The Love Case – Chapter 4

The Love Case Anothermissjo

Obrolan di meja Muara dkk adalah tentang bagaimana menyatukan kedua bosnya. Nah, kira-kira bagaimana dengan obrolan di meja Joval dan para petinggi law firm lainnya?
***

Semua pendiri JARED Law Firm berkumpul di ruang rapat. Biasanya mereka berkumpul full team kalau ada kasus genting atau hal-hal yang perlu dibicarakan bersama. Kali ini berbeda. Tidak ada kasus apa-apa. Tak seperti biasanya, Joval dan Amini disuruh duduk berdampingan. Sementara itu Ready, Enigma, dan Dalamm duduk di depan Joval dan Amini.

“Kenapa gue harus sebelahansama orang ini?” Amini bertanya tanpa basa-basi begitu menyadari ketiga orang sahabatnya duduk di hadapannya, alih-alihberbaur seperti biasanya.

“Ngomong, En.” Dalamm menyenggol bahu Enigma, tak berani bicara duluan.

“Mau ngomong apa, sih?” cecar Amini tak sabar.

“Sabar dulu. Ini Enigma mau ngomong,” sahut Ready, yang sama tak beraninya seperti Dalamm memulai pembahasan.

“Apaan? Buruan, deh. Jangan buang waktu gue,” Amini mengomel galak.

Dalamm dan Ready melempar tatap pada Enigma dibarengi kode-kode tersembunyi melalui mata agar segera memulai pembahasan sebelum Amini mengamuk. Mereka berdua takut sama Amini karena sudah hafal bagaimana watak Amini yang mereka kenal sejak SMA.

“Gue sama Ready dan Dalamm manggil lo berdua untuk bahas urusan di kantor. Kalian sering banget ribut, bahkan pembahasannya di luar pekerjaan. Apa etis bahas masa lalu dan ribut mengenai masalah di luar pekerjaan di depan pegawai? Apa nggak malu mereka jadiin masa lalu kalian kosumsi gosip dan makin dikunyah lagi untuk diceritain ulang dengan bumbu-bumbu yang dilebihkan?” Enigma memulai pembicaraan.

“Gue pikir lo mau bahas apa, nggak tahunya bahas yang nggak penting.” Amini berdecak seraya bangun dari tempat duduknya.

“Duduk, Ami,” suruh Enigma dengan tegas.

Amini berdecak tak senang. Meskipun begitu, Amini kembali duduk sambil bersedekap di dada dan menatap tajam Enigma.

“Kalau kalian masih ada dendam atau hal yang perlu disampaikan, bicarakan berdua. Jangan main sindir-sindiran atau bahas hal pribadi di depan pegawai. Apalagi pakai acara debat segala. Kalian, tuh, pendiri Law Firm ini. Bukan cuma sebatas pegawai biasa. Kalian ikut berkontribusi mendirikan kantor. Masa pendirinya ribut kayak anak kecil? Malu sama umur, malu sama pegawai, dan malu sama diri sendiri jadi bahan omongan,” lanjut Enigma. Kali ini suaranya lebih tegas dengan memberi penekanansetiap kalimat yang diucapkan.

Joval diam tidak mau menanggapi apa-apa selagi Enigma bicara. Dia tidak mau menyalahkan Amini karena dia pun sama salahnya.

“Mau diomongin satu kantor, kek, gue nggak peduli,” sahut Amini dengan tersenyum pongah.

“Ami,” Enigma menatap serius, mulai capek melihat kelakuan Amini. “Bisa nggak sekali aja lo bersikap lebih dewasa? Gue tahu Joval udah nahan diri untuk nggak meladeni, tapi lo selalu memulai perdebatan. If you have something to say, bilang sama mantan suami lo di depan mukanya saat berdua. Jangan nyindir di depan pegawai. Kalau lo nggak peduli orang-orang ngomongin, ya, udah. Tapi gue nggak mau kantor kita jelek karena kelakuan lo.”

“Kata siapa gue memulai perdebatan? Joval sering mulai duluan. Jangan sok tahu, deh, lo.”

Joval masih tetap diam. Sebanyak apa pun menasihati, mantan istrinya itu masih saja keras kepala. Joval tidak mau ikut-ikutan menasihati, capek sendiri. Dulu ketika masih menikah, Amini mau mendengarkan. Setelah bercerai boro-boro. Tidak ada lagi obrolan baik-baik, selalu diawali debat tak berujung.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Jo si pecinta cerita Misteri dan Thriller yang senang menulis Romcom. Hobinya menonton drakor dan lakorn Thailand. Jo telah menerbitkan beberapa buku di antaranya My Boss's Baby dan Main Squeeze. Karyanya yang lain bisa dilihat di IG @anothermissjo

Editor

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi