A Way To Conquer Gili

Perjalanan ke Lombok telah lama saya rencanakan bersama Ve. Akhirnya, kami berangkat pada minggu terakhir liburan semester ganjil. Liburan tersebut baru benar-benar terasa seperti liburan mengingat tiga minggu sebelumnya hari-hari saya diisi dengan magang di Jawa Pos. Dua belas jam di lapangan dan kantor perharinya cukup menyita banyak energi, untungnya Ve berbaik hati menyiapkan hampir segala sesuatu untuk perjalanan kami. Dia mencari-cari banyak informasi, memesan penginapan, hingga menyusun itinerary.

Pulau Gili Trawangan menjadi tujuan pertama kami. Banyak orang-orang mengidentikan Pulau Gili untuk menggambarkan keseluruhan Lombok. “Mau ke mana ke Lombok? Ya ke Gili!”. Saya pun begitu pada awalnya. Bahkan, saya membayangkan perjalanan kami akan sepenuhnya dihabiskan dengan bermalas-malasan dan ber-contemplating di Gili Trawangan, Gili Air dan Gili Meno. Ve, yang nggak mau rugi dengan perjalanan pertamanya, langsung tidak setuju. In the end it was a good choice.

 <>1. Transportasi Bikin Pusing
Angkutan carteran yang mengantar ke Pelabuhan Bangsal

Angkutan carteran yang mengantar ke Pelabuhan Bangsal via http://chikianwar.blogspot.co.id

Separuh dari perjalanan ke Gili cukup terakses dengan baik dengan keberadaan Bus Damri dari Lombok International Airport. Sialnya, setengah perjalanan kemudian cukup menyesatkan. Itenerary yang dibuat Ve mencatat bahwa kami seharusnya turun di Terminal Rembiga, daerah bekas Bandara Selaparang. Tapi setelah memastikan kepada supir bis, ia mengatakan jika kami bisa turun di Pantai Senggigi. Kami iyakan saja karena memang informasi di internet banyak juga yang merekomendasikan seperti itu.

Eh tahunya, kami justru merasa dijebak. Bis berhenti di daerah Senggigi. Supir itu langsung memperkenalkan kami dan dua penumpang yang tersisa kepada seorang temannya. Mereka menawarkan untuk mengantarkan kami berempat ke Pelabuhan Bangsal dengan ongkos lima puluh ribu per orang. Dua orang yang bersekongkol itu menyakinkan kami jika tidak ada angkutan umum dari Sengigi ke pelabuhan.

Kami melipir dan masih bersikukuh ingin naik angkutan umum seperti review perjalanan yang sudah kami baca. Berpanas-panasan, kami berjalan menjauhi mereka dan mencegat kendaraan yang terlihat seperti angkutan umum. Eh ternyata, memang tidak ada angkutan umum yang menuju Pelabuhan Bangsal. Maksimal, angkutan umum tersebut hanya sampai daerah Malimbu. Akhirnya, kami mencarter sebuah angkutan umum dengan biaya tujuh puluh ribu untuk dua orang.

Jadi sepertinya, jika ingin ke Gili dengan lebih mudah, kalian bisa turun di Rembiga karena ada angkutan umum menuju pelabuhan seharga lima belas ribu saja. Saya belum tahu pemandangan seperti apa yang bisa dilihat sepanjang perjalanan dari Rembiga ke pelabuhan.

Sementara itu, kami kemarin disuguhi pemandangan bibir Pantai Senggigi dan Malimbu karena jalurnya memang berada di tepian pantai yang diselingi dengan hijaunya pepohonan. Jalan yang kami lalui sangat sepi. Diam-diam kami khawatir dan berharap supir mengantarkan kami dengan selamat sampai tujuan. Perjalanan tersebut membutuhkan waktu satu setengah jam.

<>2. Lelahnya Perjalanan Terobati Oleh Indahnya Pantai
Pantai di Gili Trawangan, mendung dan syahdu

Pantai di Gili Trawangan, mendung dan syahdu via http://chikianwar.blogspot.co.id

Singkat kata, setelah sampai di penginapan yang telah dipesan, kami kemudian mulai menjelajahi pulau dengan berjalan kaki. Ambiens Pulau Gili Trawangan memang benar-benar terasa seperti surganya pesta. Di sebelah kanan dan kiri jalan, ada banyak bar yang bisa dikunjungi. Waktu kami berjalan-jalan, saya dan Ve justru merasa menjadi orang asing karena mayoritas pengunjung di Gili Trawangan adalah turis mancanegara.

Setelah berjalan kaki cukup jauh, kami menemukan satu spot pantai di balik pepohonan. Waktu itu cuaca mendung namun matahari terasa cukup terik. Laut memancarkan warna biru tosca yang indah. Sementara turis-turis lain berenang leluasa dengan bikininya, kami tidur-tiduran di pinggir pantai sambil mendengarkan Coldplay. Walaupun sudah tidak sabar ingin nyebur, kami memutuskan untuk kembali jalan kaki menyusuri pulau dan mencari bar yang cukup nyaman untuk menyaksikan sunset. 

<>3. Menikmati Malam Pertama di Gili Trawangan
Pasar malam di Gili Trawangan

Pasar malam di Gili Trawangan via http://www.helloasie.com

Makan malam di Gili Trawangan sungguh menguji keimanan dompet. Saya dan Ve makan di Pasar Malam yang tak jauh dari penginapan. Di sana berjajar lobster dan ikan-ikan segar yang sungguh menggoda. Penjual nasi campur tak kalah ramai diserbu oleh para bule. Di salah satu sisi juga ada stan yang menjual berbagai macam cake. Pada akhirnya, kami harus puas makan lalapan ayam seharga dua puluh lima ribu rupiah.

Beruntunglah ayamnya cukup besar, porsi nasinya banyak, dan kami dapat bonus satu iris tahu. Setelah kenyang, kami berjalan-jalan lagi. Eh, ternyata kami menemukan sebuah restoran yang cukup bagus dengan menu pasta dan pizza serba dua puluh lima ribu! Sayang sekali, perut kami telah terisi.

<>4. Menemukan Surga Buku di Tengah Surga Bar
Rak buku yang kutemui

Rak buku yang kutemui via http://chikianwar.blogspot.co.id

Sembari mencari paket snorkeling untuk keesokan harinya, saya menemukan satu toko yang memajang buku-buku! Buku-buku bekas tersebut tentu merupakan hasil tukar, jual dan beli dari para turis. Mayoritas turis mancanegara memang suka membaca, terbukti seluruh buku yang dipajang di rak berbahasa Inggris. Ada pula beberapa bahasa lain yang saya tidak tahu. Anyway, koleksi Sophie Kinsella mereka cukup banyak. Menyenangkan sekali (melihatnya).

Setelah lelah berjalan kami duduk-duduk di pantai, menikmati debur ombak malam. Begitu kami mengadahkan kepala ke atas, bintang-bintang bertaburan seperti bedak. Indah dan damai sekali rasanya.

<>5. Perjalanan Masih Akan Berlanjut
Suasana kapal publik di sekitar Pulau Gili

Suasana kapal publik di sekitar Pulau Gili via http://chikianwar.blogspot.co.id

Cerita akan bersambung ke post kedua

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pecinta buku yang tidak lagi rajin membaca buku.