5 Alasan Dibalik Diamnya Kami Seorang Anak yang Selalu Dibandingkan dengan Anak Orang Lain

Anaknya si A sudah mapan dan mau nikah, nih. Kamu sudah umur segini masih betah sendiri?

Sebagai seorang anak, rasanya tak patut jika membantah nasihat atau perkataan orangtua. Namun, rasanya jika terus dibiarkan, hatimu rasanya seakan terpenjara tak bisa mengungkapkan isi hatimu seenaknya karena menghormati mereka yang lebih berpengalaman.

Tak bisa dipungkiri, sudah berapa kali kamu mengurung diri, bahkan terkadang sampai tak nafsu makan mengingat hal yang bertentangan antara dirimu juga orangtuamu? Bahkan serasa kamu ini bukan anak mereka lagi? Pernah mengalaminya? Atau saat ini kamu sedang berada pada situasi ini?

Ditambah lagi dengan keadaan pandemi saat ini, dimana pekerjaan dan jodoh seperti jadi bahan perbincangan dan tolak ukur penilaian terhadap seseorang yang membuatmu lelah dan ingin menutup diri. Namun kenyataannya, usia orangtuamu juga semakin bertambah. Seakan kamu dipaksa hanya memikirkan mereka, tanpa bisa mementingkan perasaanmu sendiri.

Yang pada akhirnya, alasan ini membuatmu memilih sementara diam dibandingkan menyulut perdebatan panjang.

Advertisement

1. Kamu terlahir dari perjuangan dan rasa sakit mereka, bukan orang lain yang bisa saja kamu sakiti sesuka hati

Photo by JESSICA TICOZZELLI from Pexels

Photo by JESSICA TICOZZELLI from Pexels via http://www.pexels.com

Bagaimanapun juga, sejahat apapun orangtua menurut pemikiranmu, balik lagi mereka adalah orangtua yang membesarkanmu dengan keringat dan air mata.

Seperti tercabik-cabik hatimu ketika kata-kata kotor hampir keluar dari mulutmu. Tapi rasanya, itu takkan bisa kamu ungkapkan, karena kamu sadar bahwa betapa berharganya mereka untukmu. Kamu memilih untuk diam daripada membuat mereka terluka karena ucapanmu yang salah.

Advertisement

2. Tumbuh dan berkembang di lingkungan serta pola asuh yang berbeda membuat pemikiran juga tindakan setiap anak pasti berbeda, tak terkecuali dirimu

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels via http://www.pexels.com

Setidaknya, daripada menghabiskan waktu untuk memarahimu, kamu ingin orangtuamu mengingat lagi, apa yang selama ini sudah mereka lakukan untukmu.

Dari kecil sampai usia ini apakah orangtuamu menemani tumbuh kembangmu? Ataukah mereka justru sibuk dengan pekerjaan dan urusan mereka masing-masing? Tidakkah disadari jika apa yang kamu lakukan ini juga buntut dari mereka yang sering memanjakanmu?

Memang tidak semua orangtua sama dalam mendidik dan menerapkan pola asuh terhadap anak-anaknya. Namun setidaknya, ketika seorang anak yang satu suka masak, yang lain suka menulis, ya, jangan dibanding-bandingkan juga, kan?

Advertisement

3. Kamu tercipta dengan segala keunikan dan kekuranganmu, tapi dimata mereka kenapa kamu selalu kurang dan salah?

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels via http://www.pexels.com

A: “Kamu kerja di situ kerja apaan?”

B: (Hanya tersenyum)

A: “Kerja nungguin toko orang, ya?”

Dalam hati si B hanya memendam umpatannya di dalam hati

B: (Mentang-mentang saya kerja seperti ini, dan anak Anda sudah mapan dengan pekerjaan tetap dan gaji yang tinggi, bukan berarti bisa merendahkan saya seperti ini, bukan?)

Alhasil si B hanya bisa kembali diam dan menyimpan rasa sedih dalam hati.

Sampai rumah, Si “B” mendengar perkataan orangtuanya: “Kamu tahu si “Y” kan? Sekarang dia sudah sukses, punya mobil sendiri, pakaiannya juga hampir gonta-ganti setiap hari.”

