Review Film Petualangan Menangkap Petir. Sudah Seharusnya Anak-Anak Nonton Tayangan Sesuai Umur

Review film anak, Petualangan Menangkap Petir

8/10

Sepanjang film, kamu hanya akan menyaksikan petualangan yang menyenangkan sekaligus lucu, sangat menghibur, dan pas banget buat anak-anak. Meski ada kesedihan dan pesan moral yang berusaha disisipkan, anak nggak akan terasa sedang 'disuapi' oleh nasihat-nasihat berharga. Film ini jadi film anak keempat yang rilis di tahun 2018, mengingat sangat minimnya jumlah film anak di Indonesia yang baik dan berkualitas.

Petualangan Menangkap Petir adalah film layar lebar keempat yang ditayangkan secara nasional. Ya, menjelang akhir tahun, baru ada empat film anak yang bisa dinikmati. Padahal layaknya orang dewasa, anak-anak juga butuh hiburan berkelas yang nggak lupa disisipi pelajaran moral berharga.

Hadirnya film Petualangan Menangkap Petir yang disutradari oleh Kuntz Agus, dan diampingi oleh Fourcolour Films bisa jadi oase di tengah keringnya hiburan buat anak-anak. Ternyata ribuan anak-anak juga semangat dan antusias ketika acara Meet and Greet dengan para pemain lo. Ini membuktikan bahwa mereka menyukai jenis hiburan yang sesuai umur mereka. Bukan reka adegan nggak berkelas yang hanya berkonflik di seputar urusan percintaan. Lebih baik kita kupas tentang film ini lebih lanjut bareng Hipwee Hiburan berikut, yuk!

Film bercerita tentang seorang anak yang liburan di rumah kakeknya di Boyolali. Sebelumnya, dia tinggal di Hongkong dan disibukkan oleh kegiatannya membuat vlog di YouTube

Sterling dan Mama. via www.hipwee.com

Seorang anak bernama Sterling (Bima Azriel) harus rela pindah ke Boyolali setelah terbiasa menjadi bintang di YouTube. Dia merasa Boyolali bukanlah tempat yang asyik untuknya dalam berkreasi dan mengunggah vlog. Selama liburan sekolah, dia terpaksa harus menyesuaikan diri dengan kehidupan di desa dan bermain bersama anak bernama Gianto atau Giant (Fatih Unru). Namun selama hidup di desa, dia justru menemukan keseruan bermain di kebun dan perkampungan. Hingga sejenak dia nggak lagi terpaku pada media sosialnya dan bercita-cita membuat film bersama Giant dan anak-anak lain di desa.

Pesan moral disisipkan dalam cerita tanpa terlihat memaksa. Sebagian besar mengajarkan pada anak untuks lepas dari gawai dan bersahabat dengan orang banyak

Bermain di alam. via www.hipwee.com

Secara halus, pesan moral disisipkan di film ini. Nggak selamanya kebahagiaan diperoleh dari dunia maya, mengingat saat ini banyak sekali anak-anak yang keranjingan main gawai dan media sosial. Film ini menunjukkan jika persahabatan dan bermain di alam lebih baik dari sekadar berdiam diri di rumah dengan internet dan teman ‘semu’ dari media sosial. Film ini juga turut diproduseri oleh Abimana Ariasatya yang juga terlibat peran sebagai Om Arifin, seorang fotografer kawinan yang bersahabat dengan Kriwil (Arie Kriting). Nggak ketinggalan ada juga penampilan aktor senior seperti Slamet Raharjo, Darius Sinathria, dan Putri Ayudya.

Sepanjang film, banyak sekali hal menyenangkan dan lucu yang membuat anak-anak tergelak dan mampu mengikuti alurnya

Sterling dan kawan-kawan. via www.hipwee.com

Meski alur dan cerita yang disajikan cukup sederhana, namun film Petualangan Menangkap Petir ini berhasil ‘membius’ anak-anak mengikuti bagaimana Sterling dan kawan-kawan berusaha keras saat belajar membuat film tentang petualangan Ki Ageng Selo atau yang biasa dikenal sebagai penangkap petir. Nggak ada konflik rumit yang ditampilkan, cerita disampaikan secara jujur dan dekat dengan anak-anak. Selain itu, banyak juga pesan moral yang ditujukan untuk orang tua, tentang bagaimana memberi kebahagiaan bagi anak dan membebaskan anak untuk jadi pribadi yang kreatif.

Bicara soal film anak, dunia hiburan kita memang terbilang ‘malas’ untuk menyajikan tayangan yang sesuai untuk anak. Film layar lebar keempat ini saja jadi prestasi buat perfilman Indonesia

Sutradara dan segenap kru. via www.hipwee.com

Berdasarkan data dari LSF (Lembaga Sensor Film), hanya ada 22 film anak dari 201 film yang muncul sejak awal 2017 hingga bulan September 2018. Dari jumlah tersebut, nggak semuanya ditayangkan di layar lebar secara nasional. Sehingga sulit bagi anak di berbagai daerah Indonesia untuk menontonnya. Angka tersebut adalah angka yang sangat kecil jika dibandingkan dengan genre horor. Belum lagi gempuran tayangan dewasa seperti sinetron, reality show, dan berbagai acara televisi lainnya yang sebenarnya kurang pas untuk disaksikan oleh anak.

“… pasar, kan, berinteraksi dengan produksi. Apa yang populer di pasar, maka produser memproduksi itu. Sementara yang bisa lakukan, ya, mengejar itu (selera pasar). Dengan adanya film ini, harapannya tahun depan akan ada standar yang baru, memproduksi lebih banyak lagi film anak.” Kuntz Agus, sutradara.

Harapannya, semoga setelah kemunculan film-film anak, bisa mengetuk kesadaran produser untuk membuat lebih banyak lagi hiburan serupa. Sebenarnya sambutan yang cukup hangat sudah didapatkan dari anak-anak ketika Meet and Greet dan theatre visit. Selanjutnya tinggal melihat ini sebagai peluang pasar yang tepat buat memproduksi karya film anak lebih baik lagi.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis