Demam berdarah dengue merupakan penyakit endemik yang penyebarannya meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Negara-negara Asia merupakan negara dengan jumlah kasus DBD terbanyak di dunia, contohnya adalah Indonesia. Pada tahun 2008, terdapat total 137.469 kasus DBD dan 1.187 kematian di Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dibagi menjadi empat serotipe, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4, berdasarkan materi genetiknya.
Materi genetik virus ini terdiri dari molekul RNA beruntai tunggal positif sebanyak 11.000 basa, terdiri dari 3 protein struktural inti (C), protein terkait membran (prM, M) dan protein amplop (E) dan 7 protein non-struktural. mengkodekan protein NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B dan NS5. Perbedaan serotipe ini berarti infeksi satu serotipe tidak menghasilkan antibodi yang kuat terhadap infeksi virus dengue dengan serotipe lainnya.
Sampai saat ini pengobatan DBD hanya bersifat suportif, obat antivirus yang spesifik untuk kondisi ini belum ditemukan. Untuk mengatasi masalah ini, tindakan sering diambil untuk memerangi vektor nyamuk. Vaksinasi merupakan salah satu cara untuk melawan infeksi dengue yang dapat menyebabkan kematian. Namun, vaksin terhadap satu serotipe virus dengue tidak memberikan perlindungan yang efektif terhadap infeksi oleh serotipe lain. Oleh karena itu, diperlukan vaksin ideal yang dapat menghasilkan antibodi terhadap berbagai serotipe infeksi dengue.
Hingga saat ini, upaya terus dilakukan untuk mengembangkan vaksin penangkal virus dengue. Pengembangan vaksin dengue telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan saat ini sedang dalam tahap akhir uji klinis. Salah satu strategi pencarian vaksin virus dengue yang saat ini sedang dikembangkan adalah vaksin subunit atau vaksin protein rekombinan. Namun, kendala utama pengembangan vaksin adalah sulitnya mendapatkan vaksin yang efektif untuk melindungi keempat serotipe virus dengue. Teori peningkatan antibodi dengue (ADE) menyatakan bahwa jika seseorang memiliki antibodi spesifik untuk serotipe dengue tertentu, infeksi oleh serotipe tersebut dapat dicegah. Di sisi lain, jika seseorang gagal menetralisir infeksi, mereka dapat terinfeksi DBD secara serius.Â
Virus dengue merupakan virus RNA beruntai tunggal dari genus Flavivirus yang dapat menyebabkan penyakit demam berdarah. Virus ini berukuran kurang lebih 50 nanometer (nm) dan terdiri dari bahan genetik penyusun virus berupa asam ribonukleat atau RNA beruntai tunggal yang panjangnya kurang lebih 10.700 basa nukleotida. RNA virus dengue diterjemahkan menjadi poliprotein yang mengkode protein struktural yang terdiri dari protein inti (C), protein terkait membran (prM, M), dan protein amplop (E), serta tujuh protein nonstruktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3 , NS4A, NS4B dan NS5). Protein struktural virus dengue berfokus pada perlekatan virus dengue pada sel inang, sedangkan protein nonstruktural terlibat dalam proses replikasi virus di dalam sel.
Protein E pada virus dengue merupakan antigen utama pada virion dengue yang terpajan dan dapat menghasilkan antibodi yang memberikan kekebalan pada infeksi alami. Protein E dari empat serotipe DENV memiliki asam amino 60-70n yang sama yang terglikosilasi pada Asn-67 dan Asn-153. Residu ini ditemukan memainkan peran penting dalam perlekatan reseptor dan masuknya virus ke dalam sel. Protein E terdiri dari daerah transmembran dan ektodomain, yang terbagi menjadi tiga domain struktural/fungsional, yaitu EI, ED II dan ED III.
Vaksin adalah zat biologis yang dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh manusia terhadap virus. Mengembangkan vaksin dengue adalah salah satu cara terbaik untuk mencegah penyebaran virus dengue. LAV adalah vaksin yang mengandung virus yang sudah dilemahkan dan harganya murah karena ekonomis. Vaksin ini dikembangkan secara terpisah di Mahidol University di Thailand dan Walter Reed Research Army Institute di Amerika dengan membiakkan sel spesifik berulang kali untuk melumpuhkan infektivitasnya dan mempertahankan sifat imunogeniknya (Konishi, 2011).
Para peneliti dari Universitas Mahidol Thailand dan Lembaga Penelitian Wlater Reed Amerika menggunakan metode transfeksi virus dengue serial pada sel ginjal anjing (PDK) primer. Kedua vaksin yang dikembangkan memiliki tingkat kekebalan yang tinggi terhadap keempat serotipe DENV dalam 2-3 dosis, namun demikian, potensi reproduktifitas virus dalam kombinasi vaksin ini harus diperhitungkan karena ketidakseimbangan respon imun tubuh dapat memperparah penyakit. LAV saat ini masih dalam tahap studi klinis dan siap untuk dikomersialkan dengan rekomendasi dari WHO.Â
Vaksin chimeric sama dengan vaksin hidup dilemahkan tetravalen yaitu vaksin hidup yang dilemahkan. Vaksin dengue chimeric dikembangkan menggunakan dua pendekatan, yaitu (1) flavivirus lain yang dilemahkan dan (2) strain DENV yang dilemahkan (tipe interchimeric). Contoh vaksin DENV chimeric yang dibuat dengan flavivirus lainnya adalah vaksin Chimeric Yellow Fever (CYD) yang dikembangkan oleh Sanofi Pasteur dan dilisensikan dengan merek Dengvaxia. Vaksin ini mengandung demam kuning yang dilemahkan strain LAV 17D prM dan E yang diganti dengan gen DENV yang sesuai, karena respons humoral terhadap protein struktural dengue bertanggung jawab atas sistem kekebalan pelindung selama infeksi dan dengan demikian chimera ini membentuk sistem kekebalan pelindung.
YF 17D dipilih sebagai kandidat vaksin karena sudah teruji keamanannya dan karena virus demam kuning berkerabat dekat dengan virus dengue. Vaksin subunit adalah vaksin yang biasanya menggunakan bagian tertentu dari virus berupa selubung dan protein non-struktural (NS1). Protein ini dihasilkan dari ekspresi protein envelope untuk memicu respon imun yang baik. Keunggulan vaksin ini adalah hampir tidak ada gejala atau efek samping karena vaksin ini tidak menggunakan bagian utuh dari virus. Pada saat yang sama, kelemahan vaksin jenis ini adalah lebih mahal daripada vaksin LAV dan kurang mampu menimbulkan respon imun seluler.Â
Vaksin DNA dikembangkan menggunakan sisipan. Beberapa gen virus diubah menjadi vektor plasmid dan kemudian dikemas dengan DNA antigenik lainnya. Vaksin ini terdiri dari vektor plasmid yang mengandung gen yang mengkode antigen. Begitu berada di dalam sel inang, plasmid mengkodekan antigen yang akhirnya berikatan dengan molekul MHC-I dan disajikan pada permukaan sel untuk menginduksi respon imun sitotoksik. Vaksin DNA menggunakan protein struktural gen prM dan E dari virus yang terkait dengan plasmid sebagai vektor. Plasmid kemudian disuntikkan ke dalam kulit atau otot. Mengekspresikan protein prM dan protein E untuk pembentukan antibodi.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”