhirnya mengakui bahwa ilustrasi menjaga kehormatan diri untuk anak perempuan tersebut memang salah dan harus direvisi. Kalau melihat ilustrasi itu, mungkin sebagian dari kita di Indonesia bakal menganggap tidak ada yang salah dari ajaran atau pesan yang disampaikan di dalamnya. Bahkan setelah mendengar kenapa ilustrasi pendidikan seksual itu sangat problematis, banyak diantara kamu juga tetap akan menganggapnya benar dan justru bertanya kenapa harus direvisi. Apa sebabnya? Yuk kulik bersama Hipwee News & Feature!

Ilustrasi ini dinilai bisa berbahaya karena melanggengkan victim blaming atau kultur untuk selalu menyalahkan korban terlebih dulu. Bahkan jika kiranya ada pelaku, perannya tidak diperlihatkan

Ilustrasi berjudul ‘Selamatkan Maruah (Kehormatan)’ ditujukan untuk anak-anak usia SD via twitter.com

Di samping memperlihatkan bagaimana caranya menjaga ‘maruah’ atau kehormatan anggota seksual dengan selalu memakai pakaian sopan, menutup pintu ketika berganti pakaian, dan jangan bepergian ke tempat sepi seorang diri, ilustrasi ini kemudian menceritakan konsekuensi yang bakal dialami Amira jika dirinya gagal menjaga kehormatan diri. Konsekuensinya termasuk akan merasa malu, bakal dijauhi teman-teman, dan mencemari nama baik keluarga.

Halaman tersebut memang tampaknya menitikberatkan bahwa jika kehormatan anggota seksual Amira dilanggar, maka itu terjadi karena ia gagal menjaga diri — tanpa menggambarkan kesalahan pelaku atau orang yang melanggar kehormatan Amira. Masih dilansir dari BBC , itulah yang dinilai Woman’s Aid Organisation salah untuk selalu menempatkan beban menghindari kekerasan seksual (terutama kepada perempuan), bahkan tanpa menyebutkan bahwa pelaku-lah yang bertanggung jawab jika ada tindakan pelecehan.

Pemerintah Malaysia akhirnya juga mengakui bahwa pendidikan seksual dalam ilustrasi tersebut harus direvisi karena mengandung unsur seksis. Kini halaman tersebut ditutupi dengan stiker sebelum diganti sepenuhnya

Halaman buku itu akan diganti tanggal 29 Januari nanti. (Ilustrasi) via www.malaymail.com

Setelah diprotes dan dikritik melanggengkan kultur victim blaming di Malaysia, pemerintah melalui Menteri Pendidikan Malaysia Teo Nie Cheng menyatakan akan mengganti halaman dalam buku teks tersebut. Cheng, seperti dilaporkan The Guardian , bahkan setuju dengan kritikan tersebut dan menyebut ilustrasi Amira tersebut seksis. Cheng juga menambahkan bahwa peristiwa ini akan jadi titik balik untuk me-review kembali program maupun kebijakan pendidikan seksual pemerintah Malaysia. Dia juga mengakui insiden ini terjadi karena masih rendahnya kesadaran semua lapisan masyarakat akan pentingnya pendidikan seksual di usia dini.

Halaman buku itu kini ditutupi dengan stiker, sebelumnya nantinya akan dikirim halaman pengganti pada tanggal 29 Januari nanti. Jadi penasaran ya, versi revisi dari ilustrasi pendidikan seksual ini kayak gimana…

Victim blaming bukan cuma masalah Malaysia saja, tapi masih terjadi di mana-mana. Kerennya, pemerintah Malaysia kini tampaknya mulai berani melakukan perubahan untuk merancang pendidikan seksual yang lebih baik

Demi generasi masa depan yang lebih baik. (Ilustrasi) via www.unhcr.org

Mungkin akan banyak orang Indonesia yang bereaksi — ‘nggak ada yang salah kok sama ilustrasi itu, ‘kan anak perempuan memang harus menjaga diri‘. Memang tidak ada yang salah untuk mengingatkan semua orang (bukan hanya perempuan) untuk berhati-hati. Tapi kita juga harus menekankan dengan tegas untuk semua orang (mau laki-laki atau perempuan) untuk tidak melakukan kekerasan atau pelecehan seksual terhadap orang lain. Bukan terus-menerus mempermasalahkan baju seperti apa yang dipakai korban atau menyamakan korban seperti ‘ikan asin’ seperti kasus Agni di UGM dulu.

Apalagi jika sentimen tersebut dimasukkan dalam kurikulum pendidikan seksual di kalangan anak-anak SD. Bahaya banget jika misalkan dalam kasus predator seksual sekalipun, korban masih terus percaya bahwa dirinya-lah yang patut disalahkan karena gagal menjaga diri. Pelecehan seksual itu tindak kriminal, pelakunya juga harus ditindak. Kasihan saja kalau korban harus selalu ikut disalahkan karena kultur victim blaming. Keren aja sih mendengar kabar bagaimana pemerintah Malaysia mau mengoreksi dan merancang pendidikan seksual yang lebih baik.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini