Berkatmu, Aku Tak Bisa Menjatuhkan Hatiku pada Siapapun

Hampir setiap tempat di kota ini terdapat jejak bekas kenanganku bersamamu. Bayangmu masih di sana ketika tak sengaja aku melewatinya. Apalagi saat kubuka kembali catatan harianku yang mulai pudar warnanya. Debu yang tertinggal di jemariku karena menyentuhnya menegaskan kalau kisah ini memang terlampau jauh sudah.

Advertisement

Kini ribuan mil memisahkan hati dan jiwa kita. Mengenai kabarmu, aku tidak tahu bagaimana pastinya. Kamu tahu bahwa dengan bersamamu, rasanya bahuku lebih ringan. Dengan tatapanmu saja aku merasa tentram. Sosok manusia yang begitu lembut hatinya, tapi pada akhirnya ia juga yang membuat hatiku mengeras. Terlebih saat aku mengetahui, satu insan pun tak ada yang tahu mengenai hubungan kita.

Simpanan? Bukan. Engganmu yang akhirnya meruntuhkan harapanku bersamamu. Dan itu semua sempurna dengan ditambahnya kepergianmu yang tiba-tiba. Kuakui memang aku merasa begitu dicintai olehmu. Namun, seketika atmosfernya berubah saat kamu hempaskan tanganku di depan banyak orang. Ketika kamu membiarkan aku pulang seorang diri karena kamu sibuk dengan duniamu yang sedikit pun kamu tak ingin aku termasuk di dalamnya. Seolah hidupmu dan ruang rindu kita adalah dua dunia yang terpisah.

Kamu bilang, kamu tidak ingin mengumbar kemesraan. Tak mau orang lain tahu mengenai kehidupan pribadimu terlebih soal percintaan. Sesekali kamu berkata aku egois karena tak mengerti prinsip yang kamu miliki. Aku telah menahan egoku. Kuterima tingkahmu itu yang tak ingin aku muncul sebagai tokoh istimewa. Kamu berkata aku istimewa, kan? Namun, mengapa demikian?

Advertisement

Mengapa akhirnya kamu tetap memilih pergi?

Rinduku bukan hanya padamu. Namun, juga kepada sosok wanita hebat yang kamu miliki. Yaitu ibumu. Bagaimana kabarnya? Katakan padanya kalau aku merindukan suaranya yang selalu bercerita tentangmu padaku. Masa kecilmu, kebodohanmu, dan hal memalukan yang pernah kamu alami. Dan kalau boleh kubocorkan rahasia di antara kami berdua, saat kamu tak ada, diam-diam ia memuji dan membanggakan dirimu padaku. Mengatakan kamu adalah yang terbaik baginya. Kuharap beliau baik-baik saja bersama tawanya yang renyah.

Advertisement

Kenangan tentangmu masih membentang luas. Ingatan-ingatan itu masih kuingat dengan baik. Sikapmu yang membuatku akhirnya jatuh begitu dalam padamu. Mencintaimu dengan seutuhnya hingga rasanya aku ingin menghabiskan sisa waktuku bersamamu walau pada akhirnya aku menanggung semua rasa sesak ini sendirian.

Mungkin hanya aku yang mengingatnya dengan baik. Semua memori itu terukir indah walau satu dekade sudah semua kisah itu tenggelam. Sialnya, aku masih terjebak di dalamnya. Waktu memang terus berjalan. Aku yang memilih untuk menetap, memutar ingatan yang tidak ada satu hal kecil pun terlupa.

Kini semua itu tak ada lagi. Tentu tak semudah itu untuk berusaha agar tetap baik-baik saja. Namun, apa yang bisa kulakukan?

Di hari di mana kamu pergi itu … apa tak ada beban rasa karena kamu meninggalkanku? Apa kamu baik-baik saja ketika melihatku menangis sendirian? Di saat aku setengah mati berusaha untuk tetap menjaga kewarasanku, kamu kembali mendatangiku. Tersenyum cerah seolah kamu tak pernah menorehkan luka apa pun. Meruntuhkanku, lalu pergi lagi meninggalkanku.

Hal yang paling kubenci dari semua cerita, luka, dan kenangan bersamamu yang kutuangkan di tulisan ini adalah saat kehilanganmu, ternyata aku kehilangan diriku sendiri juga.

Aku kewalahan untuk mencari diriku yang dulu. Duka yang tercipta karena kepergianmu itu membawa kutukan untukku. Aku tidak tahu bagaimana cara mencintai lagi. Aku terlalu takut untuk membuka diri karena mengira akan menemukan sosok lain yang persis seperti dirimu.

Aku memberikan semua yang ada pada diriku. Baik dan buruk, kelebihan dan kekurangan yang kupunya … pada akhirnya tidak membuatmu untuk tetap tinggal di sini. Walau kamu menceritakan kisahmu yang dulu, mengatakan tidak akan mengulangi kenangan burukmu itu ketika bersamaku, tetap saja ujung cerita ini malah berakhir mengenaskan.

Masih banyak pertanyaan di kepalaku mengenai isi pikiran dan hatimu perihal diriku. Banyak hal yang baru kurasakan ketika bersamamu. Kenyataan bahwa aku jatuh hati sedalam ini membuat hatiku teriris. Kuakui kamu begitu dewasa. Cara berpikirmu adalah salah satu alasan mengapa aku mengagumi dirimu.

Kurasa memang sudah seharusnya aku dan kamu berpisah. Sudah seharusnya aku melepasmu dan memutuskan untuk berusaha keras menghapus ukiran masa-masa indah dan menyedihkan bersamamu.

Semuanya kuingat dengan baik. Entah surat ini akan tersampaikan atau tidak, tapi selamanya kamu memiliki peran di hidupku. Kujadikan kamu sejarah tertulis yang akan tetap hidup, lalu di baca oleh banyak orang.

Bukan … bukannya aku masih mencintaimu. Aku juga tak berharap apa pun darimu. Namun, di tiap bait kata ini, aku berharap akan menemukan alasan mengapa aku harus meyakinkan hatiku kalau aku harus menghapusmu. Alasan mengapa sebaiknya aku jatuh cinta lagi dan tidak menjerat diriku sendiri ke dalam ingatan pahit.

Semoga hanya aku yang merasa begini. Semoga penghuni hatimu yang baru tidak kamu kunci dan kamu larang untuk menjelajahi duniamu, dan menjadi bagian dari dalamnya. Kuharap ia dapat merasakan apa yang dulu tak bisa kudapatkan.

Sekali lagi, ingatan baik dan buruk tentang kita, semua itu … masih kuingat dengan baik.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Berdarah Sunda & Betawi, berzodiak Leo, kurang lebih karakternya seperti Dorry di film Finding Dorry.

CLOSE