[CERPEN] Bisakah Aku Kembali?

Ada saat ketika kamu ingin kembali ke masa-masa dahulu ketika semua terasa menyenangkan dan ringan.


Aku selalu menunggu untuk menjadi dewasa namun ketika hari itu di depan mata aku justru ingin kembali.


Advertisement

 

Tujuh belas. Mungkin hanya sebuah angka. Namun bagiku itu lebih dari sekadar angka. Satu langkah lagi sebelum menuju tahap yang membawamu ke dunia yang benar-benar berbeda. Sebuah perumpaan untuk menyebut era yang banyak orang sebut sebagai masa pendewasaan. Sebuah fase peralihan dari masa remaja ke tahap dewasa. Di mana mulai terdapat perubahaan sikap menjadi sosok yang lebih matang dan adanya sebuah batasan diri untuk tidak bersikap kekanakan.

Sebuah fase di mana sudah berakhirnya masa remaja yang labil. Pertanda jika kamu telah melalui masa pubertas. Aku selalu menunggu masa itu. Lalu bagaimana denganmu? Bagaimana makna tujuh belas bagimu? Apa itu terlihat mengerikan? Apakah kamu sedikit merasa takut atau justru antusias?

Advertisement

Saat usiaku baru menginjak tujuh belas jika seseorang bertanya padaku “Apa yang paling kamu tunggu saat usia tujuh belas?” maka dengan lantang aku selalu menjawabnya dengan “Dewasa”. Tak paham pula kenapa mereka bertanya demikian walau yang bertanya hanya segelintir orang. Tapi aku menanggapinya teramat serius. Lagipula sejak awal sudah kujelaskan bukan? Aku selalu menunggu hari itu tiba.

Benar. Sejak angka tujuh belas mulai di depan mata dan semua orang di sekitarku mulai mengkhawatirkan masa depan mereka bahkan takut menjadi dewasa. Memusingkan akan menjadi apa kelak aku justru sangat menunggu untuk segera dewasa. Ingin rasanya segera dewasa. Tak lagi memikirkan tugas yang menumpuk, ulangan harian, ujian akhir, ujian prakter dan kegiatan-kegiatan sekolah  lain yang melelahkan.

Advertisement

Aku selalu membayangkan jika menjadi dewasa itu pasti menyenangkan seperti kakakku. Ia bebas berkeliaran saat tengah malam, , bisa pulang larut malam tanpa mengkhawatirkan apa pun dan menjalani hobinya tanpa perlu lagi memusingkan tugas sekolah yang menumpuk dan segala rutinitas yang melelahkan. Terlebih mereka telah berpengahsilan sendiri. Tidak perlu lagi memusingkan uang saku yang sengaja di pres oleh orang tua. Jelas aku iri.

 Namun ketika hari-hariku mulai berjalan dan pemikiran dewasaku mulai terbentuk walau tak sempurna aku mulai merasa resah. Apa yang kulewati? Apa yang sudah aku lakukan di masa remajaku? Aku merasa ini terlalu cepat padahal selama ini aku telah menunggu. Ketika lencana remaja itu mulai terlepas sejujurnya membuatku terluka. Aku mulai masuk ke tahap di mana aku mulai kebingungan akan jati diriku sendiri.

Ingin menjadi apa aku kelak aku pun masih meragu. Aku menyesal karena usia remaja yang selama ini hanya aku habiskan dengan hal-hal yang tidak berguna tanpa memikirkan masa depan dan hebatnya justru menunggu untuk segera menjadi dewasa. Dan baru kusadari saat hari perlahan berlalu. Saat kebanyakan remaja mengkhawatirkan masa depannya aku justru ingin bergegas menjadi dewasa padahal bayangan ingin menjadi apa kelak di masa depan pun belum terpikirkan. Perasaan resah itu makin menjadi. Aku berdoa agar perasaan itu lekas menghilang.

“Pulang, Nak. Kita bicarakan ini di rumah,”

Dan saat ibu berkata demikian beberapa hari yang lalu melalui sambungan telepon hanya karena aku yang berlagak kabur dari rumah dan mencoba memutuskan sesuatu seorang diri aku mulai menyadari satu hal. Aku belum siap menjadi dewasa.

“Beneran nggak mau lanjut kuliah?”

Kakakku bertanya suatu waktu saat aku kabur dari rumah hanya karena tak tahu harus bagaimana aku setelah lulus sekolah.

“Kamu bilang waktu itu pengen masuk hukum, kenapa nggak diperjuangin?”

“Nggak usah deh, Kak,”

“Lho kenapa? Yakin nggak akan nyesel habis itu?”

Saat usia tujuh belas di depan mata. Seharusnya aku mempersiapkan masa depan bukannya sibuk menunggu dewasa padahal jelas dewasa tak perlu ditunggu. Hei sudah berapa kali aku mengatakan hal ini?

“Perjuangan kamu masih panjang, Dek. Ini baru tahap awal masa pendewasaan kamu. Emangnya kamu pikir semua orang bakal jadi dewasa begitu aja? Nggak, ada prosesnya. Dan saat ini kamu dalam fase itu. Semua orang pernah ngalamin itu,”

“Mama sama Papa khawatir banget pas tahu anaknya kabur. Dan kamu nggak tahu aja kalau Mama sama Papa antusias banget pas kamu bilang pengen masuk jurusan hukum. Orang tua mungkin aja bilang ‘terserah itu kan masa depan kamu berarti kamu yang harus mutusin’, bukan berarti mereka nggak ngedukung, Dek. Mereka bilang kayak gitu karena ini soal masa depan kamu. Kamu yang bakal ngejalaninnya bukan Mama sama Papa. Mereka ngedukung kamu. Kakak juga ngedukung kamu. Tinggal kamunya aja,”

Aku diam. Merenungi perkataan kakakku. Benar selama ini aku hanya dikuasai oleh pikiran yang masih belum matang seutuhnya. Buktinya ketika keluarga tak menanggapi keinginanku dengan antusias, semangatku sudah luntur; bersumbu pendek dengan memilih kabur dan berpikir jika mereka tak mendukung impianku. Parahnya aku sempat berpikir jika mereka tidak menyayangiku.

Sekarang aku paham makna dewasa yang banyak orang khawatirkan. Dan angka tujuh belas yang katanya awal dari tahap pendewasaan itu. Sesuatu yang sedari dulu aku tunggu namun ketika ada di depan mata aku justru mulai merasa resah. Dan ingin rasanya menjeda saat ini sebentar karena aku belum memiliki banyak persiapan.

‘Dewasa’ yang aku tunggu-tunggu ternyata tak seindah bayanganku selama ini. Bahkan ketika usiaku baru menginjak tujuh belas saja aku sudah tahu jika aku belum siap menjadi dewasa. Masa di mana setiap orang mulai menyadari jika dewasa itu tidak sederhana. Perlu pemikiran yang matang, orang dewasa juga dituntut untuk bertarung dan bisa mempertahankan diri di tengah kejamnya dunia yang sebenarnya. Meninggalkan ego, menanggalkan keinginan bersenang-senang dan mulai memikirkan amunisi untuk berjuang. Kata orang, No pain no gain.

Akhirnya aku sadar apa makna dewasa bukan juga soal bertambah umur tapi juga bagaimana cara memandang semua hal dengan segala perspektif dan tak asal menghakimi. Menjadi dewasa itu saat kamu dituntut untuk bisa memutuskan sesuatu dan menyelesaikan masalah sendiri.

Menjadi dewasa itu tidak selamanya menyeramkan tapi juga butuh persiapan yang matang karena menjadi dewasa itu saat kamu mulai dituntun untuk mencari solusi atas masalahmu seorang diri. Menjadi dewasa itu tidak semudah dalam bayangan. Aku baru menyadari itu. Dan ketika gerbang dewasa itu sudah di depan mata aku justru ragu untuk melangkah jauh. Bisakah aku kembali?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Nama asli Nida Rafa Arofah. Suka menulis sejak kecil. Sudah banyak mengikuti lomba menulis. Sedang berusaha membahagiakan orang tua.

CLOSE