6 Bukti Kalau Mereka yang Berpuasa di Perantauan Itu Tangguhnya Luar Biasa. Apa Kamu Salah Satunya?

Semua ini adalah perjuanganmu di perantauan, jauh dari keluarga, jauh dari teman-teman, jauh dari kampung halaman dan mungkin jauh dari peradaban :)

Segala duka cita dalam menjalani puasa kita akan kamu hadapi selama bulan Ramadan di perantauan atau mungkin saja kamu sudah terbiasa menjalani bulan Ramadhan dan Hari Raya Lebaran di Perantauan walaupun tetep pengennya nangis, terutama buat kalian yang kuliah ataupun kerja di perantauan yang jauh dari keluarga tercintamu.

Tidak hanya berjuang menahan lapar dan haus selama puasa sendirian selama bulan Ramadan, namun juga menahan rindu yang sangat luar biasa ketika di perantauan. Momen buka puasa, sahur, ataupun yang kadang-kadang bikin meringis yaitu Lebaran di erantauan yang membuatmu momen Ramadan dan Lebaran dengan keluarga menjadi langka dan sangat sangat berarti dibandingkan mikirin THR. Hahaha

Ingat kita harus tetap berpikiran positif dan sabar untuk menghadapinya, bukan cuman kamu yang menghadapinya, banyak orang seperti kamu yang menjalani ibadah puasa jauh dari kampung halaman, jauh dari keluarga besar untuk kuliah di luar daerah ataupun di luar negeri atau juga bekerja di penempatan yang jauh dari keluargamu atau di penempatan yang kerja di luar peradaban alias di daerah demi membela negara Republik Indonesia. Hehehe..

Nah apa saja sih yang kamu dapatkan selama menjalani kehidupan puasa ataupun Lebaran di perantauan, yuk mari kita baca dan semoga tetep bersabar bagi yang menjalankannya!

1. Segalanya dilakukan sendiri, termasuk bangun sahur untuk kemudian memasak dan menahan kantuk sendiri

Belajar masak

Belajar masak via https://br.stockfresh.com

Kamu yang sendirian di perantauan atau bersama teman kostanmu atau bekerja di perantauan yang jauh dari kampung halaman dan tidak ada keluarga yang menemani, yang pasti jauh dari ibumu yang selalu membuat makanan paling nikmat selama puasa. Mau nggak mau ya harus masak sendiri, selain untuk menghemat biaya selama di merantau juga masak sendiri punya beberapa keuntungan lainnya dibandingkan kamu belanja makanan di luar, lho.

Keuntungan masak sendiri selain lebih berhemat, menambah kemampuan dirimu dengan memasak, lebih sehat dan lebih bersih karena tidak membeli dari luar, juga kamu bakal ngerasain perjuangan ibumu memasak untuk buka puasa atau untuk menyiapkan makanan sahur. Kamu dengan memasak sendiri semakin sadar kalau apa yang ibumu lakukan dulu itu luar biasa hebat, bayangin aja ibumu harus bangun lebih pagi daripada anggota keluarga lainnya, masih nyiapin bahan makanan, masak, terus bangunin semua anggota keluarga lain, setelah makan mencuci piring.

Maka dari itu kamu yang dulu jarang bantu ibumu ketika puasa pasti nyesel banget tidak pernah membantu ibumu dahulu dan baru merasakan apa yang dilakukan ibumu lumayan berat, namun tetap dilakukan dengan ikhlas demi keluarganya.

Coba kamu inget deh pernah nggak ketika ibumu telat bangun sahur, bagaimana semua jadi makan serba cepat dengan makanan seadanya, tuh kan. hehehe.

Eh jadi inget ibumu. Tenang. Fase selama merantaumu ini walaupun bikin sangat kangen kepada semua anggota keluarga, tapi juga sangat menyadarkanmu akan pentingnya keluarga. Jadi tetap bersabar, semangat, dan ini salah satu kesempatan yang Allah kasih buat kita untuk belajar menjadi manusia yang lebih baik, menghargai hidup dan semua yang kamu punya saat ini, dan lebih bersyukur dengan keluarga yang selalu ada dekat denganmu.

2. Mandiri sudah pasti. Nggak perlu ditanya lagi bagaimana kemampuan kami untuk bertahan menghadapi semuanya sendrii

Jalan sendiri, makan sendiri, sendiri...

Jalan sendiri, makan sendiri, sendiri… via https://www.directasia.com

Namanya juga mandiri jadi semuanya harus serba sendiri!

Kamu yang di perantauan semuanya kamu lakukan sendiri, mulai dari bangun sahur, makan berbuka, memasak sendiri buat kalian yang memasak selama di tanah rantau, atau cari takjil sendiri. Memang sih kalau tinggalnya nge kost bareng teman tidak semuanya serba sendirian, tapi tetap lebih menyenangkan bersama keluarga bukan?

