Hollywood Makin Sering Putihkan Karakter yang Sebenarnya Berwarna, Ini Polemik Dibaliknya

Harus diakui, tak mudah mencari aktor atau aktris yang bisa memerankan suatu karakter dengan sempurna. Selain penjiwaan karakter, masalah suara, postur dan banyak hal lain juga harus dipertimbangkan oleh sutradara. Apalagi untuk film sekelas produksi Hollywood. Sebagai contoh, Ryan Reynolds dinilai tak cocok memerankan Hal Jordan pada film Green Lantern yang rilis 2011 silam. Padahal kalau urusan akting, postur dan penjiwaan, kita tak perlu meragukan kemampuan Ryan Reynolds. Namun, tetap saja perannya dalam film tersebut dihujat.

Advertisement

Dari situ kita bisa tahu bahwa di Hollywood sana, urusan memilih aktor dan aktris itu bukan perkara mudah. Apalagi jika kasusnya sudah terkait kesesuaian ras. Dalam beberapa kasus, Hollywood sudah sering dicap mem-bleaching karakter dalam film-filmnya. Karakter yang seharusnya diperankan tokoh dari ras lain, tapi malah diperankan oleh aktor dan aktris berkulit putih. Sebegitu susahnya kah mencari aktor selain yang berkulit putih, atau memang ada agenda lain dari Hollywood sana.

Yang terbaru adalah karakter Mayor Kusanagi yang diperankan Scarlett Johansson di film Ghost In the Shell. Dari namanya aja udah keliatan Jepangnya loh

Kusanagi tapi orang barat? Wew~

Kusanagi tapi orang barat? Wew~ via kotaku.com

Padahal filmnya belum dirilis di pasaran dan baru akan rilis tahun depan. Namun Ghost In the Shell sudah menuai banyak kritikan. Masalahnya ada pada pemilihan Scarlett Johansson untuk memerankan Mayor Motoko Kusanagi. Bukan karena Scarlett adalah aktris yang jelek. Aktingnya bagus kok. Namun perkaranya ada pada ‘pemutihan’ karakter yang dilakukan Hollywood.

Dari nama Motoko Kusanagi saja sudah jelas bahwa karakter tersebut adalah karakter Jepang. Meski dalam anime tak ada penjelasan soal ras dari Mayor Kusanagi, namun harusnya Hollywood tetap mempertimbangkan pemilihan aktris dari Asia. Padahal ada Rinko Kinuchi, Jamie Chung hingga Maggie Q yang berdarah Asia yang dirasa lebih cocok untuk memerankan Mayor Kusanagi.

Advertisement

Tak jauh beda dengan karaktor Son Goku yang diperankan oleh Justin Chatwin. Film Dragonball: Evolution bahkan dicap adaptasi paling gagal

Kaga miriip~~

Kaga miriip~~ via hipwee.com

Yang cowok-cowok pasti tahu dengan karakter satu ini. Son Goku adalah karakter utama dalam manga dan anime berjudul Dragonball. Ditulis oleh Akira Toriyama, penggambaran Son Goku di manga dan anime jauh lebih mirip orang-orang Asia dibanding orang barat.

Sayangnya, di film Dragonball: Evolution, Son Goku diperankan oleh Justin Chatwin — aktor kulit putih kelahiran Kanada. Penunjukan Justin sebagai Goku jelas ditentang oleh fans berat Dragonball. Wajar saja kalau setelah Dragonball Evolution rilis, banyak yang menghujatnya. Bahkan di IMDB aja ratingnya cuma 2,7. Karena kekeliruan casting dan skenario, Dragonball Evolution dicap sebagai salah satu film adaptasi paling gagal.

Tilda Swinton yang memerankan The Ancient One dalam Dr. Strange juga dianggap kurang tepat

Advertisement
Kontras sih

Kontras sih via cine-matt.com

Salah satu film superhero paling keren yang barusan kemarin rilis, Dr. Strange, pun mengalami kasus yang sama. Kali ini bukan sang tokoh utama, Stephen Strange, yang jadi masalah. Namun karakter The Ancient One. Menurut cerita original, The Ancient One adalah sosok mahaguru berusia ratusan tahun dari Tibet. Jadi sudah sewajarnya jika pemilihan Tilda Swinton sebagai Ancient One menuai kontroversi.

Terlepas dari perkara gender, Tilda adalah sosok berkulit putih kelahiran Inggris. Sementara Ancient One adalah sosok guru spiritual asal Tibet. Perbedaan karakter keduanya jelas sangat jauh. Karenanya banyak yang protes atas kesan ‘pemutihan’ karakter yang dilakukan oleh Hollywood tersebut.

Yang paling parah jelas film The Last Air Bender. Bahkan hampir semua karakter diganti dengan aktor-aktris kulit putih

Rasis?

Rasis atau memang kekeringan aktor dan aktris Asia? via kym-cdn.com

Kamu pasti tahu film yang satu ini. Diadaptasi dari animasi produksi Nickelodeon berjugul Avatar: The Last Air Bender yang laris di pasaran, film ini mendapat ekspekstasi tinggi oleh penggemarnya. Sayangnya, semua tak sesuai harapan. Tak hanya penggunaan efek dan ceritanya yang mengecewakan, pemilihan karakternya pun sama.

Dalam versi animasinya, hampir seluruh karakter yang ada di Avatar adalah orang-orang Asia dan suku Inuit. Namun, versi film memberikan gambaran yang berbeda. Hampir semua karakter diperankan aktor-aktris kulit putih. Tentu saja hal ini membuat fans Avatar kecewa. The Last Air Bender bahkan dijuluki “racebender” (pengendali ras) dan disebut sebagai film paling buruk yang pernah ada.

Dari contoh film-film tersebut, kira-kira apa sih yang dipikirkan oleh petinggi atau direktur casting Hollywood? Kebanyakan film-film tersebut sudah memiliki basis fans yang banyak. Mengubah ras karakternya jelas akan memicu amarah dan kekecewaan banyak pihak. Apa iya hal itu cuma didasari mereka tak menemukan aktor dan aktris ras selain kulit yang mumpuni? Atau justru ini adalah salah satu bentuk hegemoni kaum kulit putih agar dianggap lebih superior dari orang-orang lain?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat jatuh cinta, penyuka anime dan fans Liverpool asal Jombang yang terkadang menulis karena hobi.

CLOSE