Tidak Usah Peduli Apa Kata Orang. Soal Komitmen Hubungan, Kamu Sendiri yang Akan Tentukan

Untuk sebagian orang, komitmen adalah hal yang mudah dilakukan. Yang sulit justru mencari orang yang punya komitmen sama untuk berhubungan serius. Untuk sebagian yang lain, komitmen adalah hal mengerikan yang hanya bisa dihadapi oleh orang-orang terpilih. Khususnya komitmen untuk menjalin hubungan serius yang berorientasi ke masa depan.

Tapi masyarakat kita seringnya memang memukul rata. Ketika usiamu sudah sekian, karirmu sudah sedemikian cemerlang, maka kamu akan ditagih untuk segera ke pelaminan. Di sinilah kegalauanmu mulai menjadi-jadi, saat kamu sendiri merasa belum siap, tapi orang-orang sudah mendesak karena persoalan usia. Jika sudah seperti ini, hal-hal berikut pasti kamu pahami dengan sepenuh hati.

Seiring umurmu bertambah, ekspektasi orang kepadamu juga berubah. Akan ada saatnya kamu dituntut menjadi seperti yang lainnya

tuntutan meningkat seiring usia

tuntutan meningkat seiring usia via weheartit.com

Kalau kamu simak, tuntutan orang kepadamu berubah seiring usia. Dulu waktu kamu masih sekolah, kamu dituntut untuk mendapat nilai bagus agar nanti mudah mencari perguruan tinggi yang bagus. Kemudian saat kuliah, kamu dituntut untuk punya IPK sempurna dan aktif di kegiatan ini dan itu, agar nanti mudah mencari kerja. Saat sudah bekerja dan punya penghasilan yang layak, tuntutan pun kini berubah. Bukan lagi soal prestasi atau penghasilan tinggi, tapi soal komitmen untuk segera membangun rumah tangga dengan calon suami.

“Usiamu sudah dewasa, sudah saatnya kamu berkomitmen dengan seseorang.” Tapi bukankah usia tidak menjamin kedewasaan?

kamu dianggap sudah dewasa untuk mulai berkomitmen

kamu dianggap sudah dewasa untuk mulai berkomitmen via www.tumblr.com

Dengan alasan usiamu yang sudah lebih dari 25, kamu seperti dikejar-kejar tenggat waktu. Alasannya, di usiamu itu sudah sepantasnya kamu mulai memikirkan hubungan masa depan. Apalagi teman-temanmu yang seumuran juga sudah melangkah ke jenjang yang sama. Kamu sudah dianggap dewasa karena usiamu sudah lumayan tua. Padahal, bukankah kedewasaan tidak selalu berbanding lurus dengan usia. Meski usiamu sudah matang, belum tentu kamu siap menghadapi asam manis kehidupan rumah tangga.

Setiap orang memiliki pandangan hidup yang berbeda. Bila tujuanmu memang berbeda, kenapa harus memaksa sama?

Preferensi orang beda-beda

Preferensi orang beda-beda via goldenthreadsdontbreakeasily.tumblr.com

Bukan hal baru bahwa setiap orang memiliki pandangan hidup yang berbeda. Ada yang punya pandangan hidup sederhana seperti sekolah – kuliah – kerja – menikah – punya anak. Ketika sudah bekerja, prioritas pertamanya jadi mencari pasangan yang serius. Tapi ada juga yang mempunyai banyak mimpi dan cita-cita yang ingin dicapai. Untuk kamu yang begini, persoalan cinta dan hubungan yang serius belum menjadi prioritas. Pandangan hidup yang berbeda tentu berefek pada tujuan hidup yang berbeda. Karena setiap orang punya tujuan hidup sendiri, kenapa kamu harus menyamakan dengan yang lainnya?

Komitmen bukan hanya janji kepada pasangan, tapi juga janji kepada dirimu sendiri. Bukan mereka, tapi kamu yang akan menjalani

komitmen adalah janji untuk pasangan dan diri sendiri

komitmen adalah janji untuk pasangan dan diri sendiri via wesharepics.info

Membicarakan komitmen tentu tidak sesederhana saat orang-orang menuntut itu darimu. Coba ingat kembali saat kamu memutuskan untuk ikut kegiatan kampus. Kamu dituntut berkomitmen untuk melakukan tugas-tugasmu dengan baik. Kalau kamu tidak menjalankan komitmenmu dengan baik, kegiatan bisa tidak berjalan lancar. Begitu juga jalannya sebuah hubungan. Komitmen bukan hanya janji yang kamu ungkapkan kepada pasanganmu, tapi juga janji untuk dirimu sendiri. Dan ini bukan hal yang mudah. Tak perlu memusingkan desakan orang, toh, nanti kamu yang akan menjalani.

Komitmen juga soal keyakinan. Bila memang belum bertemu orang yang tepat, mengapa harus memaksakan?

Bila belum ada yang klik, tidak harus dipaksa

Bila belum ada yang klik, tidak harus dipaksa via quotesgram.com

Saat melangkah ke jenjang serius, tentunya kamu ingin bersama orang yang tepat. Orang yang memang sudah kamu yakini sebagai partner masa depan. Dari sana, kamu bisa menguatkan komitmenmu. Tapi orang yang tepat ini, tidak bisa diprediksi kapan datangnya. Bila memang kamu belum bertemu dengannya, kenapa harus memaksa? Bukankah lebih baik menunda untuk yang lebih baik daripada menyegerakan dengan apa saja yang ada?

Berkomitmen dalam hubungan bukan perkara sudah umurnya atau belum. Tapi soal kesiapan, dan itu hanya kamu yang tahu

Masalahnya adalah siap atau belum

Masalahnya adalah siap atau belum via michellescardini.tumblr.com

Lagi-lagi soal komitmen bukan perkara kamu sudah umurnya atau belum. Komitmen adalah hal berat yang membutuhkan persiapan yang memadai. Usia yang sudah banyak tidak menjamin kamu sudah siap untuk masuk dalam batas-batas komitmen. Tingkat kedewasaan setiap orang berbeda. Kapan kamu siap untuk berkomitmen, tidak bisa dilihat dari usiamu ataupun pendapat orang. Hanya kamu sendiri yang tahu kesiapan yang kamu perlukan.

Belum siap sekarang tidak berarti selamanya kamu nggak akan berkomitmen. Toh, saat ini kamu sedang menuju ke sana

Kamu sedang menuju ke sana

Kamu sedang menuju ke sana via wesharepics.info

Bila memang kamu belum siap sekarang, tak jadi soal. Bukan berarti kamu gagal, dan kalah dibanding teman-temanmu. Toh pernikahan juga bukan perlombaan. Belum siap sekarang bukan berarti kamu sudah melewati masanya, dan karena itu kamu tidak akan bisa berkomitmen selamanya. Rasa belum siap yang kamu alami, adalah pertanda bahwa kamu sedang bersiap-siap ke arah sana. Sebelum menata sebuah hubungan dengan segala konflik-konfliknya, pertama-tama kamu harus menata dirimu dulu bukan?

Tak perlu risau lagi mendengarkan kata-kata orang. Bukan mereka yang akan menjalani hidupmu kelak. Kamu berhak untuk mengejar apa yang kamu inginkan. Soal komitmen, siap atau belum siap, hanya kamu sendiri yang tahu kapan saatnya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi