6 Alasan yang Mudah Dipahami Kenapa Orang Memilih Bertahan di Hubungan yang Nggak Bikin Bahagia

Hubungan yang Toxic

Sebuah hubungan asmara kalau sudah toxic, bukan hanya nggak membuat bahagia. Melainkan juga membawa pengaruh buruk yang merugikan diri sendiri. Namun anehnya, banyak yang memilih untuk tetap bertahan di hubungan yang toxic ini padahal jelas-jelas lebih banyak sakit hatinya dibanding bahagianya. Kira-kira kenapa, ya?

Advertisement

Ada banyak alasan kenapa seseorang memilih bertahan di hubungan, yang bahkan nggak membuat bahagia. Namun, apa pun alasan itu, hubungan yang toxic dan nggak bikin bahagia, buat apa dipertahankan? Melepaskan sebuah hubungan memang susah. Tetapi, mengetahui sebab ingin bertahan mungkin akan membuatnya lebih mudah. Misalnya beberapa sebab berikut ini.

1. Mengakhiri hubungan berarti rentan kesepian. Padahal mungkin itu perkara penyesuaian

takut kesepian (photo by freepik) via www.freepik.com

Bahagia atau nggak, putus cinta itu momen berat yang mungkin membuat separuh hidupmu terasa macet. Karena bagaimanapun, sebagai kekasihmu, dia menemani hari-harimu selama ini. Bila hubungan dilepaskan, otomatis kamu akan sendiri. Takut akan kesepian itu adalah hal yang wajar. Namun, ini semua hanya perkara penyesuaian.

Memang akan ada saatnya hidupmu terasa begitu sepi. Sementara hari-hari sebelumnya yang diisi dengan teleponan, chattingan, kencan di akhir pekan, kini mendadak sepi. Ponselmu nggak banyak berbunyi, akhir pekan pun bingung harus ngapain. Masa transisi ini sulit dilewati, tapi lama-lama kamu akan terbiasa, bukan?

Advertisement

2. Penolakan yang dialami sebelumnya menipiskan rasa percaya diri. Hubungan saat ini sudah membuatmu merasa beruntung sekali

pernah mengalami penolakan (photo by freepik) via www.freepik.com

Kita memang harus lapang dada menghadapi penolakan. Lagipula, penolakan lebih baik ketimbang terombang-ambing oleh rasa. Setidaknya, setelah ditolak, kamu tahu harus melakukan apa. Namun, apa pun itu, penolakan memang menyakitkan. Penolakan bisa meninggalkan luka, yang mungkin nggak terlihat tapi sangat membekas.

Penolakan-penolakan yang dialami sebelumnya turut menyumbang alasan mengapa seseorang enggan melepaskan hubungan. Kehadiran pasangan saat ini menjadi hal yang sangat disyukuri, karena “diterima” itu menyenangkan sekali. Mengakhirinya dan mencari orang yang baru, membuka kemungkinan untuk ditolak lagi. Namun, bukankah penolakan seseorang bukan akhir dunia? Ditolak seseorang, bukan berarti kamu nggak layak untuk semua orang.

3. Perkara usia juga sering jadi pertimbangan. Di usia dewasa, banyak orang semakin takut pada ketidakpastian

Advertisement

perkara usia (photo by freepic.diller) via www.freepik.com

Alasan inilah yang paling sering terjadi. Hidup di budaya timur yang menjadikan pernikahan sebagai salah satu tolok ukur kebahagiaan, memaksa seseorang begitu terikat dengan usia. Ketika usia sudah memasuki usia-usia pernikahan, dorongan dan tuntutan dari keluarga semakin besar, mengakhiri hubungan yang dirasa kurang membahagiakan adalah keputusan yang sulit.

Kelak, kamu harus menjelaskan kepada semua orang mengapa kamu melakukan hal itu. Kamu juga harus menghadapi dogma bahwa usiamu sudah bukan waktunya untuk pilih-pilih lagi. Padahal, setiap keputusan yang kamu ambil, tak harus dijelaskan kepada semua orang. Ini adalah hidupmu. Pernikahan itu adalah pernikahanmu. Kalau tidak bahagia, kamulah yang akan merasakan sakitnya, bukan orang lain.

