Normalisasi Kebiasaan Toxic. Kebiasaan yang Tidak Dapat Dibenarkan Tapi Justru Sering Dianggap Normal dan Mendapatkan Tempat di Masyarakat

5 bentuk kebiasaan toxic yang dianggap normal dan dipersilahkan berbaur di tengah masyarakat

Kebiasaan toxic atau kebiasaan beracun saat ini bukan hal baru di tengah masyarakat. Kebiasaan ini seringkali dilakukan banyak orang, tapi, bukan berarti kebiasaan ini diperbolehkan dan dipersilahkan mendapatkan tempat. Sebaliknya, masyarakat harus segera diedukasi agar melek bahwa kebiasaan toxic tidak baik dan sangat merugikan secara mental. Pun, orang-orang yang menganggap kebiasaan ini sebagai hal yang wajar secara tidak langsung ia tergolong toxic people meski tidak melakukan kebiasaan tersebut.

Mungkin di antara kita pernah menjadi korban dari toxic people atau boleh jadi kita adalah bagian dari toxic people. Sayangnya, kita sering tidak menyadari bahkan bebal untuk memahami bahwa sejatinya menjadi toxic people yang menebar kebiasaan-kebiasaan toxic amatlah merugikan, baik bagi pribadi sendiri maupun orang lain.

Nah, kira-kira kebiasaan toxic apa saja yang kerapkali muncul di tengah masyarakat? Berikut ulasannya.

Advertisement

1. Menganggap sepele masalah yang sedang dihadapi orang lain

Foto oleh Fox dari Pexels

Foto oleh Fox dari Pexels via https://www.pexels.com

Ah, gitu saja kok sedih. Masalah kamu itu kecil. Nggak usah lebay, deh.

Pernah dengar kalimat di atas? Atau pernah mengatakannya pada orang lain. Sayangnya, kalimat tersebut termasuk kalimat toxic. Gimana dong?

Advertisement

Mungkin bagi kita, masalah yang dimiliki orang lain adalah masalah sepele. Tapi, tidak demikian dengan orang yang memiliki masalah. Boleh saja, masalahnya saat itu sangat berat, sangat rumit, sehingga ia mengadukan masalahnya padamu. Alih-alih mendapatkan solusi yang melegakan, ia justru mendapatkan jawaban ‘menyepelekan’ darimu. Tahu bagaimana rasanya? Tentu saja tidak mengenakkan.

Oleh sebab itu, yuk, mulai dari sekarang belajar menjadi lebih bijak. Jangan lihat permasalahan seseorang dari perspektif kamu, cobalah lihat dari sudut pandang dirinya sebagai korban atau sebagai seseorang yang mengalami masalah dan posisikan dirimu seolah-olah kamu adalah dia. Atau, jika kamu kesulitan dalam memberikan solusi paling tidak jadilah pendengar yang baik. Itu sudah lebih dari cukup bagi seseorang yang sedang mempunyai masalah kehidupan.

2. Membanding-bandingkan permasalahan orang lain dengan permasalahan yang pernah ia alami

Advertisement
Foto oleh Yan Krukov dari Pexels

Foto oleh Yan Krukov dari Pexels via https://www.pexels.com

Kebiasaan yang sangat banyak terjadi di masyarakat kita adalah selalu membanding-bandingkan permasalahan orang lain dengan permasalahan yang pernah ia alami. Padahal, memiliki permasalahan bukan sebuah kompetisi di mana yang lebih menyakitkan itulah yang menang. Lucu sekali jika demikian.

Berhenti membandingkan permasalahan. Boleh jadi, dulu, ketika kamu mempunyai masalah tidak jauh berbeda dari dia yang sekarang mengeluhkan masalahnya. Hanya karena masalah itu sudah berlalu dan kamu sudah mampu berdiri tegar, bukan berarti kamu hebat dan seenaknya membanding-bandingkan permasalahan.

Setiap orang mempunyai kadar ketegaran berbeda-beda dalam menghadapi masalah. Tidak semua orang sekuat dirimu. Jadi, jangan terlalu cepat memberi penilaian.

