Jika Memendam Cinta Itu Menyakitkan, Bukankah Lebih Baik Mengungkapkan Perasaan?

Manusia adalah makhluk perasa. Kita tentu pernah merasakan sedih, bahagia, kecewa, marah, bahkan suka. Tidak semua orang mau atau berani bersikap terbuka. Mengutarakan apa yang dirasakan demi sedikit lega dalam hatinya, terlebih soal cinta.

Advertisement

Ya, saat kita jatuh cinta atau tergila-gila pada seseorang, tentu kita tidak akan bertutur sembarangan. Kebanyakan orang justru lebih memilih diam sekalipun punya perasaan yang dalam pada lawan jenisnya. Malu atau takut menerima penolakan biasanya jadi alasan utama.

“Tapi, bukankah memendam adalah yang paling menyakitkan? Tidakkah lebih baik jujur dan mengungkapkan apa yang dirasakan?”

Cinta adalah bentuk perasaan yang indah. Selayaknya cinta membuat kita bahagia, bukannya malah menderita.

cinta seharusnya membuatmu bahagia

cinta seharusnya membuatmu bahagia via outlava.com

Manusia terlahir ke dunia dibekali kemampuan untuk merasakan. Mungkin makhluk lain juga, tapi perasaan yang ada pada diri manusia adalah yang paling kentara. Kamu tentu pernah luar biasa bahagia ketika dapat ranking pertama sewaktu masih sekolah, atau pernah menangis sejadi-jadinya saat ditinggal pergi salah satu anggota keluargamu selamanya.

Advertisement

Selain bahagia dan sedih yang bisa dirasakan, kita juga punya perasaan suka atau bahkan cinta pada seseorang. Dia bisa jadi teman sebangkumu saat sekolah dulu, sekadar kenalan dikampus, atau bahkan sahabatmu selama bertahun-tahun. Adakah yang patut dipersalahkan ketika kamu jatuh cinta atau mencintai seseorang dalam-dalam? Tidak.

“Cinta itu memberimu bahagia. Cinta itu menjadikanmu lengkap sebagai manusia.”

Kita terlahir sebagai individu yang bebas. Aku boleh menyayangi siapa saja, kamu pun berhak mencintai dia yang kamu suka.

Advertisement
kamu berhak mencintai siapa saja

kamu berhak mencintai siapa saja via favim.com

Rasa cinta memang tidak sebatas diberikan pada lawan jenis saja. Ada keluarga, teman, binatang, tumbuhan, bahkan orang yang tidak dikenal juga layak kamu cintai. Singkatnya, rasa cinta itu banyak bentuknya dengan takaran yang berbeda-beda pula.

Tapi yang pasti, kita terlahir di dunia ini sebagai individu yang bebas. Bebas menentukan jalan hidup yang ingin dilalui, bebas menentukan karakter diri, dan pastinya bebas memilih pasangan sebagai tempat menitipkan hati.

Tidak ada aturan yang mengikat atau rumus-rumus pasti. Entah dia kaya atau miskin, apakah dia berpendidikan tinggi atau biasa saja, entah dia punya hati yang baik atau sekadar berpura-pura, dan entah dia punya perasaan yang sama denganmu atau justru sebaliknya.

“Cinta bukan matematika yang punya rumus pasti. Mencintai berarti mengikuti kata hati tanpa pernah lelah meyakini.”

Kadang kita hanya butuh kesiapan mental dan keberanian. Kemauan untuk menanggung konsekuensi dari sebuah pilihan.

menanggung konsekuensi dari sebuah pilihan

menanggung konsekuensi dari sebuah pilihan via rebloggy.com

Hidup itu tentang pilihan. Hampir setiap harinya kita dituntut untuk memilih. Mau tinggal dimana? Bekerja di bidang apa? Berteman dengan siapa? Mendambakan pasangan yang bagaimana? Hampir semua sisi kehidupan membuat kita bersinggungan dengan pilihan dan pilihan.

Apakah kita lantas akan kebingungan? Ya, bingung dalam menentukan itu lumrah dan wajar. Tapi bukan berarti kita boleh berhenti atau menjalani hidup yang stagnan. Pilih saja yang menurutmu paling tepat dan bersiaplah menanggung segala konsekuensi yang ada di baliknya.

Begitu juga ketika ingin menyatakan perasaan. Kamu mungkin merasa malu lantaran jatuh cinta pada sahabat sendiri. Takut kalau-kalau keputusanmu untuk menyatakan perasaan justru akan merusak hubungan kalian di masa depan. Khawatir jika dia yang kamu cintai ternyata menolak lalu memilih pergi. Sekali lagi,

“Kamu selalu punya pilihan. Katakan atau bersiaplah jadi pesakitan.”

Jika benar hidup hanya sekali, diam justru mungkin membuat kita menyesal di kemudian hari.

jangan sampai menyesal di kemudian hari

jangan sampai menyesal di kemudian hari via heavenly.persianblog.ir

Tentu tidak semua orang punya pendapat yang sama. Ketika ada yang memilih mengutarakan perasaannya, bisa jadi ada pula yang memilih diam seribu bahasa. Tak jarang pula ada yang mantap menjauh begitu cinta yang dirasakannya semakin tak tertahan juga.

Tapi jika kita percaya bahwa kesempatan hidup hanya akan datang satu kali, kenapa tak “menghidupi” hidup itu sendiri? Bukankah lebih baik mencoba daripada menyesal di kemudian hari? Bukankah nantinya merutuki masa lalu menjadikan kita manusia yang paling merugi?

“Jangan tunggu, tapi jemput kesempatan itu. Ungkapkan isi hatimu dan raih kebahagiaanmu.”

Cinta yang kamu rasakan layak diperjuangkan. Dengan bicara, setidaknya kamu sudah berusaha – memperbesar kemungkinan pada ruang ketidakmungkinan.

dia yang layak diperjuangkan

dia yang layak diperjuangkan via howheasked.com

Bukan semata perkara ditolak atau diterima, ditanggapi dengan baik atau justru diacuhkan begitu saja. Mengungkapkan perasaan adalah momen dimana kamu bisa menempa dirimu sendiri. Mengalahkan ketakutan dan kekhawatiran yang sebenarnya tak cukup beralasan.

Kenapa tak cukup beralasan? Karena apapun yang akan terjadi setelahnya, percayalah kamu akan tetap baik-baik saja. Bahkan jika yang terjadi adalah kemungkinan terburuk sekalipun, kamu pasti bisa menjalani hidupmu seperti biasa. Berangkat kerja, pergi ke kampus, melanjutkan kehidupan, bahkan mungkin menemukan cinta yang lainnya.

Setelah tuntas bicara, setidaknya kamu akan pulang ke rumah dengan bangga. Kamu berhasil mengalahkan dirimu sekaligus mendapatkan pengalaman baru. Dan jika ternyata ungkapan perasaanmu disambut gembira, bukankah kebahagiaanmu jadi berlipat-lipat banyaknya?

Jika saat ini kamu sedang memendam perasaan pada seseorang, segeralah membuat pilihan. Selamanya diam atau berjuang demi dia yang kamu cita-citakan. 🙂

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Suka kopi, puisi, band beraliran folk, punya hobi mikir dan pacaran di bangku taman.

CLOSE