4. Hubungan itu sudah menjadi zona nyaman. Keluar dari sana dianggap lebih berbahaya dan membingungkan

terjebak zona nyaman (photo by ArthurHidden) via www.freepik.com

Terkadang kita bisa merasa nyaman dengan sesuatu yang sebenarnya nggak baik untuk diri sendiri. Contoh paling gampangnya sih, tentang kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilakukan sehari-hari. Malas olahraga, makan junkfood, dan terlalu lama berselancar di media sosial. Itu nyaman dan mungkin asyik dilakukan, padahal efeknya bisa buruk untuk diri sendiri.

Hal yang sama terjadi dengan hubungan. Kamu sudah terbiasa dengan kehadirannya. Dengan sikap pemarah-lalu minta maafnya. Karakternya yang selalu mendikte dan merasa paling benar, tanpa sadar membuatmu jadi terbiasa hanya “ngikut saja” apa katanya dan berhenti memutuskan sendiri. Ketika dia tidak ada, kamu jadi bingung apa yang harus dilakukan. Ketergantungan inilah yang membuat seseorang enggan beranjak dari zona nyaman.

5. Pernah melakukan kesalahan di masa lalu, sehingga tak merasa layak mendapatkan yang lebih baik dari ini

merasa tak layak meminta lebih (photo by v.ivash) via www.freepik.com

Rasa enggan untuk melepaskan hubungan toxic, bisa dipengaruhi oleh rasa rendah diri sendiri. Hal ini bisa terjadi bila kamu merasa pernah melakukan kesalahan di masa lalu. Kesalahan yang menurutnya, membuatnya merasa nggak sempurna dan nggak layak untuk meminta lebih banyak. Kamu merasa pantas memiliki hubungan yang toxic ini, karena memang hanya itu yang pantas kamu dapatkan.

Setiap kesalahan memang harus dijadikan refleksi untuk memperbaiki diri. Namun, kesalahan di masa lalu tidak mendefinisikan dirimu saat ini. Bukan berarti kamu tidak berhak untuk lebih bahagia lagi. Ingat, apa pun yang kamu lakukan di masa lalu, kamu tetap untuk bahagia dan mendapatkan yang terbaik.

6. Rasa enggan untuk memulai dari awal lagi. Karenanya, meski menyakitkan tetap saja dipertahankan

malas mulai dari nol lagi (photo by jcomp) via www.freepik.com

Bila kamu sudah melepaskan hubungan yang toxic ini, tentu kamu ingin mendapatkan pengganti yang lebih baik. Proses yang harus dilalui inilah yang membuatmu berpikir dua kali untuk melepaskan apa yang kamu miliki saat ini. Karena kamu harus kenalan lagi, PDKT lagi, belajar saling memahami lagi, menjajaki kecocokan lagi. Semua itu butuh energi dan waktu karena kamu harus mulai dari nol lagi.

Akan tetapi, bila memang itu pilihan yang lebih baik, kenapa nggak? Ini sama seperti kamu memasak makanan dan hasilnya gagal. Rasanya nggak karuan, keamanan bahannya pun patut dipertanyakan. Tapi karena kamu malas membuat yang baru, akhirnya makanan itu tetap kamu makan. Padahal bisa jadi makanan itu berbahaya untuk tubuhmu.

Nggak ada orang yang layak untuk berada di hubungan yang lebih banyak menyiksanya dibanding membahagiakannya. Pun, semua orang berhak bahagia dan menemukan orang yang tepat. Termasuk kamu. Jika hubunganmu dengannya memang sudah nggak bisa diharapkan dan lebih banyak merugikan, kenapa harus dipertahankan? Sakit memang, tapi kelak kamu akan berterima kasih atas keberanianmu ini.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pecinta harapan palsu, yang berharap bisa ketemu kamu.

Editor

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi

CLOSE