Si “B” memilih diam dan hanya menjawab :”Semua orang punya rezeki masing-maing, kan?”

Pada akhirnya si “B” hanya terdiam dan memilih menghapus air matanya tanpa ketahuan orangtuanya.

Rasanya, apa yang sudah kamu perjuangkan selama ini (seperti si “B”) membuat orangtuamu justru bangga dengan hasil anak tetangga, anak orang lain, yang jelas-jelas berbeda denganmu.

Padahal kamu selama ini masih memperjuangkan apa yang akan menjadi hadiah untuk orangtuamu. Serta dalam doamu, kamu selalu berharap bisa mewujudkannya sebelum mereka pergi untuk selamanya.

Bukan berarti kamu diam-diam saja dan tidak bertindak apa-apa untuk masa depanmu. Melainkan waktumu juga mereka memang berbeda.

4. Terkadang Batasan dari orangtuamu membuatmu geleng kepala, namun kamu percaya orangtua pasti tidak ingin anaknya kenapa-kenapa

Photo by Nicole Michalou from Pexels

Photo by Nicole Michalou from Pexels via http://www.pexels.com

Setiap orangtua pasti memiliki aturan masing-masing dalam keluarga. Tak terkecuali untuk anak-anaknya, dan termasuk juga kamu.

Meski itu tertulis ataupun tidak. Tanpa disadari apalagi jika kamu anak tunggal, kamu akan mendapatkan perhatian ekstra dari orangtuamu.

Setiap apa yang kamu lakukan pasti akan lebih dipantau dan selalu ada notif dari orangtuamu menanyakan keberadaanmu di mana.

Terkadang itu semua membuatmu lelah dan seperti tak bisa kemana-mana. Namun kembali lagi, kamu hanya memilih diam dan menuruti apa yang mereka nasihatkan.

Selama itu masih bisa ditoleransi dan kamu juga tidak terlalu terkekang, kamu lebih memilih untuk tidak membuat mereka khawatir lebih dalam.

Meski rasa sedih menggelayutimu karena tidak bisa seperti anak yang lain, tapi itu salah satu bentuk perlindungan mereka dari pergaulan yang tidak baik.

5. Tak bisa dipungkiri, meski sekali lagi kamu memilih diam, semua itu tetap menggelayuti pikiranmu

Photo by EKATERINA BOLOVTSOVA from Pexels

Photo by EKATERINA BOLOVTSOVA from Pexels via http://www.pexels.com

Sebenarnya, kamu ingin sekali ada dukungan orangtuamu terkait mimpi dan citamu. Hanya saja, yang ada kamu seperti boneka yang bisa saja diperlakukan semau mereka. Mereka ingin kamu harus menjadi “seperti ini”, padahal kamu ingin menjadi “seperti itu”.

Kamu pintar di bagian ini, tapi orangtuamu ingin kamu mengambil bidang itu. Yang ada, kamu tidak bisa mengeksplor diri kamu sendiri.

Yang pada akhirnya, membuat diri sendiri sering mengambil keputusan karena tidak mau membantah dan menjadi beban orangtua. Sampai pada akhirnya, meskipun kamu mencoba tetap ikhlas menjalaninya tetap saja kamu kepayahan memikirkan dan menerimanya.

Semoga dengan tulisan ini kamu berharap orangtua di luar sana juga memikirkan, kenapa sampai saat ini kamu dan anak-anak lain yang sama denganmu justru memilih diam. Bukan berarti tak bisa berbuat apa-apa, melainkan ingin yang terbaik untuk semua.

Meski cara setiap anak berbeda dalam menyikapi suatu hal, kamu selalu berharap suatu saat semua orangtua tidak akan menyesal dan mau lebih mendengarkan isi hati anaknya.

Tugas kita bersama adalah bagaimana hubungan antara orangtua dan anak bisa lebih terbuka, apalagi mengenai hal yang sangat riskan menjadi pemicu berontaknya seorang anak terhadap orangtuanya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Bukan sekedar hobi melainkan memberi arti.

CLOSE