Sindrom Kalah Balapan, Hancurkan Mimpi Anak Muda di Masa Quarter Life Crisis

Perkembangan teknologi memang begitu mempermudah pekerjaan manusia. Namun ada harga yang harus dibayar dari kemudahan ini, yakni mental. Sikap sering membandingkan diri sendiri dengan orang lain, sangat sering dijumpai. Media sosial yang dianggap sumber hiburan penyegar pikiran justru beralih menjadi bumerang.

Kisah-kisah keberhasilan anak muda tak lagi menjadi api pemicu semangat. Yang ada hanyalah rasa tak berdaya dan menganggap terlambat menapaki tangga kesuksesan. Merasa hina, tak sanggup melanjutkan cita-cita, dan ingin mengakhiri semuanya. Sindrom kalah balapan telah menyerang anak muda zaman sekarang. Apakah kamu adalah salah satunya?

Advertisement

1. Selalu Menganggap Privilege Adalah Dalang Kegagalan

Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels

Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels via https://www.pexels.com

Setiap orang memang menginginkan privilege terutama harta, tahta, dan wajah (good looking). Namun kata privilege yang sering dilontarkan itu sungguh sangat memuakkan. Tak mau lagi mencoba meraih asa dengan alasan tak punya privilege. Lebih baik berpangku tangan dan menerima kenyataan.

Sadarlah bahwa di dunia ini pasti ada si kaya dan si miskin, tak ada ceritanya semua menjadi kaya. Tapi percayalah bahwa setiap orang pasti dibekali hak istimewa (privilege) yang berbeda-beda. Entah itu kecerdasan, fisik yang kuat, bahkan asal suku. Memang semua manusia membutuhkan uang, tetapi jangan sampai engkau dibutakan.

Advertisement

2. Insecure yang Berujung Pada Menghina Kesuksesan Orang Lain

Foto oleh Ike louie Natividad dari Pexels

Foto oleh Ike louie Natividad dari Pexels via https://www.pexels.com

Ketika seseorang mengunggah (upload) pencapaian di media sosial, akan selalu ada komentar pujian yang berjalan beriringan dengan komentar pedas. Ada yang berujar bahwa prestasi tak perlu di umbar, ada yang mengatakan bahwa keberhasilannya berasal dari modal orang tua, dan ada pula yang menghina kondisi fisiknya.

Padahal sesungguhnya, di balik kalimat kritikan tak berujung tersebut, ada rasa iri yang menggebu. Merasa tak bisa berada di posisi tertinggi, maka yang bisa dilakukan adalah menjatuhkan mental orang lain. Alhasil, begitu mudahnya anak muda era saat ini yang aktif menjadi pem-bully meskipun tak disadari.

3. Begitu Mudah Melabeli Diri Mengidap Penyakit Mental

Foto oleh Kat Smith dari Pexels

Foto oleh Kat Smith dari Pexels via https://www.pexels.com

Stress dengan kondisi saat ini, tak bisa mengatur emosi, dan hilang kesabaran dengan hal-hal kecil yang terjadi. Hingga pada akhirnya menganggap diri telah mengidap penyakit depresi atau anxiety. Padahal psikolog dan psikiater perlu menyelesaikan sekolah bertahun-tahun agar mampu mendiagnosis sebuah penyakit. Namun kamu dengan gampangnya tanpa pikir panjang menyebut mental health saat sedih datang sekali.

Advertisement

4. Enggan Maju, Pikiran Selalu Membayangkan Masa Lalu

Foto oleh MART PRODUCTION dari Pexels

Foto oleh MART PRODUCTION dari Pexels via https://www.pexels.com

Masa-masa indah zaman sekolah, atau ketika engkau menyandang gelar sebagai anggota BEM akan terus dikenang. Merasa masa sekolah begitu indah, berbanding terbalik ketika waktu dewasa telah tiba. Tak mau melupakan masa lalu dan selalu ingin mengulangnya kembali. Nyatanya, teman-temanmu telah bergerak meraih masa depan, engkau justru nikmat terjatuh dalam kubangan berlumpur.

5. Mengelak dengan Kenyataan dan Berharap Suatu Hari Keajaiban Akan Datang

Foto oleh Monstera dari Pexels

Foto oleh Monstera dari Pexels via https://www.pexels.com

Menunda-nunda sudah menjadi kebiasanmu setiap hari. Dengan dalih gagal, engkau tak mau mencoba lagi. Menganggap diri tak mampu, hingga tak mau belajar hal baru. Tak mau lagi berharap, hanya menunggu malaikat pengabul doa datang menyergap. Padahal itu semua hanya ada di dalam cerita fiksi. Engkau lebih memilih menjadi seonggok pasir yang tertiup angin. Daripada menjadi bangunan tinggi megah yang membelah angkasa.

Sudahkah kamu merasa tertampar? Atau justru kamu akan kembali rebahan? Kira-kira kamu begini, diam di tempat sampai kapan?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Sebutir pasir pantai asal Probolinggo, Jawa Timur

CLOSE