Rasanya Jadi Anak Sulung Perempuan dalam Keluarga. Meski Berat yang Penting Adik-adik Bahagia

Rasanya Jadi Anak Sulung Perempuan dalam Keluarga

Saya perempuan, terlahir dari keluarga sederhana, dengan memiliki seorang adik yang juga perempuan. Ya, hanya dua. Harusnya ada tiga, namun adik saya yang tengah rupanya hanya bertahan sampai 4 bulan saja di rahim ibu, selebihnya Tuhan memeluknya kembali dalam kasih, tentunya. Semua sudah diatur sedemikian indah, termasuk saya yang berperan sebagai anak sulung perempuan di keluarga ini.

Jika ditanya, apakah saya senang terlahir sebagai seorang perempuan dan menjadi kakak bagi seorang adik saya ini? Andai boleh memilih, sebenarnya saya lebih ingin menjadi adik perempuan dari seorang kakak laki-laki. Ini impian saya sejak masih kecil. Pernah saya merengek kepada ibu, “Bu, tolong lahirkan kakak cowok dong….”. Gubrak.

Sebuah permintaan polos dari anak seumuran 8 tahun. Saya ucapkan ini beberapa waktu usai ibu melahirkan adik saya. Hidup satu rumah bersama keluarga kecil ini memberikan saya banyak pelajaran hidup. Saya yang saat itu mungkin masih TK atau SD awal, seakan dituntut untuk selalu membuat adik saya terhibur dan ikhlas untuk “mengalah”. Wah, lirik Seventeen Band banget ya 😀  Tanggung jawab itu seakan sudah diberikan kepada saya sejak kecil.

Memiliki seorang kakak laki-laki yang lahir dari rahim Ibu mungkin hanyalah impian yang selamanya hanya jadi impian. Mustahil. Dalam benak saya, kakak laki-laki akan menjadi superhero bagi adik perempuannya jika ada orang yang ingin berbuat jahat atau iseng. Sweet banget yaa.

Tapi, takdir telah mengarahkan saya untuk menjadi seorang kakak perempuan bagi adik saya. Mau tidak mau, saya harus terus menjalani ini hingga akhirnya saya menemukan nikmat menjadi seorang kakak. Dalam perjalanan ini, banyak hal-hal yang awalnya bertentangan dengan hati nurani namun akhirnya saya bisa menjalaninya dengan ikhlas dan bahagia.

Menjadi seorang anak sulung perempuan, inilah yang saya rasakan dalam beberapa kisah.

Advertisement

1. Berbagi kebahagiaan dengan cara sederhana

Perempuan Mandiri

Perempuan Mandiri via https://pixabay.com

Pemikiran seorang perempuan yang seringkali melibatkan hati saya rasakan seiring berjalannya waktu. Ya, ada sebuah mimpi bahwa kelak ingin membahagiakan mereka walau dengan cara sederhana.

Perjuangan menyusun skripsi hingga akhirnya lulus dan bisa menghasilkan uang sendiri dengan bekerja di sebuah perusahaan adalah histori perjalanan saya yang tak mungkin terwujud tanpa support keluarga. Saat menerima gaji, saya berusaha berbagi untuk menikmatinya bersama mereka. Tak berlimpah, namun mereka menyambut ini dengan penuh sukacita.

Advertisement

2. Memberi teladan bagi adik, walau sulit

Menyayangi Saudara

Menyayangi Saudara via https://pixabay.com

Saat terlahir sebagai anak kedua, ketiga, keempat dst, kamu pastinya ingin mendapat perlindungan lebih dari sang kakak. Begitulah impian saya selama ini. Memahami hal ini, saya pun berusaha untuk mendekatkan hati dengan adik saya.

Andai jarak tak bisa dekat, setidaknya hati bisa terus melekat. Berbagai nasihat pun sering saya layangkan kepadanya. Hati saya yang terbiasa was-was ini hanya ingin memastikan bahwa ia baik-baik saja di sana.

3. Menggantikan peran orang tua

Advertisement
Keluarga Bahagia

Keluarga Bahagia via https://pixabay.com

Jika semenjak kecil saya selalu dilindungi orang tua dari segala masalah (tahunya beres), kini mungkin saya harus bertindak sebaliknya. Sayalah yang harus siaga menggantikan peran mereka, walaupun tak sesempurna yang dibayangkan.

Menyadari keterbatasan ini, saya pribadi terus belajar dari pengalaman banyak orang. Bisa meringankan beban orang tua tentu sangat menyenangkan, apalagi bisa membuat mereka yang saat ini sudah memasuki usia senja itu tersenyum bahagia. Doa saya itu simpel, “Panjangkan umur mereka Tuhan agar bisa menemani kami (saya dan adik) membesarkan cucu bahkan cicit mereka.”

4. Tenang, ‘saya baik-baik saja’

Perempuan Bahagia

Perempuan Bahagia via https://pixabay.com

Kehidupan sosial memberikan banyak saya pelajaran hidup. Namun tak jarang, saya pun mengalami keterpurukan hingga emosi terkuras dengan mudahnya saat dihadang berbagai masalah. Sedih, kecewa, marah, sakit hati dan beragam perasaan kurang menyenangkan lainnya sering saya rasakan.

Sebagai seorang introvert yang lebih banyak diam, saya pun berusaha tenang dengan tak menghujani mereka dengan berbagai rasa sedih yang saya rasakan. “Saya baik-baik saya, Pak, Bu. Nggak usah khawatir….”, itulah secuil percakapan saya dengan orang tua saat kami melepas rindu via telepon. Biarlah mereka terus tersenyum, karena senyum ceria mereka adalah obat penawar kesedihan yang sungguh berharga.

5. Terus bergerak dan semangat

Bahagia bersama Pasangan Hidup

Bahagia bersama Pasangan Hidup via https://pixabay.com

Dengan kemampuan akademis yang biasa-biasa saja atau tak ada keahlian diri yang mumpuni, saya berusaha berjalan mengikuti jalur yang telah Tuhan persiapkan untuk saya. Banyak cita-cita yang belum terwujud sebagai seorang anak sulung perempuan, yang dulunya merupakan hal yang mereka nantikan.

Syukurlah, orang tua saya kini tak terlalu memaksakan saya untuk menjadi “apa”, namun selalu support apapun kesibukan yang membuat saya “bahagia”. Sempat beberapa kali mengalami kondisi down, namun saat itu juga selalu berusaha ‘membangunkan’ diri sendiri untuk ingat kembali tujuan hidup saya di awal, yaitu berbagi kebahagiaan dengan orang-orang tersayang.

***

Banyak warna kehidupan yang saya rasakan sebagai anak sulung perempuan. Segalanya saya nahkodai dengan hati, maklum ya, perempuan seringnya seperti ini. Setidaknya ini bisa menjadi pemicu saya untuk menekan rasa malas, manja hingga menjadi orang tua bijak bagi anak-anak saya kelak.

Terima kasih untuk Tuhan yang memberi kesempatan untuk bernafas ke dunia ini. Andai pun mimpi untuk memiliki kakak laki-laki tak kesampaian, setidaknya saya menemukan karakter “kakak ” ini dari jodoh saya yang kini menjadi suami. Serba indah, memang 🙂

Yuk, ikut campaign #SemuaBisaJadiPenulis di Hipwee karena #CeritamuSelaluLayakDibagi, pun menarik. Ditunggu yaaaa 😀

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Simple, Faithful and Candid

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE