5 Hal Ini Sering Dikira Egois, Padahal Nggak Sama Sekali. Stop Merasa Kamu Paling Jahat Sendiri

Bukan Sikap Egois

Egois, mungkin menjadi predikat yang antagonis. Disematkan kepada orang-orang yang selalu mementingkan diri sendiri dan nggak mau peduli pada orang lain. Pokoknya aku bahagia, bodo amat yang lain menangis. Yang penting aku enak, bodo amat yang lain menderita.

Advertisement

Egois memang sifat negatif yang sepantasnya nggak dimiliki. Tapi, terkadang ada hal-hal yang sebenarnya nggak egois, namun ketika melakukannya, kamu merasa sangat egois. Merasa jadi orang paling jahat sedunia, ngalah-ngalahin tokoh antagonis sinetron di TV. Ada perbedaan kok antara selfish dan self love. Nah, beberapa hal di bawah ini seringkali dianggap egois. Padahal nggak sama sekali.

1. Menolak permintaan tolong seseorang, bila kamu benar-benar tak bisa melakukannya. Kamu kan bukan Tuhan yang bisa segalanya

menolak membantu via www.healthandsafetyhelp.ca

Ketika ada seseorang yang datang padamu untuk minta bantuan, pasti kamu ingin membantunya sekuat tenaga. Karena bagaimanapun ada kebahagiaan tersendiri ketika bisa membantu orang lain. Karenanya, ketika kamu menolak permintaan tolong seseorang, ada rasa sesal dan jahat dalam diri yang membuatmu tersiksa.

Duh, jahat banget kalau aku nggak nolongin.

Advertisement

Padahal kalau kamu memang nggak bisa bantu, lantas mau apa? Nggak perlu menyakiti diri sendiri untuk orang lain. Dirimu kan juga patut disayangi. Nggak ada yang salah kok dari ketidakbisaan membantu orang lain. Toh, kamu bukan Tuhan yang bisa melakukan segalanya.

2. Enggan menjelaskan keputusan yang kamu lakukan. Apalagi bila keputusan itu nggak ada hubungannya dengan orang lain

nggak perlu menjelaskan keputusan via www.pexels.com

Terkadang kita merasa perlu menjelaskan sikap kita kepada orang lain. Termasuk tentang hal-hal yang sebenarnya urusan dan hakmu sendiri untuk bersikap seperti itu. Misalnya, kenapa kamu mewarnai rambutmu dengan warna pink? Kenapa kamu memilih resign sebelum mendapat pekerjaan baru? Kenapa kamu memilih sendiri terus padahal sudah menjelang tiga puluh?

Hal-hal seperti itu sebenarnya nggak perlu dijelaskan, bukan? Beda ceritanya kalau keputusanmu itu menyangkut hidup khalayak orang banyak, tentu perlu pertanggungjawaban. Jadi, ketika kamu mau bodo amat dan malas menjelaskan tentang keputusan dan sikap yang kamu ambil, itu bukan egois. Itu hak kamu kok, dan nggak semua orang harus memahami keputusanmu.

Advertisement

3. Pilih tiduran di rumah, daripada ikut acara yang nggak menarik hanya karena diajakin teman. Tubuhmu juga butuh istirahat ‘kan?

pilih tiduran via pixabay.com

Ajakan jalan teman datang saat kamu sedang kelelahan. Seminggu digempur berbagai deadline pekerjaan, niatnya sih akhir pekan ini pengin rebahan saja di kamar. Tapi ajakan itu membuatmu galau. Kalau kamu menolak hanya karena capek dan ingin istirahat, teman-temanmu menganggapmu egois. Lalu dianggap sombong dan ansos. Duh, gimana ya?

Ini juga bukan sikap egois kok. Karena kamu yang tahu kondisi tubuhmu sendiri. Bahkan ketika kamu nggak kelelahan dan nggak ingin pergi hanya karena acara itu memang nggak menarik bagimu, itu juga bukan sikap egois. Kamu punya preferensi, kamu nggak harus mengiyakan semua ajakan yang datang.

4. Memilah dan memilih teman untuk bergaul dalam keseharian. Sekilas pilih kasih, tapi kamu memang harus menyeleksi teman kok

pilih-pilih teman via www.pexels.com

Ketika kecil dulu, orangtua dan guru selalu mengajarkan bahwa kita nggak boleh pilih-pilih teman. Yang kaya, yang kekurangan, yang pintar, yang kurang pintar, pokoknya nggak boleh pilih-pilih. Kalau dengan kategori semacam itu, memang kita nggak boleh pilih-pilih, toh kita nggak akan tahu apa yang terjadi ke depan.

Namun, di pertemanan orang dewasa, ada jenis-jenis teman yang memang toxic. Teman yang lebih memberikan dampak buruk ketimbang dampak baik. Karenanya, menyeleksi teman memang perlu. Mana yang benar-benar temanmu, mana yang hanya datang di saat butuh. Mana yang benar-benar sahabatmu, dan mana yang hanya sok baik tapi nusuk di belakangmu.

5. Nggak ingin punya anak kalaupun menikah nanti. Tanggung jawab soal ini sepenuhnya kamu berhak menentukan sendiri

punya anak via pixabay.com

Sekilas, poin ini terdengar sangat egois. Kok bisa sih nggak pengin punya anak? Memangnya nggak pengen melanjutkan keturunan? Nggak pengin memberi cucu pada orangtua? Nggak pengin menjadi orangtua? Nggak pengen disebut Papa dan Mama?

Perkara memiliki keturunan adalah sebuah tanggung jawab besar. Tentunya setiap orang ingin memberikan kehidupan yang terbaik untuk anaknya. Tentunya setiap orang ingin menjadi orangtua yang baik bagi anaknya kelak. Namun, bila memang kamu nggak siap dengan itu semua, adalah hakmu untuk menentukannya. Dan apakah kamu siap atau nggak siap, hanya kamu sendiri yang tahu.

Menjadi egois memang menjadi sosok yang antagonis. Namun, menyayangi diri sendiri juga sebuah keharusan. Jangan sampai hanya karena takut dianggap egois, lantas kamu melupakan bahwa dirimu sendiri juga berharga dan berhak bersuara. Karena menyayangi diri sendiri nggak berarti egois kok :’)

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pecinta harapan palsu, yang berharap bisa ketemu kamu.

Editor

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi

CLOSE