Catat! Mungkin Inilah 5 Alasan Mengapa Seorang Anak Tidak Pernah Betah Berada di Rumah

Catatan penting untuk para orangtua

Sepertinya semua orang sepakat bahwasanya rumah menjadi satu-satu tujuan seseorang untuk pulang. Selelah dan sepenat apapun, ia akan kembali ke rumah yang penuh kehangatan dan orang-orang terkasih. Namun, bagaimana jika yang terjadi malah sebaliknya? Rumah menjadi satu-satunya tujuan akhir yang paling dihindari. Seolah rumah adalah momok menakutkan untuk didekati. Ada sebagian orang yang berpikir demikian. Bagi mereka, rumah bukan pilihan terakhir juga bukan pilihan-pilihan lain.

Tentu saja, mereka berpikir demikian disertai alasan-alasan kuat dan bersifat pribadi. Boleh jadi karena adanya trauma atau bahkan tidak ada space privasi di sana yang menjaga keamanan dan kenyamanan ketika mereka berada di dalamnya.

Teruntuk para calon orangtua dan orangtua, barangkali inilah alasan-alasan mengapa selama ini anak kalian jarang berlama-lama di rumah. Perlu sekali untuk dicatat dan dievaluasi.

Keep scrolling, ya!

Advertisement

1. Tidak ada kehidupan

Photo by Amy Tran on Unsplash

Photo by Amy Tran on Unsplash via https://unsplash.com

Barangkali karena orangtua yang terlalu lelah karena seharian beraktivitas di luar rumah sampai lupa bagaimana memberikan kehangatan. Barangkali karena orangtua yang terlalu sibuk mencari nafkah seharian sampai lupa bagaimana caranya saling menyapa. Sehingga tercipta suasana seperti tidak ada kehidupan di rumah.

Lantas, sang anak dipaksa untuk memahami padahal yang dibutuhkan anak adalah kasih sayang dan perhatian dari orangtua mereka. Alih-alih sang anak mencoba mengerti bahwasanya apa yang dilakukan orangtua (mencari nafkah) semata-mata untuk masa depan, sang anak justru mencari ‘kehidupan’ di luar yang lebih ramai dan lebih hidup daripada di rumah sebagai pelampiasan dari rasa sendirian.

Advertisement

2. Atmosfer rumah terlalu dingin

Photo by MART PRODUCTION from Pexels

Photo by MART PRODUCTION from Pexels via https://www.pexels.com

Dingin yang dimaksud bukan karena setiap sudut rumah dipasangi pendingin, tetapi karena pembawaan orangtua yang dingin kurang mencurahkan perhatian.

Padahal setiap anak yang sedang mengalami proses pertumbuhan sangat membutuhkan perhatian dan kepedulian dari orangtua mereka, meskipun hanya dalam bentuk pertanyaan, “Bagaimana tadi di sekolah? Belajar apa? Kamu bertanya apa ke Bapak/Ibu guru?” Hal itulah yang terkadang membuat sang anak memiliki tempat di rumah.

Jika pada dasarnya kedua orangtua cuek, tidak menutup kemungkinan bila anaknya pun ikut tertutup dan mengalihkannya ke tempat lain yang barangkali lebih asyik.

Advertisement

3. Tidak ada ruang pribadi bagi mereka

Photo by Eren Li from Pexels

Photo by Eren Li from Pexels via https://www.pexels.com

Setiap anak membutuhkan privasi, berapapun usia mereka. Mengurung diri di kamar adalah satu cara bagi mereka untuk mewujudkannya. Bukan berarti mereka tidak ingin bersosialisasi, tapi mereka butuh waktu untuk sendiri.

Namun, ada saja para orangtua yang penasaran bahkan terkadang bertindak berlebihan, seperti mengecek anak setiap saat misalnya. Tentu saja, bagi para orangtua ada rasa khawatir dan cemas melihat anak mereka hanya mengunci diri di kamar. Tapi percayalah, anak juga butuh keleluasaan dan merasa bahwa kamar adalah tempat paling aman. Sesekali bertanya tentang apa yang anak mereka lakukan atau sesekali mengecek tidak akan menjadi masalah, cukup perhatikan saja intensitas dan frekuensi bertanya dan memeriksa tersebut.

Tapi apabila orangtua terlalu mengacau di ruang pribadi sang anak, jangan kecewa jika suatu saat sang anak merasa sudah tidak betah dan mulai mencari-cari tempat lain demi menyelamatkan privacy mereka selain kamar dan rumah.

4. Terlalu banyak tuntutan dan selalu dibanding-bandingkan

Photo by Liza Summer from Pexels

Photo by Liza Summer from Pexels via https://www.pexels.com

Siapa yang senang dijadikan objek perbandingan? Dibanding-bandingkan dengan orang lain? Rasa-rasanya tidak ada. Siapa pula yang senang dituntut untuk menjadi ini dan itu? Dituntut untuk menghasilkan ini dan itu di usia yang katanya sudah harus mandiri, sudah harus sukses.

Bukan hanya orangtua yang merasa lelah ketika harus mencapai sesuatu, anak pun akan merasakan hal yang sama ketika dituntut untuk menggapai sesuatu di luar kemampuan mereka. Anak pun akan merasa jengah dijadikan objek perbandingan. 

Para orangtua adalah individu-individu yang seharusnya paling tahu apa yang tidak disukai anak-anak mereka, terutama dalam hal dibanding-bandingkan. Tidak ada anak yang merasa nyaman diperlakukan demikian. Setiap anak memiliki warna mereka sendiri, keunikan dan kelebihan tersendiri. Tidak ada di dunia ini yang identik, yang dapat menyamai orang satu dengan orang lain. Termasuk kesuksesan dan pencapaian lainnya.

Jika seorang anak merasa hanya dijadikan objek perbandingan, terlalu banyak tuntutan, jangan salahkan apabila mereka merasa lebih nyaman berada di luar untuk mencari sosok yang lebih mampu menerima warna mereka apa adanya.

5. Dijadikan objek melampiaskan kemarahan

Photo by Anete Lusina from Pexels

Photo by Anete Lusina from Pexels via https://www.pexels.com

Menjadi objek pelampiasan kemarahan boleh jadi adalah mimpi buruk bagi siapapun. Tidak ada anak yang ingin selalu dimarahi. Cita-cita mereka pastilah hidup di tengah-tengah keluarga bahagia, harmonis dan penuh cinta.

Jika yang dihadapkan pada mereka setiap harinya adalah emosi dan amarah, tidak heran bila mereka menganggap rumah sebagai tempat yang harus dihindari. Alhasil, mereka mencari sendiri tempat yang dirasa dapat membuat mereka memperoleh kesenangan sebagai ganti.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

selalu ingin belajar menulis

CLOSE