Lebih menyenangkan makan berbuka dengan bapak, ibu, adik atau kakak, sholat berjamaah bareng keluarga, sholat tarawih bareng keluarga, sahur bareng atau sholat Idul Fitri bersama keluargamu pasti jauh lebih menyenangkan dibandingkan bersama teman.

Tapi nasib ya jika harus menjalani ibadah puasa atau lebih menyedihkannya harus merayakan hari raya Idul Fitri di tanah perantauan karena berbagai alasan seperti kamu yang kuliahnya sangat jauh dari kampung halaman sehingga tidak cukup membeli uang tiket atau kamu yang memiliki tuntutan pekerjaan pada saat hari raya Idul Fitri seperti yang bekerja di bidang transportasi, reporter, atau pekerjaan lainnya yang tidak ada libur walaupun tanggal merah. Mungkin sampai ada rasa tidak terlalu bersuka cita ketika hari raya Idul fitri, hanya sholat ied langsung di rumah lagi tidak silahturahmi. Eits , jangan kayak gitu ya..

Itu semua salah satu bagian pelajaran hidup yang Allah berikan ke kita untuk menjadi manusia yang lebih baik dan bersyukur terhadap hidup kita. Coba aja bayangin anak Yatim Piatu yang tinggal di Panti Asuhan dan tidak punya keluarga sama sekali, bagaimana perasaan mereka melihat orang-orang yang bisa merayakan bersama keluarganya, mungkin sama seperti kita ketika merayakan idul Fitri sendirian. Jadi kita harus lebih bersyukur kita masih ada keluarga besar walaupun tidak bisa merayakannya bersama dan dari fase ini kita jadi tahu perasaan anak-anak yatim piatu itu bukan?

Semua yang Allah berikan kita tidak ada yang sia-sia kok, semua pasti ada pelajaran yang Allah berikan.

3. Tahan banting dan nggak gampang mengeluh adalah dua hal yang lekat dengan kepribadian kami, terlebih saat bulan Puasa begini

Merantau membuatmu lebih kuat

Merantau membuatmu lebih kuat via https://www.pinterest.com

Lingkungan yang berbeda, orang-orang yang berbeda, kebiasaan, pola pikir, dan semua yang serba beda akan kamu temukan ketika berada di perantauan. Kamu dituntut dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar maupun dengan manusia yang ada di daerah perantauanmu. Kamu pasti akan merasakan ketidaknyamanan selama berada pada awal-awal di daerah perantauan dan kamu juga mungkin akan sedikit sedih karena tidak tinggal bersama keluargamu.

Kamu tidak bisa bergantung lagi dan mengharap bantuan orang tuamu selama di perantauan, serta kamu dituntut mandiri di perantauan. Kamu pun akhirnya dapat menyesuaikan dengan baik dan mampu hidup sendiri jauh dengan keluarga maupun teman terdekatmu di kampung halaman seiring dengan berlalunya waktu. Kamu juga lebih mengerti susahnya hidup dan mulai menyadari hidup itu tidak semudah seperti yang ada di drama-drama.

Waktu penyesuaian diri dengan lingkungan barumu ini adalah salah satu “sekolah kehidupan” yang diberi oleh Allah untuk menjadikanmu manusia yang tangguh, manusia yang kuat dan tahan banting, manusia mandiri, manusia yang lebih sabar, dan manusia yang lebih kuat lahir dan batin. Tidak semua orang lho yang mampu jauh dari keluarga atau jauh dari kampung halaman, selain karena perbedaan lingkungan yang dihadapi setiap harinya yang pasti juga biaya untuk hidup lebih banyak karena jauh dari lingkungan.

Masa ketika puasa di perantauan pun mungkin akan membiasakanmu untuk serba sendiri, makan buka sendiri, makan sahur sendiri, mikir mau makan apa buat sahur atau buka puasa, dan yang paling penting mempersiapkan diri biaya tiket atau menentukan waktu untuk ke kampung halaman nanti ketika Idul Fitri. Cobaan yang membuat kamu mengharuskan lebih sabar dan ikhlas ketika momen bulan Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri adalah ketika kita tidak bisa bersama berpuasa pada awal Ramadhan atau tidak bisa merayakan Hari Raya Idul Fitri bersama keluarga karena berbagai hal.

4. Rindu keluarga adalah hal paling menyakitkan, sekaligus yang paling dinanti-nantikan

Family in Ramadan

Family in Ramadan via https://destinationksa.com

Kebersamaan bersama keluarga menjadi prioritas utamamu saat ini ketika sudah merasakan susahnya hidup di perantauan. Kamu pun lebih menghargai waktumu bersama keluarga dibandingkan waktu yang lain. Waktumu sudah dihabiskan untuk belajar di kuliah, bersama teman-teman, atau bekerja selama di perantauan dan sudah waktunya waktumu dihabiskan bersama dengan keluarga.

Bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri inilah momen yang tepat menghabiskan waktu bersama keluarga. Kamu bisa membantu ibumu mempersiapkan makanan untuk berbuka dan sahur ataupun membantu menyiapkan makanan pada saat hari raya, kamu bisa saling membantu membersihkan rumah bersama adik, kakak, ayah, dan ibu, kamu bisa berbuka dan sahur bersama, dan ataupun kamu bisa manja sama ibumu ketika tarawih, hehehe

Semua momen ketika bersama keluargamu terasa sangat menyenangkan dibandingkan kamu di perantauan. Kamu pun dulu yang sering berantem dengan orang tua ataupun adik atau kakakmu pun malah lebih akrab dan tidak pernah berantem lagi setelah kamu melewati fase merantau.

Karena Keluarga adalah Harta yang Paling Berharga. hehehe

5. Menjadi seseorang yang pandai bersyukur pun berhasil kami dapatkan dari kehidupan di perantauan. Masih mau menyangsikan?

Kesabaran dan keikhalasan yang kamu dapatkan ketika sudah menjalani hidup semasa di perantauan. Kamu mulai belajar bersabar ketika menghadapi semua tantangan hidup ketika di perantauan. Keikhalasan pula yang harus kamu lakukan ketika apa yang kamu inginkan tidak bisa terwujud ketika berada di perantauan.

Kesabaran dan keihlasan ketika masih bersama keluarga dengan kita yang di perantauan pasti berbeda rasanya. Kamu masih bisa berkeluh kesah ataupun keluargamu akan mengetahui apa yang sedang kamu hadapi ketika masih bersama keluarga, namun ketika di perantauan keluargamu tidak tahu apa yang sedang kamu hadapi dan kamu yang merasa tidak ingin lebih membebani beban keluargamu akhirnya berusaha menyelesaikan masalahmu sendiri, di situlah kesabaran dan keihlasan akan sesuatu yang menimpamu selama di perantauan lebih diuji dibandingkan ketika bersama keluarga.

Kita juga dilatih lebih bersabar bukan ketika bulan Ramadan? Kita harus bersabar dan belajar iklhlas menerima kenyataan bahwa kita jauh dari keluarga dan hidup sendiri di daerah yang jauh dari kampung halaman.

6. Kabar baiknya, ternyata bukan cuma kami yang merasakan hal-hal pedih berpuasa di perantauan, masih banyak teman senasib sepenanggungan 🙂

Walaupun semua kesedihan dan kerinduan yang amat dalam kamu rasain banget selama di perantauan, namun itu salah satu tahapan hidup kamu menjadi lebih mandiri dan menjadi manusia yang lebih kuat dibandingkan dengan orang-orang yang tidak pernah merantau. Kamu bisa lebih hebat dan kamu bisa lihat beberapa orang yang sudah “Nyemplung” di perantauan.

Kamu harus tetap semangat, belajar, sabar, dan anggap aja itu salah satu tantangan yang harus kamu hadapi. Orang yang sudah “nyemplung” seperti yang dikatakan salah satu idola kalian mbak Gita Savitri Devi yang sudah terbiasa dan menjadi pribadi wanita yang kuat selama menjalani kehidupan di perantauan. Akhirnya mbak gita pun jadi lebih mandiri dan terbiasa kemana -mana sendirian, lebih banyak pengalaman hidupnya, dan banyak bertemu dengan orang-orang yang hebat di berbagai negara. Hebat kan.

Masa-masa jauh di keluarga maupun teman seperjuangan juga dirasakan kok sama salah satu Bapak Proklamator kita, Bapak Muhammad Hatta. Beliau sudah merasakan susahnya hidup di Bovendigul atau Tanah Merah di Papua karena diasingkan oleh Belanda yang kemudian dipindahkan ke Banda Neira di Kepulauan Maluku. Hidup di sana pasti tidak semudah seperti ketika beliau di Belanda, Jawa , ataupun di tanah kelahiran beliau di Tanah Minang.

Hidup di pengasiangan selama di Tanah Merah ataupun di Banda Neira memang tidak berada di penjara dan masih dibebaskan kemana saja ataupun dibebaskan melakukan apa saja selama di perantauan. Hidup di Bovendigul atau Banda Neira yang serba terbatas mulai dari transportasi, bahan makanan, dan yang lainnya menjadi salah satu cerita beliau ketika di Pengasingan.

Walaupun begitu, beliau tetap berusaha semangat hidup di sana dengan tetap mempertahankan prinsip pribadi beliau yang disiplin waktu, tetap aktif menulis dan membaca buku sampai buku pun dibawa selama di pengasingan. Beliau juga tetap bergaul dengan masyarakat sekitar dan mengajarkan ilmu yang beliau punya di pengasiangan. Bayangkan hidup bung hatta pasti lebih susah dibandingkan kita yang sudah hidup di jaman serba canggih dan moderen, bosen tinggal main HPbayangkan pas jamannya bung Hatta.

Tetap semangat , sabar, dan selamat menjalankan ibadah puasa serta semoga kita yang di perantauan bisa berkumpul kembali bersama keluarga besar.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mencari kegiatan baru biar gak setren selama di rantau Rantau itu gak enak