Ruang Belajar #MakinCakapDigital Siberkreasi x Hipwee Bahas Pentingnya Jejak Digital Positif Bagi Content Creator dan Bukan Hanya Sekadar Viral

Dosen sekaligus content creator Dr. Hendi Pratama, S.Pd., M.A dan CEO Hipwee Nendra Primonik Rengganis kupas tuntas tentang pentingnya jejak digital positif

Sebagai media dan platform digital yang fokus memproduksi berbagai konten positif bagi anak muda, Hipwee berkolaborasi dengan Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi berserta Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia mengadakan kegiatan Ruang Belajar #MakinCakapDigital sebagai jawaban atas tantangan literasi digital di Tanah Air.

Ruang Belajar #MakinCakapDigital ini mengangkat topik-topik terkait literasi digital yang bisa membantu anak-anak muda Indonesia mengembangkan diri dan bisa lebih cakap memanfaatkan teknologi digital secara positif.

Seperti pada Jumat 14 April 2023, kegiatan yang bertajuk “Pentingnya Membangun Jejak Digital yang Positif sebagai Content Creator” ini  berlangsung secara virtual dan menghadirkan dosen serta motivator pendidikan yang juga aktif berkreasi sebagai digital content creator Dr. Hendi Pratama, S.Pd. M.A bersama CEO Hipwee Nendra Primonik Rengganis sebagai narasumber. Ruang Belajar kali ini membahas betapa pentingnya memiliki jejak digital yang positif, terutama bagi anak-anak muda yang beraspirasi menjadi content creator. 

Pentingnya memilih untuk jadi content creator yang mendapatkan atensi dan bertahan dengan konten-konten positif

Siberkreasi Hipwee

CEO Hipwee Nendra Primonik Rengganis menjelaskan besarnya peluang untuk jadi content creator yang positif  | dok. Tangkapan layar/Zoom

Nendra Primonik membuka Ruang Belajar kali ini dengan membeberkan studi menarik dari LinkedIn tentang adanya peningkatan demand atau permintaan terhadap lowongan pekerjaan content creator sampai tiga kali lipat sepanjang tahun 2022 kemarin. Terutama untuk lowongan digital content creator. Jadi memang tidak mengherankan jika banyak anak muda masa kini memiliki aspirasi untuk menjadi content creator. 

Nendra melanjutkan bahwa saat ini content creator yang dicari pun tidak melulu tentang visual atau hanya mengandalkan penampilan. Ada 10 tipe content creator yang sedang banyak dicari baik oleh perusahaan atau instansi, dari content creator IT, pendidikan, hingga makanan. Meski kompetisi akan semakin ketat, tapi kini tersedia banyak ruang untuk berkreasi dan berprestasi sebagai content creator. 

Salah satu hal penting yang digarisbawahi Nendra adalah bagaimana tiap content creator sebenarnya memiliki dua pilihan untuk merebut atensi publik dan bertahan dalam industri yang sangat kompetitif ini. Pilihan pertama adalah dengan mengandalkan sensasi dan viralitas semata, sedangkan pilihan kedua adalah membangun rekam digital positif yang bisa dipertanggungjawabkan. Untuk bisa bertahan dalam jangka waktu lama, pilihan kedua untuk membangun rekam digital yang positif harus diprioritaskan.

Content creator yang terdidik, punya etika, dan konsisten menyebarkan konten positif bisa memiliki kekuatan transformatif yang luar biasa

Siberkreasi Hipwee

Dr. Hendi Pratama, S.Pd. M.A, dosen dan salah satu motivator pendidikan terpopuler di Indonesia | dok. Tangkapan layar/Zoom

Untuk belajar bagaimana cara membangun jejak digital yang positif sebagai content creator, Ruang Belajar kali ini menghadirkan Dr. Hendi Pratama, S.Pd. M.A. Hendi adalah seorang dosen, pembicara, dan content creator yang memiliki passion untuk mentransformasi pendidikan di Indonesia lewat dunia digital. Konten-konten pendidikan Hendi yang kebanyakan dibalut dengan pendekatan humor di TikTok maupun Instagram telah memiliki lebih dari 95 juta views dengan 10 juta likes. 

Berangkat dari kisahnya pertama kali mulai menjadi content creator, Hendi bercerita bagaimana keberadaan platform-platform media sosial memotivasinya untuk menyebarkan ilmu ke lebih banyak lagi orang. Berbeda dengan mengajar di kelas di mana ilmu hanya akan diserap oleh 30-40 orang saja, materi yang Hendi ajarkan kini bisa diakses oleh ribuan atau jutaan orang melalui media sosial. Hendi juga meyakini bahwa masa depan memang ada di dunia digital.

Selain perbedaan jumlah orang yang terekspos dengan materi dan pesan yang ia angkat, Hendi juga menjelaskan bagaimana konten-konten pendidikan yang ia produksi di Instagram maupun TikTok lebih sesuai untuk pembelajaran generasi anak muda saat ini. Dengan balutan humor dan format yang singkat seperti video pendek, materi yang sebelumnya sering membuat mahasiswa mengantuk di kelas justru kini bisa jadi FYP di TikTok dan dibanjiri komentar.

Selain digitalisasi pendidikan Indonesia, misi Hendi sebagai pendidik sekaligus content creator adalah untuk mentransformasi pendidikan menjadi lebih egaliter dan enjoyable bagi mahasiswa.

Namun untuk mencapai itu semua, perjalanan Hendi pun tidak mudah. Tidak hanya mengandalkan ilmunya sebagai dosen, Hendi belajar menjadi content creator dari awal dengan serius. Dari belajar dengan content creator lain yang lebih berpengalaman maupun mengikuti kursus formal berbayar, Hendi terus menggali ilmu tentang content creation. 

Terkait soal rekam jejak digital, Hendi menyoroti betapa banyaknya orang yang sekarang justru sering dirugikan oleh jejak digital mereka sendiri. Dalam dunia kerja maupun perkuliahan, banyak orang yang sudah lolos persyaratan dokumen seperti CV tapi akhirnya gagal mendapat lowongan pekerjaan atau beasiswa setelah HR atau panitia seleksi memeriksa akun media sosialnya.

Maka dari itu, Hendi menjelaskan bahwa rekam jejak digital sebaiknya dikurasi dan dijaga. Meskipun sebenarnya memang tidak adil menilai kehidupan seseorang dari media sosial, namun kita akan selalu dituntut untuk memberikan contoh positif di media sosial karena adanya adversity atau negativity bias yaitu bias di mana satu postingan negatif hanya akan bisa ‘tertutup’ oleh 10 postingan positif.

Justru karena hal itulah, menurut Hendi, penting untuk menjadi content creator yang secara konsisten terus membangun jejak digital yang positif dengan terus mengkurasi konten-konten bermanfaat dan mengajak ke perubahan yang lebih baik. Hendi menjelaskan tips utama untuk menyeleksi atau mengkurasi konten yang layak di-publish sebenarnya cukup sederhana,

“Jangan lakukan apa yang tidak akan kamu lakukan di depan umum seperti di pasar atau lobi mall di platform media sosial. Jika kamu tidak akan merendahkan atau mengejek orang lain di lobi mall, jangan ejek orang di media sosial hanya karena kamu merasa anonim atau kebal”

Terlebih lagi kalau kamu memang beraspirasi menjadi content creator yang memiliki potensi finansial seperti mendapatkan endorse atau kesempatan kerjasama lain, rekam jejak digital yang positif menjadi semakin penting. Jika tidak berhati-hati, postingan yang tidak sesuai atau negatif bisa mempengaruhi brand equity kita.

Selain mengkurasi konten untuk terus secara konsisten membangun jejak digital yang positif, Hendi menjelaskan betapa pentingnya menjadi content creator terdidik yang beretika, bernorma, dan patuh hukum dibandingkan hanya mengandalkan viralitas.

Akan ada banyak topik-topik menarik dan relevan terkait dunia digital yang akan dibahas dalam kegiatan #MakinCakapDigital berikutnya. Untuk itu, jangan lupa follow akun Instagram @siberkreasi untuk mendapatkan update kegiatan #MakinCakapDigital selanjutnya.

Kamu juga bisa mengakses laman literasidigital.id untuk mendapatkan beragam konten panduan berinternet, serta konten bermanfaat lain mengenai pemanfaatan teknologi digital secara positif.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Kopito Ergo Sum -- Aku minum kopi maka aku ada.

Editor

Learn to love everything there is about life, love to learn a bit more every passing day