Dari Gelar Sarjana Menjadi Budak Seks di Amerika

Shandra Waworuntu

Shandra Woworuntu via www.facebook.com

Seandainya Anda berpapasan dengan Shandra Woworuntu, Anda takkan menyangka bahwa perempuan berdarah Minahasa-Jawa ini sempat menjadi korban sindikat perdagangan ilegal dan pekerja seks. Shandra adalah seorang sarjana ekonomi, yang sukses bekerja di Korean Exchange Bank Indonesia sebagai analis keuangan sebelum Krisis Moneter tahun 1998 membuatnya di-PHK.

Advertisement

Setelah diberhentikan dari bank, Shandra pun melonjak bahagia ketika diterima di sebuah hotel di Chicago, Amerika, untuk menjadi pegawai selama enam bulan. Shandra memang sempat melayangkan lamaran kesana setelah melihat iklannya di berbagai media massa Indonesia, seperti Kompas dan Pos Kota.

Shandra diminta membayar Rp. 30 juta ke sebuah agen di daerah Tebet, Jakarta Selatan, untuk urusan administrasi. “Saya senang sekali karena Rp. 30 juta tidak terlalu mahal kalau sudah termasuk tiket,” tuturnya kepada Koran Pos Kota.

Ditodong dengan pistol

Namun begitu Shandra tiba di New York, ‘agen’ yang menjemputnya beralasan bahwa sudah terlalu malam untuk langsung pergi ke Chicago. Mereka pun menginap di New York.

Advertisement

Pada akhirnya, Shandra dibawa ke rumah bordil, dan dipindahtangankan dari germo ke germo. Ia pernah dipaksa bekerja di daerah Manhattan, Queens, Chinatown, Brooklyn, hingga Foxwoods, sebuah kasino terkenal di New York City. “Mereka mengambil paspor saya, menodongkan pistol ke kepala saya. Saya hanya berpikir bagaimana caranya untuk menyelamatkan nyawa.”

Shandra, yang saat itu berumur 25 tahun, mempunyai seorang putri yang dititipkannya di Indonesia.

Advertisement

Dari semua gadis yang disekap oleh sindikat itu, Shandra-lah yang paling senior. “Yang paling muda masih berumur 10 – 12 tahun. Saya nggak pernah tahu asalnya dari negara apa, karena bahasanya benar-benar asing,” tuturnya menyesal.

Lompat dari lantai dua

Tak tahan dengan penyekapan itu, Shandra dan seorang korban trafficking lain yang diajaknya pun kabur dengan lompat dari jendela kamar mandi di sebuah hotel tempat mereka disekap. Mereka selamat meskipun jendela itu berada di lantai dua.

Shandra segera menghubungi nomor yang diberikan oleh seorang perempuan Indonesia yang dikenalnya. Tak dinyana, nomor itu ternyata adalah milik seorang germo dari sindikat yang berbeda. Germo ini pun ironisnya berkewarganegaraan Indonesia.

Shandra terpaksa mencari cara untuk kabur kedua kalinya. “Saya ke polisi tapi mereka tak mau bantu. Saya ke KJRI tapi mereka juga tidak bantu. Saya sampaikan paspor saya ditahan oleh orang jahat dan sebagainya, tapi mereka tidak percaya. … Saya dianggap sebagi pelacur yang datang kesini memang untuk mencari uang dengan melacurkan diri. Jadi susah meyakinkan siapa saja.”

“…Saya betul-betul tak punya tempat tinggal atau uang untuk hidup. Akhirnya saya terpaksa tinggal di subway (kereta bawah tanah yang sering menjadi ‘rumah’ gelandangan karena hangat, terang, dan terbuka untuk umum sampai malam) dan di taman-taman kota … hingga FBI akhirnya turun tangan.”

Berkat kerjasama Shandra, FBI berhasil menangkap tiga kepala sindikat human trafficking di New York — salah satunya seorang WNI.

Yang Terpenting Saat Ini

“Saya merasa yang paling penting saat ini bukanlah membahas apa yang sudah terjadi pada saya, melainkan menatap masa depan dan membuat kebaikan melalui pendidikan, pencegahan, dan penanggulangan masalah korban perdagangan manusia,” kata Shandra dalam wawancaranya dengan VOA.

Shandra kini tinggal di New York bersama kedua putrinya, bertahan hidup dari usaha katering kecil-kecilan yang dimilikinya. Ia bergabung dengan organisasi anti-kekerasan Safe Horizon , dan aktif melobi DPR Amerika Serikat untuk mengetatkan undang-undang anti-perdagangan manusia di negeri Paman Sam itu.

Shandra juga tak lupa meluncurkan laman Facebook Stop Human Trafficking di Indonesia sebagai bagian dari kampanyenya di negeri asalnya. Anda bisa melihat perjuangan sehari-hari Shandra melalui laman Facebook  Shandra Woworuntu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Ophelia of the postmodern age.

CLOSE