Dinas Sosial Memilih Pakai Metode Rukiyah Untuk Mengatasi Anak Punk di Jalanan. Masuk Akal Nggak?

Kalian pasti pernah menemukan beberapa orang yang berpenampilan nyeleneh di tepi-tepi jalan. Anak-anak muda yang berambut nyentrik, berjaket kulit belel, sepatu boots lusuh, piercing di mana-mana, hingga bau naga dari mulutnya. Mereka itulah yang biasanya mengaku sebagai anak punk. Seringnya, orang-orang sih memang terganggu dengan keberadaan mereka meski mereka cuman duduk-duduk saja tanpa melakukan apapun.

Memang sih bagi beberapa orang keberadaan mereka agak mengganggu. Belum lagi kebiasaan mereka yang sering minum minuman keras di pinggir jalan. Tentu saja hal ini membuat image mereka makin dianggap menakutkan. Baru-baru ini, ada sekelompok anak punk yang “diciduk” oleh para petugas dan akhirnya dirukiyah. Iya, dirukiyah. Gokil kan? Nah, pertanyaannya saat ini apakah hal ini akan efektif untuk membuat mereka tidak hidup di jalan raya lagi? Disimak aja yuk, uraian sederhana dari Hipwee Boys berikut ini!

Anak-anak punk di Baturaja, Senin lalu tertangkap razia karena dinilai meresahkan masyarakat. Konon mereka akan dirukiah!

Asal ngikut aja bocah! via boingboing.net

Dinas Sosial di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan pada Senin (12/6) lalu menjaring anak-anak dari usia SD hingga SMA yang berpenampilan punk ini dinilai meresahkan masyarakat. Mengingat sekarang mereka nggak cuma bisa ditemui di jalanan, melainkan di sembarang tempat seperti di warung biasa, warnet, hingga tongkrongannya. Seperti disebutkan oleh Kompas, mereka akan dirukiah. “Agar anak punk yang sudah meresahkan masyarakat ini dapat menemukan jati diri mereka menuju ke akhlak lebih baik,” kata Kadinsos Ogan Komering Ulu, Saiful Kamal.

Seperti kita tahu, rukiah itu sendiri merupakan semacam metode penyembuhan dengan menggunakan bacaan atau doa-doa dari Alquran. Biasanya digunakan untuk mengusir atau menghilangkan guna-guna ilmu hitam. Lalu, apakah anak-anak remaja labil ini kerasukan setan punk?

Tercatat, nggak baru ini saja anak-anak punk tertangkap karena dinilai meresahkan. Pada 2011 lalu, kabar dari Aceh menggemparkan komunitas punk internasional

Dibotakin. via vivanews.com

Sebelum penangkapan anak-anak berandalan yang ketangkap sedang ngelem dan pesta barang-barang terlarang di Sumatera Selatan pada Senin lalu, pernah ada juga kejadian serupa di Aceh. Bedanya, kalau yang di Serambi Mekkah ini benar-benar anak punk yang ditangkap karena salah paham. Pasalnya, mereka memang anak punk yang sedang datang ke konser musik yang diadakan guna menggalang dana untuk anak-anak yatim-piatu pada 2011 lalu.

Sedikitnya 60 orang ‘diamankan’ aparat, digunduli, disuruh mandi di danau, disuruh ganti pakaian, dan akhirnya disuruh salat. Pihak polisi Syariah NAD mengaku mereka ini bisa menodai citra Aceh. Nggak lama, media daring dunia pun memberitakan masalah ini sebagai pelanggaran HAM, seperti dari New York Daily, Telegraph, Washington Post, Daily Mail, dan masih banyak lagi.

Sejatinya, kita nggak bisa menghakimi mereka dengan sebutan punk. Sebab nggak semua anak punk berlaku demikian

Sex Pistol, punk dengan lagu. via pinterest.com

Terlepas dari tindakan rukiah untuk anak-anak di Sumatera Selatan atau bahkan di Aceh itu, rupanya adalah sebuah kekeliruan yang bisa diperbaiki ketika mereka menyebut anak-anak itu sebagai anak punk. Pasalnya, mereka hanyalah oknum atau memang anak yang berdandan layaknya punk yang nggak bertanggung jawab. Mereka hanyalah sebagian dari anak-anak nakal yang tengah mencari jati diri mereka dengan melakukan perbuatan menyimpang di masyarakat.

Ya, jelas perbuatan seperti itu memang meresahkan masyarakat. Sebab, dengan setelan urakan nan gembel seperti rambut mohawk, rompi atau pakaian lusuh, sepatu boots, hingga tindik di mana-mana, membuat orang manapun resah dan ketakutan melihatnya. Belum lagi mereka tampil dengan setengah sadar atau bahkan nggak sadar di jalanan.

Bisa dibilang, oknum-oknum yang meresahkan ini hanya menjadikan punk sebagai identitas fashion saja. Punk nggak sebercanda itu!

Punk nggak cuma fashion. via www.newyorker.com

Memang masih menjadi perdebatan panjang, ketika ada anak yang berdandan layaknya kaum punk dengan konsep dasar subkultur punk itu sendiri. Anak-anak yang terkena razia itu memang menunjukkan identitas mereka sebagai kaum punk, tapi pada dasarnya, mereka menjadikan punk hanya sebagai fashion mereka saja. Padahal punk berpegang pada prinsip bebas berpendapat dan berpikir dengan cara yang berbeda, bisa melalui pakaian, hingga musik. Bukan dengan perbuatan menyimpang seperti itu.

Sementara anak-anak jalanan yang lebih cocok disebut urakan itu memang hanyalah segelintir oknum nggak bertanggung jawab atas perilakunya dan pakaian mereka yang identik dengan anak punk. Tapi nggak menutup kemungkinan juga, ada anak punk yang melakukan perbuatan menyimpang seperti itu. Lalu kalau sudah begitu, bisakah anak-anak ini ‘disembuhkan’ lewat rukiah? Atau ada metode penyembuhan yang lain?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Senois.