Patah Hati Cuma Sebentar, Kalau Pakai Trik Psikologi Mindfulness

Bayangkan kamu sedang dihadapkan oleh patah hati, berjam-jam mencari kata-kata patah hati yang cocok untuk diposting ke media sosial karena kamu tidak bisa mengungkapkan apa yang sedang kamu rasakan, mendengarkan daftar putar yang berisi top lagu patah hati di aplikasi streaming musik atau memilih untuk mengisolasi diri dan memperbanyak tidur di kamarmu karena kenyataan bahwa kamu sudah tidak bersama dia terlalu pahit untuk dihadapi.

Tapi, bukankah memang pada dasarnya setiap pertemuan pasti ada perpisahan? Entah karena dia sudah mencintai yang lain, atau mungkin memang sudah waktunya untuk berpisah karena manusia bukanlah makhluk abadi. Lalu, mengapa kita masih bersedih akan hal itu?

ADVERTISEMENTS

1. Otak Kita Ketika Sedang Patah Hati

Foto oleh Mart Production dari Pexels

Foto oleh Mart Production dari Pexels via https://www.pexels.com

Kesedihan itu manusiawi. Manusia tidak sepenuhnya rasional dan bebas bias. Kamu memiliki emosi dan terdapat bagian otak yang mengatur soal emosi tersebut. Seorang terapis asal Amerika Serikat, Dr. Mike Dow, yang juga merupakan penulis buku terlaris Heal Your Drained Brain menjelaskan tentang apa yang terjadi pada otak ketika kita sedang patah hati. Saat jatuh cinta, otak kita melepaskan beberapa hormon yang mampu membuat kita merasa baik, diantaranya adalah:

  • Oxytocin (hormon cinta)

    Hormon cinta ini membantu kita merasa terikat dengan orang lain

  • Dopamine

    Neurotransmitter yang diasosiasikan kepada kesenangan dan hadiah

  • Serotonin

    Membantu kita untuk meregulasi mood yang berkaitan dengan kebahagiaan

Ketika kita patah hati, maka otak kita kehilangan pemasukan dari ketiga neurotransmitter tersebut yang pada akhirnya akan menimbulkan perasaan terisolasi, cemas, dan bahkan depresi. Jadi apa yang kamu rasakan ketika patah hati memang benar adanya. Selanjutnya, kamu diperlukan sadar utuh & hadir penuh untuk membaca tulisan ini.

ADVERTISEMENTS

2. Jalan Keluar dari Patah Hati

Foto oleh Dominika Roseclay dari Pexels

Foto oleh Dominika Roseclay dari Pexels via https://www.pexels.com

Setelah patah hati, mungkin ada banyak narasi yang bermain di kepala kita, seperti Bisakah kita kembali seperti dahulu atau Seandainya aku tahu melepaskan seberat ini, lebih baik aku pertahankan saja. Namun, narasi-narasi itulah yang akan membuatmu menderita karena pada kenyataannya, yang terjadi bukanlah seperti itu.

Manusia pada dasarnya senang sekali menggenggam objek, tetapi manusia sering lupa bahwa diri dan kehidupan itu dinamis. Membayangkan bagaimana sesuatu seharusnya terjadi, akan membuat kita sakit seperti halnya menggenggam mawar berduri.

 

Untuk bersamanya, pada saat itu adalah keputusan terbaik yang bisa kamu buat. 

 

Sadari, bahwa patah hati adalah konsekuensi yang harus kamu terima. Berikutnya, apa yang kamu lakukan pada saat ini akan menimbulkan konsekuensi di masa mendatang, sehingga kamu memiliki dua opsi:

  • menerima konsekuensi dari keputusanmu sebelumnya dan menjadi lebih bijak
  • bersedih berlarut-larut dan membiarkan dirimu diberi makan oleh narasi-narasi yang ujungnya akan menyakitimu.

Jadi, mana yang akan kamu pilih?

Jika kamu memilih untuk memahami bahwa patah hati merupakan konsekuensi dari pilihan yang telah kamu buat dan memutuskan untuk lebih bijak dalam membuat keputusan di masa kini dan masa mendatang, selamat, itu berarti kamu sudah menerapkan secuil tentang mindfulness. Mengapa hanya secuil? Mindfulness tidak semudah itu untuk diterapkan, terlebih pada berbagai aspek kehidupan. Butuh waktu untuk melatihnya bahkan memahaminya.

ADVERTISEMENTS

3. Mindfulness: Trik Psikologi Agar Tidak Terlarut Patah Hati

Foto oleh Tara Winstead dari Pexels

Foto oleh Tara Winstead dari Pexels via https://www.pexels.com

Kamu berada di suatu sungai lalu kamu merasakan kesejukan, ketenangan serta mendengarkan suara air yang mengalir. Tanpa melamun, tanpa bermain telepon genggam, hanya merasakan apa yang ada pada saat itu di sekelilingmu. Itulah salah satu bentuk mindfulness. Memusatkan segala perhatian kepada masa kini tanpa adanya sesuatu yang membuat pikiranmu berdistraksi.

ADVERTISEMENTS

4. Apa Itu Mindfulness? Singkatnya: Sadar Utuh, Hadir Penuh

Foto oleh Tara Winstead dari Pexels

Foto oleh Tara Winstead dari Pexels via https://www.pexels.com

Mindfulness adalah bentuk kesadaran penuh dan fokus atensi pada masa kini. Dari perspektif psikologi barat, mindfulness biasanya didefinisikan sebagai kesadaran untuk memfokuskan atensi seseorang pada pengalaman yang sedang berlangsung dengan sikap menerima dan tanpa membuat penghakiman.

Pengalaman yang terjadi di masa kini dapat bersifat internal maupun eksternal dan juga mencakup aktivitas berkelanjutan seseorang. Pikiran dan tubuh (sensasi, kognisi, emosi, & dorongan) merupakan bagian yang bersifat internal, sedangkan lingkungan eksternal yaitu pemandangan, suara, dan aroma.

Tetapi sebenarnya manusia tidak mungkin tidak membuat penghakiman, bukan? Kita sering kali melabeli sesuatu. Jika mindfulness dilatih, maka kita bisa keluar dari penghakiman tersebut secara perlahan dan menerima semuanya dengan netral.

Mindfulness bertolak belakang dengan istilah autopilot. Autopilot merupakan proses tanpa memerlukan perhatian yang terfokuskan, perilaku terjadi secara mekanis dan tanpa pikiran. Kehidupan memang banyak lika-likunya. Namun, tidak mungkin kita akan pasrah.

Layaknya gelombang ombak di tengah lautan. Kita harus memikirkan dan memusatkan perhatian penuh untuk mengikuti arus gelombang ombak tersebut agar tidak terjatuh. Di penghujung hari, seluruh kejadian yang menimpa kita merupakan rantai pembelajaran seumur hidup.

ADVERTISEMENTS

5. Selain Mengatasi Patah Hati, Ada Banyak Manfaat dari Mindfulness

Foto oleh Tara Winstead dari Pexels

Foto oleh Tara Winstead dari Pexels via https://www.pexels.com

Selain untuk menghindari keterlarutan dalam patah hati, mindfulness juga memiliki dampak positif yang memudahkan kita untuk menjalani kehidupan sehari hari, diantaranya:

  • Meningkatkan Fungsi Eksekutif

    Mindfulness sebagai bentuk dari hasil latihan mampu meningkatkan fungsi eksekutif. Fungsi eksekutif merupakan kemampuan untuk mengontrol dan mengarahkan proses kognitif pada tingkat yang lebih tinggi serta perilaku. Misalnya, perencanaan, pengambilan keputusan, regulasi diri dan juga perilaku untuk mencapai tujuan.

    Kamu tidak perlu lagi kebingungan harus memilih tempat makan mana yang akan kamu tuju, kamu hanya perlu menyadari apa saja yang ada di sekelilingmu dan apa yang sebenarnya kamu mau. Namun ingat, kita tidak akan pernah membuat keputusan yang sempurna. Kita hanya bisa membuat keputusan yang paling optimal pada saat itu.

  • Mengelola Stress

    Dalam keseharian kita mungkin menemukan kejadian-kejadian yang dapat membuat kita stress, seperti patah hati, kehilangan orang yang kita sayang, atau tekanan berlebih dalam pekerjaan. Mindfulness tentunya tidak akan bisa menghilangkan emosi-emosi buruk yang kamu rasakan, tetapi terapi mindfulness akan mendorong kamu untuk menyadari emosi yang membuatmu tertekan dan membuka jendela pikiranmu agar bisa menerima emosi-emosi tersebut hingga mampu menghadapi permasalahan dengan lebih bijak.

  • Mengurangi Kekhawatiran & Simtom Depresi

    Jika kamu sering merasa khawatir atau memiliki gejala depresi maka mindfulness adalah jalan keluar untuk mengurangi kedua hal tersebut. Ruminasi dan kekhawatiran dapat dikurangi dengan menekankan kesadaran secara utuh dan penuh pada masa kini. Menurut penelitian,  mindfulness sebagai mekanisme mampu mengurangi gejala depresi dan dapat diasosiasikan dengan pengurangan frekuensi durasi kekhawatiran. 

Kini kamu tidak perlu lagi mencari quote patah hati, terapkan mindfulness melalui kesadaran bahwa apa yang terjadi di masa kini merupakan konsekuensi yang memang kamu hadapi. Berlatihlah untuk menjadi mindful setiap hari dan lihatlah perubahan baik yang akan kamu dapatkan! Untuk yang lebih baik kedepannya, semoga harimu cerah.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang mahasiswa psikologi yang kini sedang rawat jalan dan berprofesi sebagai social media specialist.

Editor

Penikmat buku dan perjalanan