Selain Curah Hujan Lokal Tinggi, Hal ini Juga Jadi Penyebab Banjir Landa Jabodetabek. Stay Safe!

Penyebab banjir Jabodetabek 2021

Sejumlah kawasan di ibu kota kembali dilanda banjir. Hujan deras yang mengguyur wilayah Jabodetabek pada Jumat (19/2) malam hingga Sabtu (20/2) kemarin pagi menyebabkan kenaikkan debit air di sejumlah pintu air di Jakarta. Beberapa sungai pun akhirnya tak mampu menahan luapnya air hingga warga harus berjibaku dengan banjir yang mengepung kawasan pemukiman mereka.

Advertisement

Sejumlah perumahan, kawasan pertokoan dan rumah sakit terendam banjir di wilayah perkotaan. Bahkan beberapa perumahan elit seperti perumahan Grand Taruma dan perumahan Galuhmas pun tak luput dari musibah banjir. Perlu diketahui banjir Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) menyebabkan sebanyak 1.380 orang mengungsi dari rumah. Pertanyaannya, apakah banjir ini hanya disebabkan karena tingginya curah hujan? Yuk simak ulasan lengkapnya berikut ini.

Sebelumnya Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membeberkan sejumlah faktor penyebab banjir tak tertahankan di wilayah Jabodetabek. Salah satunya curah hujan yang ekstrem

Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, banjir Jabodetabek ini terjadi seiring dengan kondisi curah hujan ekstrem yang merata dalam waktu 24 jam dua hari terakhir.

Advertisement

“Sesuai prediksi BMKG, selama dua hari terakhir tanggal 18-19 Februari 2021, wilayah Jabodetabek diguyur hujan secara merata dengan intensitas lebat hingga sangat lebat, yakni lebih dari 50 mm, sangat lebat 100-150 mm, dengan kondisi curah hujan ekstrem mencapai lebih dari 150 mm. Semuanya dalam waktu 24 jam,” tuturnya seperti dikutip dari pemberitaan CNBC , Sabtu (20/02).

Berdasarkan penuturan BMKG, wilayah yang terdampak curah hujan paling tinggi terjadi di wilayah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Lantas mengapa kejadian ini bisa terjadi?

Sebenarnya ada empat faktor penyebab curah hujan yang tinggi. Pertamaadanya seruakan udara pada tanggal 18-19 Februari 2021 dari Asia yang cukup signifikan yang menyebabkan peningkatan awan hujan di wilayah Indonesia bagian barat. Keduaaktivitas gangguan di atmosfer di zona ekuator. Ketiga, faktor labilitas dan tingkat kebasahan yang tinggi di wilayah Jawa bagian barat dan terakhir adanya pusat tekanan rendah di Australia bagian Utara.

Menurut Anies Baswedan, banjir Jakarta terutama di Kemang terjadi karena limpahan air di Kali Krukut yang tak siap menerima kiriman dari Depok

Advertisement

Kawasan Kemang di Jakarta Selatan jadi salah satu lokasi terendam banjir cukup parah. Gubernur DKI Jakarta menyebut faktor utamanya bukan karena curah hujan lokal, melainkan kiriman air dari Depok yang tak bisa ditampung lagi.

“Di Kemang itu bukan hujan lokal yang kemudian tak terkendali, tapi genangan air banjir yang disebabkan limpasan air. Airnya darimana? bukan hujan lokal, tapi airnya kiriman dari hulu dan di hulu Kali Krukut terjadi hujan yang sangat instensif. Hulunya di Depok dan air masuk di Jakarta,” kata Anies dikutip dari Kumparan , Sabtu (20/2).

Ia menambahkan akibat limpahan air tersebut, sejumlah ruas jalan protokol juga sempat terendam banjir mulai dari Jalan Gatot Subroto hingga Jalan Jenderal Sudirman terendam akibat Kali Krukut yang tak bisa lagi menampung.

Pakar Tata kelola Air dari Universitas Indonesia mengatakan sistem drainase yang buruk menjadi faktor penyebab banjir di ibu kota

Pandangan lain diungkapkan Firdaus Ali selaku Pakar Tata Kelola Air dari Universitas Indonesia. Ia menyebut sejumlah wilayah di ibu kota yang terendam banjir sebab sistem drainase yang buruk.

“Khusus kawasan Jabodetabek, curah hujan yang tinggi tadi malam sampai jalan tol juga terkena (banjir). Itu terlihat ada sistem drainase kita yang tidak berfungsi dengan baik untuk mengantisispasi curah hujan yang relatif tinggi ini,” ujar Firdaus kepada Kompas , (20/2).

Ia melanjutkan seharusnya Pemprov DKI dan pemerintah kota-kota penyangga lebih siap mengantisipasi intensitas hujan yang tinggi dan segera membenahi sistem drainase di ibu kota.

“Kita tidak bisa menolak hujan dan mengendalikan intensitasnya. Yang bisa dikelola apa? Kemampuan kita mengelola (sistem drainase) sehingga tidak menjadi bencana,” tutup Firdaus.

Semoga bencana banjir di akhir bulan Februari ini bisa segera teratasi ya. Harapannya  masyarakat dan pemerintah bisa bahu membahu mengatasi persoalan banjir ini agar tak semakin parah, terutama di saat kondisi cuaca tak menentu dan di tengah masa pandemi seperti ini.

Stay safe and sane, SoHip!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Editor

An avid reader and bookshop lover.

CLOSE