Inilah Kisahku yang Mencintai Laki-laki Lebih Tua 17 Tahun dariku. Bukti bahwa Cinta Memang Tak Pandang Bulu

mencintai laki-laki lebih tua


Mengenalmu adalah hal yang tidak pernah aku sangka…


Kisah kita dimulai dari kelas mata kuliah yang aku ambil, ketika kamu menjadi dosen pengampu di situ. Hari pertamaku masuk kelas terlambat seperti kebanyakan cerita dalam teenlit romance. Kamu menyuruhku duduk di depan, di bangku yang dibenci semua mahasiswa.

Aku sering mendengar rumor tentangmu, kamu adalah dosen yang jahat, killer dan sulit dinego. Terdengar seperti benci jadi cinta bukan? Tapi ya memang begitulah Tuhan mengatur takdir untuk kita. Akhir semester berjalan, aku terkejut karena mendapat nilai A dalam mata kuliahmu. Tentu saja bagiku itu hal yang mustahil mengingat aku bukanlah mahasiswi yang pintar, apalagi aktif di dalam kelas. 

Sepenggal lirik dari raja dangdut “Sungguh mati aku jadi penasaran…”

Aku mulai mencarimu di sosial media, ada akun Facebook atas namamu kemudian aku mengklik add friend. Tidak berapa lama, kamu menerima permintaan pertemananku, seketika itu dengan alasan basa-basi aku mengirim inbox terima kasih, dan bilang “Mohon bimbingannya Sensei”. Begitulah seterusnya komunikasi kita berlanjut dengan saling bertukar nomer telepon.

Bermula dari situ jiwa FBIku meronta-ronta, aku bertanya tentangmu kepada senior. Ternyata kamu divorced dengan satu anak, selain itu juga suka sama mahasiswi yang cantik, tapi apakah aku merasa cantik? Haha mungkin aku hanya menarik, menarik om-om kesepian kayak kamu.

Aku dan kamu menyimpan rahasia kecil kita

Saat di kelas, sering mata kita saling bertemu, tapi kita berdua sama-sama memalingkan muka. Sahabatku mulai curiga karena kamu sering curi pandang ke aku. Pernah saat ujian aku ketahuan nyontek, kamu menyuruhku duduk di sampingmu sambil berbisik “Besok jangan pake baju warna cerah, aku jadi nggak fokus”.

Alibimu mempermalukan aku di depan mahasiswa lain, tapi di belakang mereka kita punya rahasia. Sayangnya nilai A yang aku dapat dulu adalah nilai A pertama dan terakhir yang kamu berikan kepadaku. Padahal sebelum masuk kelas, aku selalu baca buku anggaplah belajar, biar pintar? Tentu tidak, hanya ingin membuatmu terkesan.

Suatu hari ketika aku mulai bimbingan skripsi, aku ingat pertanyaan paling absurd yang pernah kamu tanyakan “Ndhis, bulu hidungmu nggak pernah kamu cukur ta?”. Aku hanya bisa berkata ‘hadeeeeuuhhh’ karena aku pernah melihatmu berwudhu di mushola dan saat mengangkat kaki, terlihat bulu kakimu menyeruak seakan berkata ‘shave me’.

Rasa yang tidak pernah kusangka akan menjadi rumit, aku mulai meyukaimu

Agnez Mo bilang “Cinta ini kadang-kadang tak ada logika, ilusi sebuah hasrat dalam hati”. Mungkin sepenggal lirik ini memang benar adanya. Ketika aku mulai bercerita soal ketertarikanku sama kamu, sahabatku mulai merasa ilfeel. Aku mengerti, mungkin aku terlihat seperti sugar baby. Tapi postur badanmu yang tidak terlalu tinggi, wajahmu yang tidak tampan tapi good looking. Perut dan badanmu juga nggak gede, style yang edgy, bikin kamu nggak terlihat kayak ‘bapak-bapak banget’. Itu yang bikin aku suka, dan bukan enggak mungkin kalo banyak mahasiswi lain yang suka. Tapi takut dengan sikapmu yang killer.

Bagiku, cinta tidak pernah salah terlepas dari apa yang orang katakan tentang kita, aku masih mencintaimu. Apa salahnya mencintai lelaki yang lebih tua dan mempunyai anak satu? Masa depan akulah yang menentukan bukan orang lain.

Dulu aku ngekost di dekat rumah orang tuamu, aku tahu kamu sering pergi ke sana. Kadang tanpa sadar kita berdua pergi kuliah bareng, tapi jalan jauh-jauhan biar nggak ada orang yang tahu. Kadang lihat motormu parkir di depan fakultas aja aku udah seneng banget, segila itu jatuh cinta. Tapi kamu sama sekali tidak pernah memperlakukan aku secara spesial. Ngerjain tugas kuliah ngasal, nilaiku jelek. Skripsi banyak yang salah, revisi berkali-kali. Kadang aku mikir, mungkin dengan cara itu justru bikin kita sering bertemu, dasar kamu bocah tua nakal.

Suatu hari kamu mengajakku bertemu di sebuah kafe, ini adalah momen yang ditunggu setiap gadis yang sedang dimabuk asmara. Hari itu aku sama sekali tidak melihatmu seperti yang selalu aku temui di kelas. Kamu sangat berbeda, kamu lebih friendly dan lovable bikin aku semakin.. ah sudahlah. Kita saling bercanda, mengungkapkan perasaan satu sama lain dan di akhir pertemuan kamu bilang “I love you, Ndhis” sambil sedikit berbisik. Setelah kamu pergi, hari itu aku hanya terdiam dan menangis.

Kesakitan yang tidak pernah kau bagi hanya menjadi jurang pemisah di antara kita

Kamu adalah orang yang tertutup, komunikasi kita berkisar tentang hal-hal sepele yang kebanyakan hanya cerita recehku tentang dunia perkuliahan. Kamu gak pernah cerita apapun tentang masalah pribadimu. Sampai suatu saat ibumu meninggal karena kanker. Beberapa tahun kemudian disusul dengan kepergian ayahmu. Didiagnosa dengan diabetes, ditambah mengalami kesulitan finansial, itu semua adalah pukulan terberat dalam hidupmu.

Aku pernah bilang “Sensei, jika kamu butuh teman hidup, aku dengan senang hati bisa membantumu” aku agresif? Tidak, aku tau kesulitan yang kamu hadapi. Kamu bilang “Bagiku yang terpenting adalah kebahagiaanmu Ndhis, tapi aku tidak punya uang untuk itu”. Aku marah karena mungkin dengan jarak umur kita yang mencapai 17 tahun, kamu hanya mengaggapku sebagai beban. 

Padahal aku bukan lagi beban, tapi juga cobaan buat kamu haha, nggak ding bercanda. Nggak tau kenapa anakmu nggak mau punya mama cantik kayak aku. Ingin rasanya aku berkata “Dek, kalau kamu anggap tante cuma mau harta abimu doang, maaf aja nih dek abimu itu bangkrut, kalo tante mau sama abimu ya beneran karena tante cinta”.

Berakhirnya kisah kita bukan karena tidak saling cinta, tapi ada hal-hal yang tidak bisa dipaksakan

Sensei, mungkin aku bukan orang yang akan selalu kamu ingat. Tapi percayalah masa kuliahku hanyalah sebuah kegiatan membosankan tanpa ada kisah kita. Terima kasih sudah mendukungku, mencintaiku, dan baik kepadaku. Jika kamu bertemu denganku saat aku berusia 10 tahun mungkin orang menganggapmu pedofil, tapi saat kita bertemu di usiaku 20 tahun orang hanya menganggapku sugar baby.

Kadang kamu sering ngejokes bapak-bapak yang menurutku nggak lucu, tapi aku tetep ketawa. Kadang aku sok ingin terlihat seperti wanita dewasa biar bisa mengimbangi kamu, tapi kamu justru suka aku apa adanya. Kisah kita rumit dan susah dipahami.

Sensei adalah seorang pekerja keras dan ayah yang baik. Kamu memilih bersama anakmu dan mengorbankan kisah kita. Aku mengerti, mungkin jika aku berada di posisimu aku juga akan melakukan hal yang sama. Kini kita sudah sama-sama menjauh. Semoga Sensei mendapatkan apapun itu yang dinamakan kebahagiaan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Gendhis, seorang perempuan biasa yang bercita-cita menjadikan bumi sebagai tempat yang layak ditinggali semua makhluk hidup.

Editor

une femme libre