Harusnya Manusia Sadar, Perjuangan Bukanlah Akhir dari Terkabulnya Segala Permintaan

perjuangan dan terkabulnya permintaan

Aku mulai tersadar, sekuat apapun siang menginginkan matahari, dan bintang-bintang yang selalu dirindukan ketika malam hari, aku tak kan bisa merubah segala sesuatu yang telah digariskan, terjadi seenak kemauanku sendiri.

Advertisement

Aku mulai tersadar saat pagi datang, aku harus berani menantang diri untuk tetap jalani hari sendiri.

Aku mulai tersadar, merelakan sesuatu yang pernah kuperjuangkan sepertinya sangat sulit tuk dilakukan. Apalagi, dengan segala pengorbanan yang telah kulakukan. Yang sebenarnya sangat berharap untuk seseorang rasakan. Setidaknya, kenapa sampai sejauh itu untuk kulakukan. Apa pernah dia berpikir untuk bertanya, untuk apa semua itu kuperjuangkan? Iya. Aku mulai tersadar, aku harus mencoba menerimanya. Tapi, ketika aku menulis ini, aku berhenti sangat lama di paragraf ini. Sulit bagiku untuk mengungkapkan bagaimana perasaanku sebenarnya. Karena, seseorang memberitahuku, jikalau aku ternyata kalah. Bahkan sehari itu mood-ku kacau. Bahkan pekerjaanku hari itu berantakan sampai menyebabkan customer marah-marah tak karuan.

Aku mulai tersadar. Bukan berarti berjuang itu salah. Bahkan harus! Tapi, bagaimanapun hasilnya, tak bisa seenaknya aku sendiri yang tentukan. Meskipun sepertinya aku yang memaksakan.

Advertisement

Aku mulai tersadar, ini sudah melewati batas keberanianku. Namun semua itu tak kan mampu merubah apa yang sebenarnya Tuhan telah sediakan indah. Dari saat itupun aku mencoba melupakannya, meskipun terkadang selalu teringat dengan segala pengorbanan yang tak terbalaskan. Meskipun harus perlahan.

Aku mulai tersadar. Tangisan dalam doa pintaku, tak secepat itu mendatangkan keajaiban semalam, seperti kisah seribu candi yang terlegendakan. Berpikir dia kan tersadar dan mulai sadar tentang perjuanganku. Tapi, kalau dipikir-pikir, sepertinya aku akan menjadi jahat untuk memaksakan dirinya tuk menerimaku. Sepertinya aku harus mengambil sikap dan mencoba berhenti sampai di sini.

Advertisement

Aku mulai tersadar. Pekerjaan bahkan urusanku dengan Tuhan, tak bisa kucampuradukan dengan pribadiku yang sering rentan terkacaukan oleh kegalauan kesendirian.

Aku mulai tersadar, aku selalu membutuhkan orang lain tuk mendengarkan keluh lelahku. Mengerjakan tanggung jawabku. Aku pun sadar betul orang lain pun kan pasti tahu kelemahanku. Tapi aku tak pernah ragu menceritakannya, meskipun aku sadar betul suatu saat kan jadi bumerang untukku.

Seperti yang sedang kurasakan kini. Menceritakan segala lelahku, bahkan menanyakan bagaimana jika itu kamu, telah menjadi hal wajib ketika kita bertemu. Tak jarang pula juga lewat pesan chatting-mu, membuatku merasa ada yang memberikan bahu. Meski pun itu hanya perasaanku.

Aku mulai tersadar. Setelah perjuanganku yang terdahulu terhadap seseorang yang sudah lama pula kutunggu, aku merasa senang ketika kamu mencariku untuk meminta bantuanku. Bahkan menghabiskan waktu tuk saling mencari tahu apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi segala kepayahan kita menghadapi segala tanggung jawab itu. Aku rasa sepertinya tak canggung bila berada di dekatmu, menyapa dan menanyakan bagaimana perkembangan tanggung jawabmu.

Aku mulai tersadar, apakah ini cara Tuhan memberi jawab doa untukku? Seperti keyakinanku, jodoh adalah tentang bagaimana cerminan diriku. Tapi, aku sadar tak secepat dan semudah itu pula Tuhan memberi jawab kepada pertanyaan-pertanyaanku.

Aku sadar, kedekatan sekarang ini mungkin hanya sebuah persahabatan. Atau mungkin sebuah takdir Tuhan. Seperti halnya lirik dalam sepenggal lagu.

Aku sadar, begitu banyak pertanyaan bahkan permintaanku yang begitu menggebu. Apalagi perkara pasangan hidup. Tapi aku harus sadar, jikalau Tuhan pasti punya waktu-Nya sendiri untukku. Dan tidak bisa secepatnya terjadi hanya dengan permintaanku yang tak henti.

Aku mulai tersadar, dengan segala tanggung jawabmu itu membuatku kagum. Ternyata aku masih diperkenankan Tuhan untuk melihat bahkan mengenal seseorang sepertimu, yang tak lain tak bukan punya tanggung jawab yang sama denganku.

Aku mulai sadar, ada hal-hal yang membuatku merasa apakah ini cemburu, ketika melihatmu bersama seseorang yang sepertinya dekat denganmu. Ingin aku bertanya, siapa dia bagimu? Tapi rasanya kan menjadi canggung. Dan itu yang aku takutkan. Menanyakan sesuatu hal pribadi denganmu. Akupun tak mau kita kan merasa aneh bila bertemu.

Aku mulai tersadar, ternyata aku orang yang paling keras kepala dengan namanya berjuang.

Teman-temanku bahkan sering pula memintaku untuk berhenti dengan namanya berjuang. Tapi aku tak bisa. Menerima orang yang mencintaiku, sedangkan aku tidak. Tapi aku selalu menunggu seseorang yang aku percaya itu untukku. Meskipun sekarang belum kutemukan titik temu. Siapa itu. Apakah itu kamu?


Aku mulai tersadar, pesanku telah kadaluwarsa untuk kamu baca. Tapi, takkan pernah habis masa berlakunya untukku menunggumu membalasnya.


Apa sebenarnya kamu pun mulai tahu?

Aku mulai tersadar, kini aku pun dalam cerita yang sama. Yaitu berjuang.

Kali ini apakah kamu kemenangan yang selama ini sebenarnya layak untuk kuperjuangkan?

Tolong beritahu aku jikalau kamu bersedia melanjutkan perjuangan ini bersamaku. Atau aku harus juga berhenti di sini dengan kekalahanku sekali lagi?

Lagi-lagi aku mulai tersadar, berjuang saja tidaklah cukup. Ternyata, sampai sekarang ini, Tuhan telah mengenalkanku tentang apa itu arti merelakan yang sebenarnya. Dan tetap menaruh harap hanya kepada-Nya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Bukan sekedar hobi melainkan memberi arti.

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE