Nak, Ibu Tak Mengharap Materi. Tapi Cukup Kebahagiaan, Kehadiran dan Doa Kamu, Anak yang Kami Banggai

Sudahlah, Ibu mau jaga kesehatan, merawat apa yang bisa dirawat di rumah bersama Bapakmu yang belakangan sering sakit pinggang. Tanaman di halaman rumah sekarang hijaunya tak karuan, meski kemarau datang tapi hujan selalu sedia membasahi halaman. Nak, Anggrek Bulan yang lebaran lalu kita tanam kini sudah sehat dan mekar, ingat kah dulu kita sama pesimisnya memindahkan dia dari sebatang pohon ke dalam sebuah pot? Mungkin, mekarnya itu bisa menahan rinduku padamu, Nak… tak apa juga sepertinya Ibu sudah terbiasa dengan kepergianmu ke kota itu. Jangan lupa makan ya, anak manis?

Tapi, ada yang keruh di hati beberapa bulan terakhir. Kamu selalu saja menganggap uang dan harta jadi sesuatu yang Ibu butuhkan, itu keliru, Nak. Jangan sakiti hati Ibu dengan uang yang kamu kirimkan sambil menggerutu soal masalah pekerjaan yang berat. Belum lagi keluh kesahmu tentang susahnya menabung di kota. Kenapa kamu tak bersyukur, Nak? Kenapa kamu tak simpan uangmu sendiri, toh kesuksesanmu nanti adalah kebanggaan dan kebahagiaan Ibu juga? Sudahi niat baikmu kirimi Ibu uang, tabung baik-baik, saat ini Ibu tak butuh banyak uang. Doakan Ibu saja nak, sering-sering tanyakan kabar Ayahmu, semoga kami semua diberi kesehatan, Nak…

Lebaran telah usai, selamat menuju perantauan lagi, Nak. Biar rasa rindu Ibumu ini jadi teman hari-hari tua, sampai jumpa lebaran tahun depan

Banyak kenangan masa kecil dihabiskan kita bersama… via pixabay.com

Kalau boleh Ibu bicara, lebaran tak pernah jadi lebaran tanpa kehadiranmu, Nak. Teramat dalam sayang Ibu kepadamu, apapun halangannya selalu saja Ibu buatkanmu opor ayam, kaldu dari air dan santan yang adil takarannya. Kamu suka itu, Ibu senang sekali.

Nak, mengenang masa kecilmu dulu dan melihatmu sekarang adalah sebuah kebahagiaan. Sukses, Nak… buat semua orang bangga

Masa kecil dulu kamu manja… via pexels.com

Dulu Ibu sering marah dan jengkel meratapi kamu yang pulang dari bermain dengan baju kotor dan sandal yang tersisa cuma sebelah. Masih ingat saat kamu jatuh dan gigi depanmu tanggal, Nak? Kemarin saat Ibu bereskan kolong dipan kamar, Ibu temukan gigimu nak, kecil kecoklatan. Sekarang kamu punya gigi yang tumbuh lucu. Semoga sukses disitu nak, bikin semua orang bangga, jangan hanya ibu yang terlanjur bangga…

Lihat betapa senja sudah mulai nampak di raut wajah Ibumu ini, adakah di sana tergambar keinginan duniawi? Tidak, Nak… jangan berikan itu…

Hari tua Ibumu ini diisi dengan sisa-sisa cinta bersama Ayahmu… via pexels.com

Ibu sudah tua, sudah masuk usia lanjut, wajah Ibu sudah keriput dan Ibu sudah tidak lagi peduli dengan itu. Merawat Ayahmu itu yang Ibu lakukan tiap hari, kadang susah menegurnya untuk mengurangi kopi dan gula, susah sekali, nak. Kamu yang sukses di sana, jangan terlalu rajin kirimi Ibu uang, Ibu masih punya pensiunan dari Ayah. Nanti, kalau kamu pulang ke rumah, bawakan Ibu beras merah buat Ayahmu karena gula berbahaya untuk dirinya. Kapan kamu pulang, nak?

Menikahlah, Nak! Restu Ibu jadi penerang samudera yang kau lalui, dan jangan sangsikan itu

Semoga kamu bahagia ya, Nak dengan pilihanmu itu… via pexels.com

Akhirnya saat ini tiba, nak. Kamu akan pergi dari rumah yang membesarkanmu, berlayar ke samudera raya bahtera rumah tangga bersama keluargamu nanti. Restu dan lautan doa teriring dari setiap napas yang Ibu embus dan hirup. Selamat jalan anakku, sayang-sayangilah apa yang diberi Tuhan, kekasihmu itu selain baik hatinya, cakap parasnya, Ibu selalu setuju pilihanmu. Selamat, Nak…

Saat-saat akhir di kehidupan ini, Nak, maukah kamu temani ibu barang sejenak? Sungguh, buah manis yang ibu petik dari melahirkan dan membesarkanmu adalah saat ini…

Terima kasih, Nak. Ibu bahagia menjelang senja… via pixabay.com

Bagaimanapun dunia ini harus berakhir untuk Ibu. Yang lahir akan mati, yang bertemu pun akan berpisah, Nak. Terima kasih atas semua kenangan dan kasih yang kamu berikan, Nak. Saat-saat semakin senja, kamu selalu ada di samping Ibu, Ibu menangis mengharu bahagia. Kamu anak baik, Ibu bangga di sampingmu, Nak. Terima kasih telah berikan jalan kematian yang begitu membahagiakan, Nak. Terima kasih.

Nak, lebaran masih lama, tapi kenapa Ibu selalu bahagia ya? Atau sebab karena dengar kabar kamu mudik, ada gerangan apa kamu cepat-cepat pulang ke rumah, Nak? Ibu senang sekaligus bertanya-tanya, Ibu harap kamu pulang dua minggu lagi karena saat itu ayam yang Ibu pelihara masuk usia yang cocok untuk dipanggang. Lucu sekali nak tingkah Ayahmu tiga hari ini, kopi dan gula sudah Ibu sembunyikan, sekarang dia kelimpungan setiap pagi membaca koran tanpa sesapan kopi. Sukses, selalu nak, jaga kesehatanmu di situ, angin malam akhir-akhir ini bikin meriang.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Kertas...