Aku melihat 'Aku' di Sana, Berhati-hatilah dalam Berucap

Aku melihat "aku" di sana..

Advertisement

Saat-saat ketika aku dididik seperti itu. Dengan cara seperti itu, dengan kerapuhan hati. Dengan begitu aku mengerti, meski tak segera kuperbaiki. Tapi apa yang aku lakukan di sini? Tak tega hati, bagaimana jika mereka merasakan luka yang sama?

Tapi, apa dengan begitu mereka belajar? Apa dengan begitu mereka mengerti? Nyatanya tak sepenuhnya mereka seperti itu, seperti yang aku harapkan. Bagaimana caraku berpikir? Bagaimana pikiranku berpola? Ke arah mana? Seperti apa?

Seseorang tahu itu salah, tapi tak berbuat apa-apa. Diam saja.

Advertisement

Tapi, kenapa aku bisa berpikir demikian? Kenapa aku berpikir mereka tahu segalanya? Tentang segala kesalahannya? Siapa yang menjamin itu?

Jangan anggap semua orang tahu kalau dia salah!

Advertisement

Ketika ada yang perlu diingatkan, ingatkan! Mereka salah, tapi aku diam saja.

Katanya kamu kakaknya, lalu kenapa kamu diam saja?

Terkadang kamu lebih tahu, terkadang kamu lebih mengerti. Tapi kenapa kamu diam saja? Hanya karena kamu berpikir kata-kata saja tak lagi berguna? Terjebak rasa bersalah yang tak pernah usai. Kesalahan-kesalahan yang dulu, tapi tak pernah benar-benar berlalu.

Kamu tak pernah benar-benar lepas, tak bisa lupa begitu saja. Luka itu.. Luka-luka itu.. Luka-luka yang kau ciptakan karena pikiranmu sendiri. Bagaimana menyembuhkannya? Kau sendiri yang tahu jawabannya.

Ternyata, sehebat-hebatnya anak kecil, ia tetap seorang anak yang butuh didampingi dan diarahkan – Fiersa Besari

Perbaiki pola komunikasi. Luka karena tamparan tangan tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan luka karena kata-kata. Maka berhati-hatilah dalam berucap. Kau tak pernah tahu betapa luka karena mulut lebih perih dan membekas daripada luka apapun.

Ketika ada yang tersakiti oleh omongan orang lain, setidaknya ada yang nglerem-nglerem -membesarkan hatinya. Ketika ada yang jatuh, bangkitkan lagi. Bangkitkan peranmu lagi!

Memang kadang terasa sakit, tapi jangan merasa bersalah karena itu. Itu hanya akan membuat semangatmu meredup, jika sudah begitu bagaimana kamu mau mengobarkan ranting-ranting lainnya? Jangan semua dipukul rata! Pelajari karakter yang lain!

Setiap orang lahir dan tumbuh di lingkungan yang berbeda. Posisikan diri ketika kita berada di kondisi yang sama, dengan kepribadian yang sama. Cara mendekati setiap orang berbeda-beda. Coba cari-cari cara yang lain.

Buang perasaan-perasaan berat. Bagaimana hidup mengalir itu sudah ada alurnya, ikuti saja. Ketika itu ditentang akan semakin berat.

Saya belajar bukan untuk diri saya sendiri, tapi saya belajar untuk diteruskan kepada orang lain.

Seperti zakat, ada hak orang lain dalam hartamu. Seperti itu pula ilmu, ada hak orang lain dalam pengetahuanmu. Itu kenapa belajar dan mengajarkan wajib bagimu. Seperti zakat, ketika kau ingin menyucikan dirimu, maka tunaikanlah itu.

Bukan tentang waktu yang berlalu lebih cepat, tapi dirimu yang terlalu lama lari dari ketakutan-ketakutanmu untuk memulai sesuatu. Harus gagal dulu baru mau belajar, orang seperti itu ada. Mereka benar-benar ada..

Bukankah kamu pun tahu: belajar itu seiring waktu, bukan menghentikan waktu..

Jadi apa? Jangan lelah! Jangan lelah belajar lagi. Jangan takut memulai lagi. Bahkan jika kamu merasa lebih bisa, bahkan bila kamu merasa lebih tahu, jadilah gelas kosong yang selalu siap diisi. Pun jangan takut karena kekosongan itu. Bisa jadi tak pernah benar-benar kosong, hanya sebatas stigma, sangkaanmu pada diri sendiri yang bahkan tak sepenuhnya benar..

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Hypophrenic overthinker learner

CLOSE