Ada percakapan seorang ibu dan anak saat malam hari, waktu di mana biasanya keluarga sudah siap untuk kembali beristirahat.
“Bu, nanti kalau sudah besar aku mau menjadi pohon saja, ah.”
“Kok jadi pohon? Kenapa?”
“Iya, supaya teduh. Terus harimau-harimau, jerapah, sampai burung bisa main-main terus tidur deh di dekatku seperti yang ada di televisi lho, Bu.”
“Bisa saja kamu, Nak.”
Tak ada yang salah dengan mimpi seorang anak kecil, yang masih belum memikirkan rumitnya birokrasi atau cicilan rumah. Pikiran mereka masih liar dan dapat berlari sebebas yang mereka inginkan. Ada yang ingin menjadi Iron Man, astronot, hingga pelari yang dapat berlari secepat cheetah sekali pun. Hingga akhirnya lambat laun, mereka disadarkan oleh sistem bahwa impian mereka bahkan proses untuk mencapainya saja tidak semudah tiap kali mereka menjawab pertanyaan ‘ingin jadi apa?’.
Menurut World Health Organization (WHO), definisi anak adalah dihitung sejak seseorang di dalam kandungan sampai dengan usia 19 tahun. Lalu dilanjutkan dengan bahwa salah satu pilar pendidikan menurut The United Nations Educational, Scientific and Cultural Orgaization (UNESCO) adalah learning to live together, yakni belajar hidup bersama, dimana pendidikan diharapkan mampu mencetak generasi yang memiliki peran dalam lingkungan dimanapun berada, serta mampu menempatkan diri sesuai perannya. Sebagai orangtua yang bijak, yang tentu bukan mementingkan keunggulan dalam bidang akademik saja, dapat menanamkan literasi lingkungan terhadap anak melalui hal-hal yang sederhana.
Apa saja hal-hal sederhana itu?
ADVERTISEMENTS
5. Kesimpulan: kita harus jaga alam supaya alam bisa menjaga kita
Kita jaga alam, alam jaga kita via http://environment-indonesia.com
Kita jaga alam, alam jaga kita via http://environment-indonesia.com
Pada dasarnya memang tidak mudah membuat masyarakat sadar untuk peduli dengan lingkungan saat ini. Jika tidak dimulai sejak dini, mungkin keinginan untuk menjaga lingkungan akan sangat minim. Maka dari itu, sangat penting mencetak generasi masa depan agar lebih sadar lingkungan sedini mungkin. Tidak lupa, peran keluarga juga merupakan faktor yang penting dalam mendorong anak untuk mencintai lingkungan. Kegiatan-kegiatan sederhana seperti di atas dapat membantu tumbuhnya perhatian anak terhadap lingkungan. Selain itu, kebiasaan ramah lingkungan yang ditanamkan sejak dini diharapkan dapat menjadi gaya hidup anak di usia dewasa.
Dengan perilaku masyarakat (yang katanya) modern ini terhadap kelestarian dan kelangsungan lingkungan hidup sudah dapat menunjukkan di level yang mengkhawatirkan. Maka, beragam dalih dan alasan pemenuhan kebutuhan hidup atau bahkan sekadar iseng dan tidak sengaja atau spontanitas, masyarakat modern secara umum dapat dikatakan abai terhadap lingkungan hidupnya sendiri.
Lalu apa yang harus dilakukan? Bisakah kita memulai dari awal membangun kesadaran pentingnya lingkungan hidup kita? Jawabannya adalah tentu saja bisa. Hal tersebut harus mulai dari diri sendiri dan orang-orang terdekat. Berikan pendidikan lingkungan hidup pada anak-anak kita, bangun sensitivitas mereka terhadap pentingnya merawat dan menjaga alam semesta.
Hal ini jelas penting. Mengapa? Sadar atau tidak, nasib lingkungan yang masih hidup ini berada di tangan anak-anak atau generasi penerus. Mereka tentu memiliki hak untuk hidup di alam yang lebih baik nan asri. Di samping itu, mereka juga yang akan bertanggung jawab merawat Bumi ini. Maka, kita sebagai orang dewasa yang bijak dapat menyicil utang kita untuk generasi ke depan dengan memupuk rasa sensitivitas dan cinta akan akan alam ini.
Masak iya, beberapa puluh tahun kemudian, mereka hanya bisa memandang hutan alam yang hijau lebat di peta digital tanpa melihat langsung? Kemudian, timbul pertanyaan, “Bapak, Ibu, mengapa alam kami seperti ini? Ada apa gerangan di zaman Bapak dan Ibu dulu?”
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”