3. Merundung fisik seseorang yang tidak sesuai kriterianya

Foto oleh Monstera dari Pexels

Foto oleh Monstera dari Pexels via https://www.pexels.com

Apakah kamu sudah baik ketika merundung fisik seseorang? Apakah kamu sudah sempurna? Apakah kamu sudah segala-galanya? Sehingga berhak merundung fisik orang lain yang tidak sesuai kriteria di matamu? Coba tanyakan pada hatimu. Posisikan, bagaimana jika kamu yang berada di posisi orang yang sedang kamu rundung.

Sejatinya, tidak ada orang yang menginginkan fisiknya dijadikan bahan rundungan. Tidak ada satupun orang yang menginginkan fisiknya dijadikan topik pembicaraan, bahan perbandingan, dan sebagainya. Tiap-tiap orang ingin dirinya sempurna di mata orang lain, meski ia sadar bahwa itu tidak mungkin.

Sekali saja kamu menyindir fisik orang lain, tahukah ada berapa luka yang kamu gali di sana? Mungkin ada lubang menganga di hati orang tersebut, hilangnya percaya diri, dan merasa insecure berkepanjangan.

Jika kamu di posisi itu, apakah sanggup? Daripada merundung, mengatai-ngatai fisik seseorang, bukankah lebih baik mengajaknya berangkat olahraga bersama, mengenalkannya pada pola hidup sehat, atau membiayai ia perawatan di salon. Lebih baik bukan?

4. Menanyakan hal sensitif yang belum tentu berterima bagi orang lain

Foto oleh George Milton dari Pexels

Foto oleh George Milton dari Pexels via https://www.pexels.com

Pertanyaan paling asyik yang kerapkali ditanyakan masyarakat, tetangga, kerabat bahkan teman sendiri adalah kapan nikah?

Tahukah kalian bahwasanya bagi sebagian orang yang berada di usia matang dan siap menikah, pertanyaan seperti itu adalah pertanyaan yang sangat sensitif. Bukannya tidak mau menikah, bukannya lupa akan kodratnya sebagai manusia, tapi apa daya ada hal-hal yang harus diprioritaskan lebih dulu sebelum menikah. Dan, menikah tidak semudah itu lho. Menikah tidak boleh asal-asalan, toh banyak orang yang menginginkan pernikahan sekali seumur hidup bukan sekali seumur jagung.

Jadi, stop bertanya kapan menikah ya.

5. Melontarkan verbal dan atau sexual harassment yang dibalut candaan

Foto oleh Yan Krukov dari Pexels

Foto oleh Yan Krukov dari Pexels via https://www.pexels.com

Becanda ada batasnya. Becanda juga harus lihat-lihat juga siapa orang yang diajak becanda. Jangan asal langsung melemparkan candaan yang boleh saja tidak berterima bagi orang lain.

Hari ini, sadar atau tidak disadari, banyak sekali verbal atau sexual harassment dibalut dalam sebuah candaan yang jatuhnya seperti menghakimi atau menilai seseorang tersebut rendahan. Kebiasaan toxic ini seringkali ditemui di antara komunitas, pertemanan atau persahabatan.

Meski kalian mempunyai toleransi cukup besar di antara pertemanan, persahabatan, relasi dan semacamnya, rasa-rasanya kebiasaan toxic satu ini tidak bisa dibiarkan. Sebab, sedikit banyak telah melecehkan bukan lagi candaan. Satu-satunya cara apabila kalian mengalami verbal sexual harassment adalah segera jauhi pelaku karena pelaku tergolong toxic people yang jika terlambat kamu jauhi, ia akan mempengaruhi kehidupanmu.

Itulah lima rangkuman macam-macam kebiasaan toxic yang dianggap normal masyarakat. Apakah kamu pernah mendapatkan perlakuan demikian? Atau, jangan-jangan kamu pernah mengatakannya pada temanmu? Yuk, jauh lebih bijak mulai dari sekarang. Sebab, sesungguhnya kebiasaan-kebiasaan toxic tidak pernah mendapatkan pembenaran sebab dapat menghancurkan mental seseorang.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

selalu ingin belajar menulis

CLOSE