Sahabatku, Suatu Hari Nanti Kita Kembali Mendaki Gunung Bersama Ya?

Artikel ini terinspirasi dari kisah @nur_fitriaa . Pemenang #30HariTerimaKasih Challenge . Hayo, sudahkah kamu cukup bersyukur hari ini?

Perjalanan ke gunung selalu memberi warna berbeda. Ini bukan cuma soal membawa keril berat di punggung lalu melakoni langkah-langkah panjang. Bukan juga soal bermalam di ribuan meter di atas permukaan laut demi mengunggah gambar atas nama kekerenan.

Advertisement

Perjalanan ke gunung, sebenarnya tak jauh dari perkara menemukan. Perjalanan bermakna dalam demi melekatkan sebuah ikatan.

Kata orang sifat asli seseorang akan terlihat saat dihadapkan pada keterbatasan. Dan gunung, adalah tempat terbaik untuk membuka tabir yang selama ini disembunyikan. Gunung, membongkar semua yang kita rasakan, gunung membuat ikatan yang sedang dijalani kian lekat tanpa alasan.

Tidak semua orang sabar bertahan di tengah etape panjang. Dia yang mau mendampingi langkah adalah ia yang layak dipertakankan

Hanya yang bertahan di tengah etape panjang yang layak dipertahankan

Hanya yang bertahan di tengah etape panjang yang layak dipertahankan via instagram.com

“Capek ya? Sakit kakinya? Coba sekarang jalannya mundur, biar tekanannya gak di ujung jari.”

Advertisement

Perjalanan turun Lawu sore itu membuka mata tentang arti perkawanan yang sebenarnya. Trek tajam Cemoro Kandang membuat kaki yang sudah pegal terasa kebas. Ujung-ujung jari nyeri, betis yang sudah kaku makin ditantang di sini. Tapi ada kamu, yang membuat perjalanan ini terasa lebih bisa diatasi.

Kamu selalu bilang tidak ada gunung yang terlalu hebat untuk dipilih tidak didaki. Semua ada di sini, katamu sambil menunjuk ke dahi. Selama kamu yakin bisa mengalahkan diri sendiri — selama itu pula akan ada kekuatan yang menggerakkan kaki. Kamu membuktikan pada saya bahwa tubuh yang jarang olahraga ini juga mampu menjejak tanah tertinggi — selama ada niat semua bisa dilakoni.

Berbekal minuman hangat dan sayur olahan kentang kita meretas malam. Rahasia-rahasia kecil terbongkar seiring lampu kota yang makin dekat dipandang

Advertisement
Gunung selalu punya cara mendidik kita sebagai manusia

Gunung selalu punya cara mendidik kita sebagai manusia via www.justinngphoto.com

“Kadang kamu mikir gak sih, kita ngapain naik gunung begini? Mendingan juga di rumah. Hangat.”

Pertanyaanmu muncul waktu kita mendaki Ungaran saat itu. Sengaja, demi tidak kepanasan di sepanjang jalan serta demi mengakali trek yang curam kita memilih berangkat malam. Hasilnya menjelang tengah malam kita berhenti di tengah trek yang makin tinggi. Melihat lampu kota yang berpendar dari kanan-kiri.

Tidak pernah ada yang mewah dari perjalanan naik gunung kita. Berbekal kompor gas portabel seadanya, kubis dan kentang disulap jadi sayur dengan bumbu vetsin sebanyak-banyaknya. Ditambah minuman hangat, nasi hangat, serta taburan abon yang dibawa dari rumah surga berpindah tempat sementara.

Dalam malam-malam sederhana itu pula kita banyak bercerita. Kamu bertutur tentang keinginan untuk tidak jadi manusia yang hanya berorientasi kerja saja, melainkan juga bisa berguna bagi sesama. Aku membuka diri, kuceritakan apa yang sedang dialami dalam hati. Kamu bilang, turun dari gunung aku tak akan jadi orang yang sama lagi. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika perasaan lebih sering mengakuisisi.

Kini kesibukan mulai menggempur kita. Tapi gunung selalu punya cara agar kita terus menjejak tanah sebagai manusia. Suatu hari nanti, kita kembali naik gunung bersama ya?

Suatu hari nanti, kita kembali naik gunung bersama ya?

Suatu hari nanti, kita kembali naik gunung bersama ya? via journalkinchan.blogspot.com

Kini kita sudah sama-sama mulai dihadapkan pada kenyataan sebagai orang dewasa. Kamu sibuk mengumpulkan modal nikah. Aku berkutat tiap malam dengan pekerjaan yang kalau dipikir dalam-dalam membuat air mata tumpah.

Tapi kita pernah mengalami ujian yang lebih berat dari semua ini. Pengalaman mendaki membuka mata bahwa tidak ada situasi yang tidak bisa dihadapi. Kedinginan di udara terbuka, membangun tenda dengan tangan gemetar bahkan takut hipotermia, sampai menikmati makanan sederhana dengan senyum bahagia di muka membentuk kita lebih tangguh jadi manusia.

Kita tidak akan pernah lupa akar kita. Gunung, mendidik kita untuk terus menjejak tanah sebagai manusia. Berjanjilah, suatu hari kita akan kembali naik gunung bersama ya?

Adakah rasa syukur lain yang ingin kamu ungkapkan pada kawan-kawan terbaik? Jika ada, yuk bagikan kisahmu lewat #30HariTerimakasih Challenge bersama Hipwee di Instagram !

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE