5 Cerpen dalam Buku Sepotong Senja untuk Pacarku Karya Seno Gumira Ajidarma. Kaum Milenial Can Relate Deh~

Hampir 2 dekade buku ini diterbitkan, tetap saja cerita-cerita Seno masih dapat terhubung dengan kaum milenial masa kini.

Nama Seno Gumira Ajidarma sudah tidak asing lagi dalam dunia kesusastraan Indonesia. Karya-karyanya masih banyak dinikmati hingga saat ini. Salah satunya adalah buku kumpulan cerpen yang berjudul Sepotong Senja untuk Pacarku. Buku yang diterbitkan pada tahun 2002 ini terdiri dari 16 cerita pendek yang dikemas menjadi 3 bagian, yaitu Trilogi Alina, Peselancar Agung, dan Atas Nama Senja. Hampir 2 dekade buku ini diterbitkan, bahkan ada cerpen yang umurnya hampir 3 dekade, namun, tetap saja cerita-cerita Seno masih dapat terhubung dengan kaum milenial masa kini. Nah, mari kita bahas 5 cerpen yang kaum milenial can relate!

Advertisement

1. Sepotong Senja untuk Pacarku

Cerpen ini umurnya sudah hampir 3 dekade, namun tetap saja banyak yang meminjam kata-katanya sebagai pesan romantis untuk sang kekasih. Bagaimana mungkin tidak meminjam kata-kata Sukab yang legendaris? Dia sangat romantis dengan caranya sendiri. Cerpen ini sebenarnya adalah surat Sukab untuk Alina.

Meski banyak yang berpikir surat-suratan adalah sesuatu hal yang sudah ketinggalan zaman, namun masih banyak kaum milenial masa kini yang menganggap hal tersebut romantis. Selain itu, banyak kutipan yang dapat diambil dari surat Sukab ini, seperti:

Advertisement

“…Sudah terlalu banyak kata di dunia ini Alina, dan kata-kata, ternyata, tidak mengubah apa-apa. Aku tidak akan menambah kata-kata yang sudah tak terhitung jumlahnya dalam sejarah kebudayaan manusia Alina. Untuk apa? Kata-kata tidak ada gunanya dan selalu sia-sia. Lagipula siapakah yang masih sudi mendengarnya? Di dunia ini semua orang sibuk berkata-kata tanpa pernah mendengar kata-kata orang lain. Mereka berkata-kata tanpa peduli apakah ada orang lain yang mendengarnya. Bahkan mereka juga tidak peduli dengan kata-katanya sendiri. Sebuah dunia yang sudah kelebihan kata-katanya sendiri. Sebuah dunia yang sudah kelebihan kata-kata tanpa makna. Kata-kata sudah luber dan tidak dibutuhkan lagi. Setiap kata bisa diganti artinya. Setiap arti bisa diubah maknanya. Itulah dunia kita Alina…”

Nah, siapa yang can relate dengan kutipan diatas? Banyak!

2. Jawaban Alina

Advertisement
Alina menerima senja

Alina menerima senja via http://favim.com

Rasanya baru kemarin melihat Dian Sastrowardoyo membacakan sepenggal kutipan dari Jawaban Alina. Ya, kutipan ini kembali viral di laman instagram pada tahun 2019 lalu, meskipun video awalnya diunggah pada tahun 2016. Para penggemar Dian Sastrowardoyo yang belum mengetahui tentang novel Seno, berbondong-bondong mencaritahu novel apa yang sedang dibacakan idolanya.

Tentu saja video tersebut kembali viral karena sebuah alasan. Mungkin saja karena kutipan tersebut rasanya dapat terhubung ke semua orang pada masa kini. Para kaum milenial yang saat ini menginjak usia dewasa muda, pastinya sedang mengalami kisah percintaan dan mungkin saja mengalami perasaan yang sama dengan yang Alina alami. Hal ini yang membuat para kaum milenial can relate sama Jawaban Alina.

“Terus terang aku kasihan sama kamu Sukab, mencintai begitu rupa tapi tidak tahu yang kamu cintai sebetulnya tidak mencintai kamu. Makanya jangan terlalu banyak berkhayal Sukab, pakai otak dong sedikit, hanya dengan begitu kamu akan selamat dari perasaan cintamu yang tolol itu…”

 

3. Hujan, Senja dan Cinta

Hujan telah digantikan oleh senja

Hujan telah digantikan oleh senja via http://www.dreamstime.com

Cerpen Seno lainnya yang mungkin saja kaum milenial sedang rasakan adalah cerpen berjudul Hujan, Senja, dan Cinta. Cerpen ini bercerita tentang seorang perempuan yang mengabaikan seseorang yang mencintainya, dan kemudian merasa kehilangan ketika seseorang tersebut berhenti mencintainya. Penyesalan memang selalu datang diakhir, dan penghargaan terhadap seseorang baru diberikan ketika orang tersebut telah pergi.

“Kenapa cintanya bisa berkurang? Cinta itu mestinya abadi dong!”

4. Anak-Anak Senja

Anak-Anak Senja

Anak-Anak Senja via http://www.flickr.com

Familiar dengan judulnya? Ya, tentu saja! Istilah ini sering sekali digunakan kaum milenial masa kini. Mereka memanggil anak-anak Indie dengan anak senja. Entah sejak kapan ini terjadi. Namun, musik indie memang sedang digandrungi kaum milenial saat ini dan mereka identik dengan senja. Entah apa pula hubungannya. Mungkin saja, para penikmat musik indie menyukai keindahan, dan senja memang memiliki keindahannya tersendiri. Tapi, hei! Kamu tidak perlu menjadi anak Indie untuk menikmati senja!

Sebentar, mungkin kita bisa menarik suatu kesimpulan atau lebih tepat disebut hipotesis dari cerpen Seno yang satu ini, dan menghubungkannya dengan fenomena sosial saat ini. Dalam cerpen Seno, anak-anak senja digambarkan tidak pernah bertambah tua.

Lalu, jika kita melihat kembali tentang sejarah musik indie, musik ini telah ada sejak dulu. Namun, tidak mengurangi minat para kaum muda. Musik Indie selalu memiliki penikmatnya sendiri, sama dengan senja. Mungkinkah ini alasan mengapa anak indie identik dengan senja? Well, who knows! but one thing for sure, kaum milenial masa kini pastinya can relate dengan istilah anak-anak senja ini.

“…ternyata anak-anak senja itu tidak pernah bertambah tua…”

5. Senja yang Terakhir

Proses rekaman Senja Terakhir

Proses rekaman Senja Terakhir via http://pixabay.com

Senja Terakhir adalah cerpen Seno yang pastinya kaum milenial saat ini merasa familiar. Bukan dari sisi ceritanya dimana sebuah kota kehilangan senjanya. Namun, dari kebiasaan orang-orang di kota tersebut. Pada cerpen ini digambarkan orang-orang berbondong-bondong membeli foto dan video dari senja terakhir tersebut. Namun, bukan itu yang akan dibahas, melainkan bagaimana foto dan video tersebut diabadikan. Dengan beredarnya foto dan video tersebut membuktikan bahwa banyak orang mengabadikan momen tersebut.

Hal inilah yang pastinya para kaum milenial can relate. Kaum milenial saat ini seperti berlomba-lomba mengabadikan momen senja, baik berupa foto maupun video. Seakan-akan itu merupakan senja terakhir mereka. Bedanya, mereka kemudian mengunggah foto/video tersebut dengan tujuan membagikan keindahannya di media sosial, bukan menjualnya seperti yang ada di cerpen Seno. 

“…Ibarat kata setiap orang memilih sendiri tempat di mana matahari akan tenggelam itu dan merekamnya menurut selera sendiri…”

Cerpen-cerpen ini merangkum fenomena yang terjadi saat ini pada kaum milenial. Selain lima cerpen diatas, masih banyak lagi cerpen-cerpen karya Seno Gumira Ajidarma yang juga dapat terhubung pada kaum milenial. Jadi, coba saja kalian baca buku Sepotong Senja untuk Pacarku. Mari nikmati perjalanan Sukab dan senjanya bersama! Salam senja!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE