Debat Ketiga Telah Usai, Tinggal 2 Debat Lagi. Tapi Sebenarnya Guna Nggak Sih Debat Semacam Ini?

Efisiensi debat pemilu

Debat Pilpres 2019 putaran ketiga telah usai digelar. Debat yang menampilkan kedua cawapres, Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno ini menjadi pengingat bahwa momen pemilu sebentar lagi akan digelar. Para paslon di kedua kubu makin rajin jelajah daerah-daerah di Indonesia untuk meraup suara. Pendukung kedua paslon juga makin “ada aja” caranya untuk menaikkan pamor idola mereka.

Advertisement

Nggak ketinggalan, masyarakat juga makin-makin nih mendekati momen nyoblos 17 April nanti. Makin yakin dengan pilihan atau malah makin bimbang ya? Atau malah debat semacam ini hanya buang-buang duit saja karena “nggak ngena”?

Sebelum berkesimpulan berguna atau nggak, yuk kita tengok kembali serunya debat pilpres pertama. Masih ingat nggak kamu dengan visi misi kedua paslon?

Debat Pilpres pertama via www.liputan6.com

Debat Pilpres putaran pertama digelar kurang lebih 2 bulan lalu, tepatnya pada tanggal 17 Januari 2019. Tema yang diangkat meliputi hukum, HAM, korupsi dan terorisme. Nah sayangnya (atau malah mirisnya ya?) kedua paslon justru terlihat main aman dalam menjawab serta berpendapat terkait tema debat tersebut.

Selain itu, debat putaran pertama ini juga diwarnai dengan typo-typo lucu dari kedua pasangan. Setelah satu contohnya seperti typo Prabowo yang menyebut luas wilayah Jawa Tengah lebih besar dari Malaysia, yang setelah dicek justru Jawa Tengah nggak ada 10 persennya. Pun dengan aksi “diam itu emas” yang dilakukan oleh Ma’ruf Amin, “Saya setuju dengan Pak Jokowi” yang (tentu saja) membuat penonton gemas :3

Advertisement

Lanjut! Di debat putaran kedua, banyak istilah-istilah baru bermunculan. Mulai dari Unicorn sampai Palapa Ring yang langsung trending di media sosial

Debat Capres 2019 via www.bbc.com

Debat putaran kedua ini menghadirkan para capres, Jokowi dan Prabowo untuk “diuji” dengan pertanyaan dari para panelis. Tema yang diangkat pun cukup greget, yaitu tentang energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan, dan Iinfrastruktur. Bedanya dengan debat yang pertama, debat putaran kedua ini banyak hal-hal serunya! Misalnya Jokowi menyebutkan istilah Unicorn dan membuat Prabowo kelabakan tapi berusaha stay cool dan tetap tenang. Pun dengan “serangan halus” dari Jokowi ke kubu sebelah tentang kepemilikan lahan, terkait pernyataan bagi-bagi sertipikat tanah, yang (jelas) membuat Prabowo ingin bilang, “Nggak gitu mainnya!”

Eits, tapi Jokowi juga sempat membuat pernyataan yang kebenarannya diragukan. Seperti dalam tiga tahun masa kepemimpinannya, tidak ada kebakaran hutan. Padahal, jelas-jelas pernah terjadi kebakaran lahan di rentang tahun 2015 sampai 2017. Hmm…

Debat putaran ketiga juga nggak kalah seru. Kini highlight-nya adalah perang kartu!

Advertisement

Debat Cawapres – Photo by Wahyu Putro/ANTARA via www.bbc.com

Banyak yang mengira bahwa debat antara cawapres akan berjalan garing dan membosankan. Ya nggak salah sih, soalnya cawapres dari kubu paslon nomer 1 terlihat anteng-anteng saja di debat pertama lalu. Namun, siapa sangka Si Diam Itu Emas sudah keluar dari cangkangnya? Pada debat putaran ketiga ini, Ma’ruf Amin mengikuti jejak Jokowi dengan mengumbar banyak istilah-istilah baru yang cukup menarik di telinga. Seperti La Tahzan, Dudi, sampai Insfrastruktur Langit. Nggak mau kalah, pada debat yang bertema pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, serta sosial dan budaya ini Sandiaga Uno juga melontarkan istilah-istilah eye-catchy, seperti Sekedah Putih sata menanggapi masalah stunting di Indonesia.

Nah ini nih yang nggak kalah seru. Selain “perang istilah baru”, kedua cawapres ini juga saling melontarkan program-program terkait kartu. Perang kartu tersebut semakin seru karena keduanya berpendapat sembari memperlihatkan kartu-kartu sakti mereka. Ma’rfu Amin dengan 3 kartu saktinya dan Sandiaga Uno dengan e-KTP, yang ia keluarkan fresh from the wallet.

3 debat sudah digelar, 2 debat (lagi) siap diselenggarakan. Sebenarnya berguna nggak sih debat-debat semacam ini untuk meyakinkan hati?

Berguna nggak sih? via www.hipwee.com

Menuju 17 April 2019, ternyata masih ada 2 debat lagi yang rencananya akan digelar. Debat keempat yang akan diselenggarakan pada 30 Maret 2019 ini, bertema ideologi, pemerintahan, pertahanan dan keamanan serta Hubungan Internasional. Sementara debat kelima (final) yang akan digelar pada 13 April 2019 akan mengangkat tema ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan dan investasi serta perdagangan dan industri. Hm…still long way to go ya bagi para paslon untuk leyeh-leyeh sejenak dari Pilpres dan tetek bengeknya. Masih panjang juga bagi rakyat Indonesia untuk mencoblos dan memamerkan jari tercelup tinta ke media sosial hihi.

Sebelumnya, Hipwee ingin bertanya dulu ke kalian. Dari 3 debat yang udah digelar dan 2 debat akan segera digelar, menurutmu apakah sudah bantu menetapkan pilihan? Atau justru kamu anggap nggak berguna karena makin bingung dan nggak tahu mau memilih siapa?

Perlu debat parpol? via nasional.republika.co.id

Apapun jawabanmu, rasanya pernyataan Sis Grace Natalie soal perlunya ada debat parpol mungkin ada benarnya juga. Ketum PSI ini menyebutkan bahwa pada Pilpres kali ini perlu adanya debat antar 16 parpol yang ikut pemilu. Sebab, pada pesta demokrasi 17 April nanti, tak hanya presiden dan wakilnya yang dipilih, tapi juga wakil rakyat mulai dari DPR hingga DPRD Kota.

“Ada satu hal yang masih kurang dari proses Pemilu kali ini yakni publik kehilangan kesempatan untuk melihat kontestasi ide diantara 16 partai politik. Bagi kami debat ini penting untuk memastikan kualitas DPR mendatang tidak lebih buruk,” dikutip dari Republika.

Iya sih, soal debat pilpres ini memang diatur dalam UU Nomor 7/2017 Pasal 277 ayat 1. Ayat tersebut menjelaskan bahwa debat pasangan calon dilaksanakan sebanyak 5 kali. Tapi ya gimana, untuk nyoblos 1 surat suara warna abu-abu saja perlu sampai 5 kali debat. Masa’ keempat warna surat suara lainnya nggak ada debatnya? Bukannya memilih wakil rakyat dengan presiden sama-sama penting ya?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Not that millennial in digital era.

CLOSE