9 Culture Shock Anak Rantau di Solo, Ternyata Begini…

Culture shock! Nggak asing lagi nih buat anak-anak rantau. Mayoritas atau bahkan sebagian besar anak rantau pasti mengalami hal ini. Apalagi saya sebagai mahasiswa baru yang merantau kuliah di luar pulau. Banyak banget cobaannya! Jadi anak  rantau ternyata bukan hanya harus mempersiapkan diri dalam bidang akademik saja, tetapi  juga harus bisa beradaptasi dengan lingkungan baru yang benar-benar berbeda.

Banyaknya perbedaan di tempat tinggal saya dan di Solo menjadi salah satu culture shock bagi saya sebagai anak rantau. Kali ini saya akan berbagi pengalaman betapa culture shock-nya saya sebagai anak rantau yang pertama kali datang dari Sumatera Selatan ke Solo. Penasaran ga nih? Yuk simak selengkapnya!

Advertisement

1. Punya banyak tempat wisata

Air terjun jumog

Air terjun jumog via https://media.istockphoto.com

Ketika saya tiba di Solo, saya diajak saudara untuk mencoba salah satu wisata favorit di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, yaitu Air Terjun Jumog. Saya bersama keluarga datang ketika hari masih pagi saat air terjun baru buka. Di sini, saya dan keluarga bisa menikmati indahnya air terjun yang sekelilingnya berupa bukit dengan perpohonan yang asri. Saya banyak berfoto dan bermain air yang dingin dan jernih terasa sangat menyejukkan. Keren ga sih? Yuk yang belum pernah ke Air Terjun Jumog, jangan lupa coba datang ke sini ya!.

2. Buta arah

Arah jalan

Arah jalan via https://cdn.pixabay.com

Waktu pertama kali menginjakkan kaki di Solo, saya sudah merasa rumit dengan jalanan yang dilalui menuju kos. Nah, saat saya sudah sampai kos, saya tidak tau arah kiblat. Jadi, saat mau salat harus tanya arah kiblat ke ibu kos dulu. Di sini jalannya muter-muter membuat saya garuk-garuk kepala karena terasa sangat rumit. Bahkan sampai sekarang saya kadang masih bingung dan lupa dengan jalan ke tempat yang pernah saya datangi.

Advertisement

3. Cuaca panas dan berdebu

Cuaca panas dan berdebu

Cuaca panas dan berdebu via https://cdn.pixabay.com

Saya jadi sering mandi dan keringetan karena cuaca terasa sangat panas termasuk saat tidur. Padahal di kampung saya ga kerasa panas banget. Saya kaget karena emang terasa sangat panas dan bikin gerah di badan. Selain cuaca panas, di sini juga banyak debu bertebrangan menambah rasa gerah kala siang hari dan jadi bikin upilan. Serius! Di sini saya jadi sering upilan bukan karena pilek. Jadi, kalau keluar kos selalu pakai masker.

4. Masyarakat yang ramah

Masyarakat yang ramah

Masyarakat yang ramah via https://mojok.co

Kalau alasan satu ini, tidak perlu ditanyakan lagi. Masyarakat Solo memang dikenal dengan keramahannya dan sifat peduli satu sama lain, bahkan ketika saya waktu berpapasan dengan warga sekitar, mereka selalu tersenyum dan hal itulah yang membuat saya nyaman tinggal di Solo. Awalnya saya berpikir apakah benar seperti itu, tapi setelah saya di sini, saya benar-benar merasa dihargai dan merasakan bagaimana ramahnya warga lokal dan juga teman-teman saya.

5. Jarak dari kos ke kampus

Jarak dari kos saya ke kampus lumayan jauh jika ditempuh dengan jalan kaki karena saya tidak mempunyai kendaraan apalagi ditambah dengan harus naik turun ke lantai empat setiap hari untuk menuju kelas. Karena saya kira jarak dari gerbang menuju gedung kampus saya itu dekat, jadi saya kaget saat tahu itu lumayan jika ditempuh dengan jalan kaki.

Advertisement

6. Makanan

Menurut saya makanan dan jajanan yang ada di Solo itu harganya terjangkau untuk anak kos dan porsinya juga lumayan banyak, berbeda dengan yang ada di kampung saya. Untuk rasanya juga tidak berbeda jauh dengan makanan yang ada di kampung saya, juga punya cita rasa yang gurih dan manis.

7. Masalah kebiasaan

Bahan masakan

Bahan masakan via https://cdn.pixabay.com

Karena saat di rumah saya tidak pernah memasak, sedangkan ketika merantau terpaksa harus memasak sendiri dan setiap hari memikirkan harus makan dengan apa, jadi harus memutar otak setiap kali akan memasak atau membeli makanan apa supaya tidak bosan.

8. Penggunaan bahasa

Penggunaan bahasa yang berbeda

Penggunaan bahasa yang berbeda via https://cdn-image.hipwee.com

Saya juga harus terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Jujur saya awalnya gugup saat akan berbicara takut salah ngomong. Namun seiring waktu, saya pasti akan mampu mengimbangi bahasa dan cara berinteraksi orang-orang di sekitar saya.

9. Perumahan

Dulu waktu pertama kali datang ke Solo, saya dan ibu saya merasa heran dengan perumahan yang mirip seperti tempat tinggal saya di desa. Ternyata suasananya sama saja, terasa nyaman dan seperti di tempat tinggal sendiri.

Meskipun begitu, saya mendapat banyak pelajaran dan pengalaman yang berharga selama tiga bulan merantau di Kota Solo ini. Saya belajar untuk dapat hidup lebih mandiri, dapat mempelajari bahasa di sini dan bahasa dari teman saya dari daerah yang berbeda, bahkan bisa menikmati berbagai makanan khas  dan mengunjungi tempat-tempat hiburan di Solo.

Fase penyesuaian diri saya saat mengalami culture shock adalah bagian dari pengenalan budaya baru yang, walaupun membutuhkan waktu, akan menjadi bisa karena terbiasa dan tetap melanjutkan langkah untuk menempuh pendidikan meski sering merasa tidak betah oleh keadaan. Namun, jika dapat bertahan dan menjalani prosesnya dengan niat, ikhlas, dan tekun, kelak akan menjadi pengalaman hidup yang sangat berharga dan bekal bagi kesuksesan di masa depan. 

Nah itu dia 9 culture shock yang saya alami selama tiga bulan di Solo ini. Kalau kalian apa aja nih culture shock-nya? Tetap semangat dan jangan pantang menyerah ya! Kita pasti bisa dan berani menuntut ilmu untuk mengejar cita-cita di perantauan, bahkan saat harus jauh dari orang tua. Untuk anak rantau yang datang ke Solo, selamat beradaptasi ya!. Nikmatilah keragaman dan keindahan yang ada.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE